Ada resah. Ada rasa. Aku sibuk mengusir nyamuk yang bernafsu pada jari-jari kakiku yang telanjang. Cukup membuatku tak perlu meliriknya atau pandanganku akan hilang dari nyamuk kecil yang mengincar sudut lain kakiku.Â
Aku menghela nafas kepasrahan. Harusnya aku memanfaatkan detik demi detik bersamamu, setidaknya hingga kau berpikir aku juga memegang mutiara. Nyatanya, lebah pun sadar bahwa nyamuk-nyamuk itu beterbangan dalam ruang halusinasiku.
Aku bertanya pada batinku, haruskah aku pergi? Aku ingin di sini, mencari celah untuk sekadar mengintip atau menghirup udara dari dalam sana. Aku ingin di sini, tapi aku tahu tembok itu terlalu tinggi.
Kuikuti langkahnya melalui ekor mataku saat ia pergi. Terpikir olehku kemungkinan menerobos di lain waktu namun yang kutemui hanya irisan kosong. Tak ada harap di dalam tanya. Aku tahu kisah ini berakhir tanpa makna walau cinta tetap meresak tak pernah hilang.
Aku pergi.
Tak mungkin kembali
"Cinta Dua Rembulan". 16 Desember 2014, saat malam membelah langit
For the best experience, I suggest you to listen "Night Divides the Day" by George Winston while you are reading...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H