Niat hati, hanya belajar untuk jeda waktu tiga sampai empat bulan. Tapi karena janin di perut ini yang terus membesar, akhirnya kami mengambil keputusan untuk menunda kepulangan sampai saya melahirkan.
Seperti kehamilan pertama, saya ingin melakukan pemeriksaan ke dokter. Dokter di sini sangat jarang, bidan pun bukan bidan medis, hanya orang yang bisa dan terbiasa membantu persalinan. Sambil menunggu antrean pemeriksaan, saya berada di samping dua wanita yang sedang melangsungkan percakapan. Terdengar, dari awal sampai akhir pembicaraan hanya tentang Allah, Alquran dan Kitab lainnya. Tidak ada perkataan sia-sia, apalagi mengunjing. Sangat jauh berbeda dengan khalayak pada umumnya.
Setelah selesai pemeriksaan, untuk memperkuat janin yang ada di dalam rahim, dokter memberikan resep berupa buah Kurma dan Zaitun. Hal ini mengingatkan kembali pada kisah di jaman Rasulullah SAW., bahwa Kurma dan Zaitun adalah obat herbal yang banyak mengandung khasiat.
Sama halnya dengan wanita pada umumnya, saya yang berusia 24 tahun ini, tetap menginginkan kehadiran Ibu untuk menemani persalinan. Menghubungi Ibu di Bandung, Alhamdulillah Ibu dengan senang hati bersedia untuk datang ke Yaman. Padahal, jarak dari pusat kota ke tempat kami masih cukup jauh, sekitar empat sampai lima jam. Â
Menjelang persalinan, tak terduga ternyata ada rencana Allah yang lain. Tiba-tiba Ibu memberi kabar bahwa pinggangnya begitu sakit, tak mungkin untuk melakukan perjalanan jauh. Dan akhirnya, Ibu tidak jadi datang. Hal ini membuat saya cukup sedih, karena kehadirannya begitu diharapkan.
Sampai saat waktu untuk melahirkan tiba, saya dan suami sudah menunggu di ruang persalinan. Namun ternyata, dokter menyampaikan tidak boleh ada laki-laki walaupun itu suami, karena ruangan ini dikhususkan untuk perempuan saja, termasuk seluruh tim medis yang menangani persalinan. "Untuk yang menemani cukup ada Allah, Dokter dan Bidan", sahutnya. Ya Allah, memang betul bahwa Engkau selalu ada, tapi saya baru ke negeri ini, dan harus melahirkan seorang diri?
Dengan terus berusaha untuk memberanikan diri, saya teringat oleh kisah mulia Siti Maryam yang berada dalam Alquran. Tenang, ada Alquran sahabat setia, dan ada Allah yang selalu ada. Kisah Siti Maryam sangat jauh dengan kondisi saya saat ini. Bahkan, ia mampu melahirkan seorang diri, betul-betul seorang diri tanpa bantuan medis. Di bawah pohon kurma, bukan di Rumah Sakit. Iya, kalau Siti Maryam saja bisa kenapa saya tidak?
Sambil menunggu pembukaan, Dokter dan Bidan terus membaca Alquran yang berada dalam ingatannya. Bukan musik klasik dan sebagainya. Seketika terasa aliran darah begitu lancar dan saya melahirkan dengan mudah. Setelah bayi dibersihkan dan kondisi saya cukup baik, pada hari itu juga saya bergegas untuk pulang. Karena ruang perawatan yang sangat sedikit, sehingga akan dipakai untuk pasien selanjutnya. Tapi tak mengapa, karena saya ingin segera bertemu suami untuk memberi kabar baik ini pada orang tua di Bandung.
Saat usia anak kedua kami genap satu bulan, saya dan suami memutuskan untuk pulang. Malaikat cantik itu, kami beri nama Khadijah. Di rumah, begitu banyak yang merindukan kami. Tak rindu bagaimana, rencana hanya 3 sampai empat bulan, menjadi hampir satu tahun. Sesampainya di rumah, anak kami dicium, digendong, dan banyak keluarga yang ingin bergiliran mendapatkan kesempatan yang sama.
Kembali ke Indonesia, ternyata ujian untuk menikmati fasilitas lengkap kembali ada. Ingin kembali membuka media sosial, gadget, begitu menantang. Harus lebih berjuang lagi, mencoba dekat dengan Alquran lagi, tak semudah waktu di Yaman dulu yang kondisinya lebih kondusif karena jarang sinyal dan jarang listrik. Boleh ada hiburan dunia, tapi harus fokus sahabat utama, Alquran. Itu yang saya camkan dalam diri.
Sekitar kurang dari satu bulan kembali ke Indonesia, anak kedua yang lahir di Yaman, tiba-tiba mengalami susah tidur. Usianya kini menginjak 56 hari. Dua hari ini, saya dan suami bergiliran terjaga untuk menemaninya. Khadijah baru berhenti menangis, jika orangtuanya membacakan Alquran. Dan ketika kami tertidur, dia menangis lagi, seolah ingin ditemani.