Sumber: Muhammad Musa
Kabupaten Jepara mempunyai sebuah tambang kapur yang disebut Gunung Ragas atau Ragastina. Nama yang bagus untuk sebuah gunung menurut saya. Pemandangannya pun nggak kalah menarik, dengan sawah-sawah di sekitarnya dan gunung Bako di sebelahnya. Kedua gunung ini cuma dipisahkan jalan raya, jadi terlihat seperti gunung kembar. Menurut cerita orang tua jaman dulu, Semar berniat memindah gunung ini ke laut Jawa dengan dipikul memakai gedebog atau batang pisang. Karena batangnya patah, maka kedua gunung ini jatuh di tempat mereka berdiri sekarang.
Kalau berjalan sekitar 2 kilometer ke utara, kita bakal sampai di pantai. Gunung tapi di pantai, menarik bukan? Ya, memang menarik. Tapi sekarang tidak lagi menarik. Gunung yang letaknya di Desa Clering Kecamatan Donorojo ini sudah ditambang sejak puluhan tahun lalu. Hampir 90 persen bagian Gunung Ragas adalah batu kapur. Bisa saya bilang, 90 persen tubuh gunung ini bisa ditambang alias dikeruk batuannya. Kalau dihabiskan ya bisa untuk ngasih makan seluruh rakyat Indonesia.
Pengerukan Gunung Ragas menimbulkan banyak dampak. Dampak positifnya seperti membuka lapangan kerja dan menyediakan batu kapur sebagai bahan baku pembuatan semen, keramik, dll. Tapi lebih dampak negatif daripada positifnya.
#1 Tubuh Gunung Ragas semakin habis
Dulu waktu saya masih kecil, dalam kurun waktu antara tahun 2004-2010, gunung kecil atau bukit di depan gunung utama bentuknya masih utuh walaupun sudah mulai dikeruk. Tahun 2020 hanya tinggal secuil, dan sekarang bukit itu sudah seratus persen lenyap dan kini menjadi danau di musim hujan. Ala-ala Ranu Kumbolo begitu, atau Telaga Sarangan mungkin hehehe. Gunung utama juga dikeruk di bagian tengah, lalu memanjang ke utara seperti kue yang sudah dipotong sebelah.
Hasil dari pengerukan itu menghasilkan banyak cekungan dalam. Kalau musim hujan, asalkan nggak banjir, bakal penuh dengan anak-anak muda yang mencari spot foto untuk dibikin konten. Apalagi kalau sudah kena sentuhan photoshop, wah sudah seperti Danau Baikal di Siberia. Padahal cuma cekungan-cekungan di tanah karena kerusakan alam. Sebuah realita yang sebenarnya bikin sedih.
Dan yang paling bikin khawatir adalah jika alam sudah mulai marah karena keserakahan manusia. Jika Gunung Ragas terus ditambang tanpa henti dan tanpa adanya upaya pemulihan dari pemerintah daerah, nggak akan sampai sepuluh tahun lagi gunung ini akan habis dan hanya tinggal nama. Anak cucu kita kelak mungkin akan mengira kalau Gunung Ragas hanya sebuah mitos.
#2 Warga desa tidak merasakan manfaat apapun
Yang namanya tambang, pasti dimana mana akan membuka lapangan kerja. Warga sekitar memang banyak yang bekerja di sana sejak Gunung Ragas dikeruk. Tapi ya yang namanya kerja ya kerja, dapat upah. Manfaat yang saya maksud disini bukan sekedar membuka lapangan kerja bagi masyarakat, tapi ya lebih ke pemberian kompensasi bagi warga sekitar. Dan selama ini nggak pernah ada kompensasi apapun dari pihak Pemda maupun perusahaan.