Mohon tunggu...
puspalmira
puspalmira Mohon Tunggu... Freelancer - A wild mathematician

Invisible and invincible IG: almirassanti

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

"Untouched", Air Terjun Talempong

4 Agustus 2018   22:22 Diperbarui: 4 Agustus 2018   22:25 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coklat: Guyuran hujan membawa lumpur ikut berwisata dengan aliran air

"Masih lama tah ini?" tanyaku was-was. Langit semakin gelap karena senja, juga karena mendung.

"Endak," jawab adikku yang entah bisa dipercaya atau tidak.

Benar saja, kami hanya berjalan menyusuri jalan setapak, menembus semak-semak, melipir pinggiran kali. Sesekali kami harus melepas sepatu dan menyingsing celana tinggi-tinggi karena harus menyeberangi sungai yang belum berjembatan. 

Karena ini jalan satu-satunya, kupikir sungainya dangkal saja. Ternyata selutut, hingga lama-lama lebih dari selutut. Wow. Lepas dari menyeberangi sungai, kami melompati batu-batuan bagai kancil yang melompati punggung buaya. Sejenak aku tertinggal, sejurus kemudian mampu menyusul kembali. 'Emang dasar nih bocah-bocah. Ada perempuan sendiri ditinggal di belakang. Nggak tahu apa, sudah hampir ketinggalan.'

Santai: Memandangi gemuruh harapan nun jauh di sana
Santai: Memandangi gemuruh harapan nun jauh di sana

4-5b65c1c46ddcae16a21db864.jpg
4-5b65c1c46ddcae16a21db864.jpg

Basah: Smile dulu meskipun sudah kuyup
Basah: Smile dulu meskipun sudah kuyup
Entah setengah, tiga perempat, atau satu jam kami menempuh jalur primitif ini, aku tak berani membuka-buka gawai. Aku hanya melindunginya baik-baik di dalam tas agar tidak basah atau jatuh. Masih di pinggiran kali, hujan datang menyerang, angin hadir menyerbu. 'Waduuuuuuuuh'. Jembatan saja belum ada, tentulah belum ada gazebo ataupun warung pop mie yang bisa kami tumpangi untuk berteduh.

Sejenak kami bimbang antara melanjutkan perjalanan atau tidak. Air terjun sudah dekat. Hujan mengguyur sangat sangat deras. Pohon-pohon besar tak lagi mampu menahankan air hujan untuk krucil-krucil ini.

"Lanjut aja dah. Eman (sayang) sudah sampai sini." keputusan pun dibuat.

"Iya eman. Tapi sebentar aja, deras, nanti banjir."

"Iyadah, yang penting foto dulu tu. Pokok keliatan air terjunnya, foto, pulang pas." pinta adikku dengan dialek Situbondo yang khas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun