Mohon tunggu...
Al Matin Maurand Harivani
Al Matin Maurand Harivani Mohon Tunggu... Penulis - MAHASISWA

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

Selanjutnya

Tutup

Film

Representasi Kekerasan Seksual pada Anak dalam Film "Silenced"

17 Januari 2022   13:36 Diperbarui: 17 Januari 2022   13:55 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Silenced (2011) sumber (wartaekonomi.co.id)

"Silenced" adalah sebuah film asal Korea Selatan yang dirilis pada 22 September 2011 garapan sutradara Hwang Dong-Hyuk . Film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karangan Gong Ji-young ini menceritakan tentang kasus pelecehan seksual yang terjadi di Sekolah Gwangju Inhwa, sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dikhususkan untuk murid berkebutuhan khusus. Film ini dibintangi oleh Baek Seung-hwan, Gong Yoo, Jang Gwang, Jeong In-seo, Jung Yu-mi, Kim Hyun-soo, Kim Joo-ryoung, Kim Min-sang, Lim Hyun-sung, Uhm Hyo-sup. Pelecehan seksual dalam kasus ini memposisikan murid sebagai korban dan pihak sekolah sebagai pelaku, yang kemudian disadari oleh salah satu guru dan berniat untuk menuntut keadilan atas apa yang terjadi terhadap murid-muridnya.

Film sebagai salah satu media yang mampu mencerminkan realitas dan kondisi sosial di masyarakat, dinilai efektif untuk menyebarkan propaganda atau pesan tertentu kepada masyarakat itu sendiri. Setio Budi H. Hutomo dalam  artikelnya berjudul 'Membaca' Film di muat di buku Menikmati Budaya Layar, Membaca Film (2016) menjelaskan bahwa penggambaran dinamika budaya dan sosial (termasuk ekonomi politik dan sejarah dan teknologi) merupakan sumber inspirasi film yang tidak pernah habis. Seiring dengan perkembangan digitalisasi yang semakin pesat, film juga menjelma menjadi sebuah 'alat' komunikasi yang ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan kepada penonton.  

Dalam hal ini, "Silenced" digunakan sebagai alat perlawanan terhadap ketimpangan relasi kuasa yang terjadi secara riil kepada para korban pelecehan seksual. Murid-murid berkebutuhan khusus (tuna rungu dan tuna wicara) yang tidak bisa membela diri mereka sendiri berada pada posisi terbawah kekuasaan jika dibandingkan dengan si pelaku, dalam kasus ini kepala sekolah beserta staffnya. Ketidakberdayaan korban justru dijadikan celah oleh pelaku untuk bisa lebih leluasa dalam melancarkan aksinya.

Cerita berawal ketika seorang guru yang berasal dari Seoul ditugaskan di Sekolah Gwangju Inhwa, sejak awal masuk, ia sudah merasa bahwa ada sesuatu yang janggal dengan sekolah tersebut. Pihak sekolah, dalam hal ini guru dan staff sekolah, cenderung kerap melakukan tindak kekerasan terhadap siswanya. 

Bukan tanpa alasan, hal ini terjadi ketika salah seorang siswa berusaha untuk melaporkan kepada polisi tentang percobaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Kepala Sekolah. Kejanggalan terus berlanjut, suara teriakan seseorang di malam hari, guru olahraga yang suka memukul satu siswa laki-lakinya, hingga hubungan gelap Kepala Sekolah dengan Kepala Pengawas Asrama Perempuan.  

Diesmy Humaira B, Nurur Rohmah, Nuril Rifanda, Kunti Novitasari, Ulya Diena H, Fathul Lubabin Nuqul dalam artikelnya yang berjudul Kekerasan Seksual Pada Anak: Telaah Relasi Pelaku Korban Dan Kerentanan Pada Anak yang dimuat di jurnal Channel Vol 12. No 2, (2015) menjelaskan bahwa pelecehan seksual pada anak (Child Sexual Abuse) melibatkan membujuk atau memaksa seorang anak untuk ambil bagian dalam kegiatan seksual, atau mendorong seorang anak untuk berperilaku dalam seksual yang tidak pantas termasuk selesai atau berusaha tindakan seksual atau hubungi atau interaksi seksual non-kontak dengan seorang anak oleh orang dewasa. 

Ini mungkin mengambil beberapa bentuk: penetrasi -- antara mulut, penis, vulva anus dari anak dan individu lain: kontak disengaja menyentuh alat kelamin, pantat, atau payudara dengan atau tanpa pakaian (tidak termasuk perawatan normal): non-kontak- terhadap paparan pada aktivitas seksual, pembuatan film, prostitusi. Tiga siswa tuna rungu (dua perempuan dan satu laki-laki) mendapat perlakuan tak mengenakan menjadi penyintas dalam kasus kekerasan seksual di film "Silenced".

kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di film tersebut merupakan sebuah cerminan dari kondisi realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa sepanjang tahun 2021 terjadi 18 kasus kekerasan seksual dengan korban sebanyak 207 anak, terdiri dari 126 perempuan dan 71 laki-laki di r entang usia 3-17 tahun. 

Pelajar SMP/sederajat jadi yang paling sering menjadi korban (36 persen), diikuti SD/sederajat (32 persen), SMA/sederajat (28 persen), dan TK (4 persen). Kekerasan seksual di sekolah ini menyebar di 17 kabupaten/Kota di 8 provinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Representasi kekerasan seksual pada anak dalam film "Silenced" digambarkan sebagai kekerasan terhadap fisik dan psikis korban. Ketimpangan relasi kuasa terjadi antara pelaku yang seorang kepala sekolah dan guru, berbanding terbalik dengan korban yang seorang siswa tuna rungu. Kondisi di masyarakat Indonesia yang terjadi saat ini juga tidak jauh berbeda, pelaku kekerasan seksual terbanyak berasal dari tenaga pendidik (55,55 persen) dan kepala sekolah (22 persen).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun