"Ya udah, yuk lanjut sendiri aja."
Keputusan kami tidak berubah. Rencana awal harus sukses dieksekusi. Dengan mengucap Bismillah kami berpisah dengan rombongan tadi dan langsung melanjutkan perjalanan.
"Ada petunjuk jalannya kok." ujar pemimpin barisan. Syukurlah, sepanjang jalur banyak tanda-tanda berupa pita yang diikat di pepohonan atau ranting-ranting.
Ada satu kesulitan yang teman kami alami. Saat hujan deras di tanjakan super curam itu, satu kawan kami harus mendaki dengan ransel di punggung plus tenda yang dicangklong di depan tubuhnya, ditambah lagi dengan jas hujan model ponco atau kelelawar yang tentu amat menyulitkan. Dengan keadaan seperti itu, dia tidak bisa merangkak. Jas hujan yang nglengsreh pun sangat berpotensi untuk nyrimpet. Aku cukup merasa bersalah dan takut karena meminjamkan jas hujan itu, tapi kondisi ini pun tidak memungkinkan kami untuk bertukar jas. Apa daya pula, tak ada yang sanggup menggantikan beban akhwat tangguh yang satu ini. Beruntung, pendaki lain yang sedang turun memberi jalan dan membantu kami menanjak.
Lalu tiba-tiba...... ada yang menyapa....
"Anak mat (kuliah jurusan matematika)Â ya mbak?"
"Lho, kok tau mas?" jawab salah seorang dari kami.
"Ya iyalah, plis deh. Jaket mu itu lhoooo bawa identitas banget!" Â ujar salah seorang dari kami yang lain.
"Oh iyaaa. Hahaha."