Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Double Faults Pajak Jalan Tol

10 Maret 2015   11:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:54 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fault pertama jika Pajak (PPN) jalan tol diterapkan adalah penolakan dari publik. Banyak yang berpandangan bahwa pengenaan pajak atas jalan tol adalah tidak tepat. Lebih tidak tepat jika ini diterapkan untuk jalan tol yang sudah berumur lebih dari 20 tahun seperti Tol Jagorawi dan Tol dalam kota DKI Jakarta.

Fault yang kedua adalah pengenaan pajak ini berpotensi mengurangi penerimaan negara dan bukan sebaliknya. Ini terjadi karena sistem PPN mencakup ada restitusi (refund) untuk pajak yang sudah dibayar oleh perusahaan kena pajak (PKP).

Pengusaha jalan tol dalam menyediakan layanannya perlu mengeluarkan dana investasi dan biaya-biaya operasional yang merupakan barang dan jasa kena pajak. Dengan kata lain, pengusaha jalan tol harus membayar pajak untuk pembelian barang dan jasa tersebut. Nantinya, jika Pajak jalan tol diterapkan, pengusaha jalan tol tetap wajib membayar pajak itu dan dia juga wajib memungut pajak jalan tol dari supir-supir yang lewat di jalan tol dan kemudian menyetorkannnya ke kas negara.

Biasanya ada selisih antara pajak yang sudah dibayar terdahulu dengan pajak yang dipungut sekarang. Pajak yang dipungut sekarang untuk kasus jalan tol adalah pajak jalan tol. Menurut beberapa perhitungan sederhana penulis dan beberapa Peneliti Kementerian Keuangan yang lain refund itu nilainya lebih besar dari pajak jalan tol yang diterima sehingga berpotensi mengurangi penerimaan negara.

Dalam kaitan ini, Moh. Nasir, Peneliti Muda Kementerian Keuangan, membuat analisis sederhana seperti dibawah ini. Disini terlihat jelas adanya potensi penurunan penerimaan negara yang hampir 50%.

Penerimaan PPN sebelum PPN Jalan Tol diterapkan
Rupiah

·Pendapatan jasa jalan tol
8.500.000.000

·Biaya-biaya
6.800.000.000

·PPN yg sudah dibayar terdahulu: 10% * Rp6.800.000.000 (a)
680.000.000

·Laba kena PPh
1.020.000.000

·PPh 25% *Rp1.020.000.000 (b)
255.000.000

·Total Penerimaan Negara (PPN+PPh): (a+b)
935.000.000

Penerimaan PPN setelah Pajak Jalan Tol Berlaku

·Pendapatan jasa jalan tol
8.500.000.000

·Biaya-biaya
6.800.000.000

·Laba kena PPh
1.700.000.000

·PPh 25% *Rp1.700.000.000: (a)
425.000.000

·PPN 10% (Rp8.500.000.000 – Rp6.800.000.000): (b)
170.000.000

·Total Penerimaan Negara (PPN+PPh): (a + b)
595.000.000

Penurunan penerimaan PPN
340,000,000

Data hipotetis dan asumsi margin bersih 20%

Dalam perspektif yang lebih luas, sistem PPN sebetulnya menjamin adanya basisnya pajak yang luas dan non-distortif. Di Indonesia, sistem ini mengalami distorsi yang luar biasa besarnya sehingga bukan saja basisnya menjadi sempit tetapi administrasinya menjadi rumit. Ini berimplikasi atas rendahnya tingkat kepatuhan dan realisasi penerimaan pajak. Beberapa perhitungan menunjukan tingkat tax gap PPN adalah sekitar 47%. Ini seharusnya yang menjadi prioritas pembenahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun