Beberapa berpendapat, jika merek suatu produk disebut sebagai jenis dari produk itu sendiri, maka telah sukses dalam sosialisasi produk kepada khalayak. Sudah banyak contoh merek produk yang disebut sebagai jenis dari produk itu sendiri. Sama halnya dengan Tolak Angin, walaupun banyak merek dengan produk jual yang sama, ketika transaksi dengan kasir, yang ditanya apa? "Ada Tolak Angin?" "Tolak Angin sebelah mana?" dan pertanyaan seputar Tolak Angin lainnya. Padahal sudah jelas, nama Tolak Angin adalah nama jenis produk, bukan produk itu sendiri. Kalau pertanyaannya menjadi "Ada obat untuk mencegah dan mengobati masuk angin"? Akan dirasa aneh.
Pernah satu waktu saya menjadi panitia Family Gathering dari kantor. Saya ditunjuk sebagai petugas P3K saat itu. Hal yang terlintas pertama di kepala, ketika menjadi petugas P3K adalah membeli obat yang membuat nyaman di perjalanan. Saya menghitung tiap orang untuk mendapatkan 2 sachet Tolak Angin dalam sehari. Berkeliling di dalam bus, untuk menawarkan Tolak Angin, ada yang segera mengambil, ada juga yang bilang, "Saya mah kuat, ga usah minum begituan", baiklah P3K hanya menawarkan bantuan.
Perjalanan malam panjang dari bandung ke Pangandaran, hujan dan bis ac yang cukup dingin, serta medan jalan yang berbelok dan terjal, akhirnya membuat orang yang tadi menolak Tolak Angin menjadi berubah pikiran. Bukannya saya yang berkeliling menawarkan, malah orang tersebut yang menghampiri dan meminta Tolak Angin pada saya. Sambil tersenyum, saya beri yang dia pinta.
Untuk anak-anak pun demikian. Ada yang mengambil, ada juga yang ragu-ragu, katanya "Anak saya juga kuat, tapi minta dulu saja untuk jaga-jaga". Setelah dikonsumsi, orang tua tadi mengakui, walaupun anaknya kuat dan tidak mabuk di perjalanan, tetapi ada perbedaan ketika mengkonsumsi dan tidak mengkonsumsi Tolak Angin. Katanya, kondisi tubuhnya lebih fit dibanding dengan tidak mengkonsumsi sebelumnya. Akhirnya, liburan berjalan lancar, dan semua orang berada dalam kondisi fit.
Setelah liburan selesai, sisa-sisa obat saya simpan di kotak P3K. Takut jaga-jaga satu waktu dibutuhkan kembali oleh rekan kerja. Berselang lama, ternyata saya sendiri yang terkena sakit. Saat itu, saya merasa tenggorokan mulai tidak enak seperti gejala flu. Saya cek kembali di kotak P3K, ternyata masih ada Tolak Angin yang setia. Dengan meminta pertolongan Tuhan semoga segera disembuhkan, sembari usaha untuk mengobati sakitnya, bersyukur dengan jalan meminum Tolak Angin, kondisi saya berangsur membaik.Â
Hingga akhirnya, ketika berbelanja ke mini market, saya list Tolak Angin di daftar belanjaan untuk dikonsumsi sebagai amunisi daya tahan tubuh. Karena rutinitas saya yang padat, mudah cape dan juga terkadang kurang tidur, saya harus memiliki amunisi yang hebat untuk tetap menstabilkan kekebalan tubuh, sehingga tidak mudah sakit. Dulu pun saya mengira Tolak Angin hanya berkhasiat ketika masuk angin saja. Tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya ilmu, ternyata Tolak Angin tidak hanya untuk itu. Namun lagi-lagi, Tolak Angin Berkhasiat Lebih.
Bijaknya, saya bangga mengkonsumsi Tolak Angin, karena merupakan produk obat masuk angin terbesar dan asli Indonesia yang ramah lingkungan. Sebagai tanggung jawab Perusahaan, di lokasi sekitar pabrik, limbah cair diolah menjadi air yang dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Sedangkan limbah padat, diolah menjadi pupuk organik. Sangat ramah lingkungan bukan?
Jadi, tunggu apalagi? Selalu sediakan dan konsumsi Tolak Angin, untuk mengobati masuk angin, juga meningkatkan daya tahan tubuh. Tolak Angin, Berkhasiat Lebih. Selamat Sehat Masyarakat. Hangat di Lahir, Tenang di Batin. Orang pintar minum Tolak Angin Sido Muncul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H