Perempuan dengan blazer oranye segar itu melangkah percayadiri keluar dari lift basement. Meski sudah suntuk, pantang baginya terlihat lesu. Saat menemukan Altis hitamnya, ia langsung menarik gas dan membawa sedan itu meluncur menerobos gemericik hujan. Dari balik kemudi, wanita berusia 28 tahun itu bisa melihat keremangan disekitarnya. Klakson yang sahut-menyahut, hilir mudik penjaja minuman bersoda dan makanan ringan, juga polisi berjas hujan dengan palang hitamnya menambah ruwet lalu lintas yang sudah macet.
Menengadah hanya akan menemukan langit turut suntuk. Kulitnya yang keriput dan berwarna gelap sama sekali tak menghibur hati yang dasarnya kelabu. Padahal, langit sudah mendung sejak tadi pagi. Rupanya sampai senja-pun ia belum mau membiarkan bumi kering. Biarkanlah! Mungkin sudah waktunya.
Sudah waktunya...
Apa ini juga sudah tiba waktuku?
****
Kemana Vanya?
Kara gelisah menunggui layar ponselnya yang tak juga berkedip. Sudah dua jam ia menunggu balasan dari pesan singkat yang dikirimnya untuk Vanya. Apa mungkin Vanya masih tidur? Ah, tapi Vanya itu workaholic. Biar kata hari libur begini, ia pasti sudah bangun pagi dan bergelut dengan softcopy dokumen-dokumen saham yang harus ia pelajari di laptopnya. Kemana sih si cerewet satu ini?
Di bumi Tangerang ini Kara hanya memiliki Vanya. Kakak satu-satunya, anak pertama mama-papanya, sahabat yang tak pernah membiarkannya sendiri meski sibuk dengan urusan kantor. Sudah 1 tahun terakhir ini mereka tak bertemu. Vanya difasilitasi apartemen oleh kantornya di Jakarta dan tidak bisa membawa serta Kara karna sekolahnya terletak di Tangerang. Hanya ponsel dan social network yang menghubungkan mereka. Orangtuanya mempercayakan Kara untuk tinggal sendiri karna mereka menganggap putri bungsunya sudah harus melatih diri untuk persiapan kost saat kuliah nanti. Jadi, sejak masuk SMA, mama-papa membiarkan Kara tinggal dengan kakaknya.
Sepi sekali. Tinggal seorang diri itu sangat kesepian. Tapi sejak ada Ata, Kara tidak lagi kesepian. Makanya dia sudah jarang mengganggu kakaknya dengan curhatan mengenai sekolah dan kegiatan organisasinya. Kehadiran Ata sudah lebih dari cukup sebagai kakak, sahabat, penasehat, dan juga kekasih.
Sedihnya, Ata yang kini menduduki tahun ke dua kuliahnya mulai disibukkan dengan kegiatan organisasi jurusannya. Apalagi setelah Ata menang aklamasi ketua BEM jurusan tahun lalu. Rasanya makin sulit saja mencuri waktu untuk sekedar hang out.
Ata selalu pulang jam 10 malam. Setelah membalas 10-15 SMS Kara, ia pasti sudah jatuh tertidur. Dan sangat pulas. Paginya Ata harus mengantar mama-nya kepasar, kemudian membantu ayahnya di bengkel dan pulangnya langsung mandi untuk bersiap ke kampus. Dihitung-hitung, cuma ada 5 jam per hari mereka berkomunikasi secara intens. Itupun kalo Kara beruntung, kalo tidak, ya buntung.