Itu baru bulan keempat, sekarang sudah hampir setahun. Sudah berapa kali Kara dan Ata membuat setan bersorak gembira? Kara takut. Sangat takut. Takut Tuhan marah, takut Tuhan menutup ampunan Nya. Ia sujud berkali-kali, menangis dihamparan sajadah pada tengah malam. Membaca Kitab Suci sambil meresapi maknanya, dan setelah bertemu Ata, lupa sudah Kara pada permohonan maaf nya yang belum tentu diterima Tuhan. Maka wajar, kalau banyak buku yang mengulas tentang banyaknya jumlah wanita di neraka yang melebihi pria. Dan Kara yakin, ia salah satu dari jutaan perempuan itu.
Sekarang bagaimana? Walaupun Ata berkali-kali meyakinkan Kara bahwa ia tidak akan meninggalkan Kara, tetap saja rasa khawatir dan takut itu hadir. Apalagi setelah 2 garis ini muncul meskipun Kara sudah berkali-kali ganti dengan testpack yang baru. Ia tetap mendapati dirinya hamil. Bukan di dunia mimpi, ini dunia nyata.
Layar ponselnya berkedip. Nama Vanya tertera disana.
" Ada apa de?"
"Kak, elo bisa pulang sekarang?"
"Kenapa? Suara lo koq serak gitu? nangis lo ya? berantem? putus?"
"Lebih buruk dari itu ka!" dan saat mengatakan kenyataannya, 1 jam kemudian Vanya sudah berdiri didepan pintu rumah mereka.
Ketika mendapati kakak nya berdiri di ambang pintu sambil menatapnya sendu, Kara langsung menghambur kepelukan kakaknya. Vanya membalas pelukan Kara sambil ikut menangis. " Ini salah gue de. Gue ninggalin lo sendirian disini. Gue ngebiarin lo kemana-mana sendiri. Gue gak jagain lo. Gue.. hiks..hiks.. "
Lama mereka berpelukan sambil menangis. Lupa, kalau menangis atau emosi apapun itu, takkan bisa menyelesaikan masalah besar yang sudah ada dihadapannya.
"Ata ya?" tanya Vanya memastikan dan dijawab Kara dengan anggukan. " Terus, sekarang lo mau gimana de?"
Kara menatap Vanya lama. Berpikir.. untuk apa berpikir? Toh dipikir berulang kalipun tetap sama hasilnya. Ia tidak akan mengubah keputusannya. Keputusan yang sudah diperkirakannya sejak lama, sebelum dua garis sialan itu muncul di setiap testpacknya.