Dia tersenyum kepadaku, senyumnya masih sama saat dia masih menjadi malaikat kecil, sekarang dia sudah beranjak dewasa, bahkan lebih dewasa dari aku.Ā
Dahalu kami adalah sahabat yang saling menyayangi, dia menjagaku seperti adiknya sendiri dan akupun menganggapnya seperti abangku sendiri.
Kami bersahabat sejak SD, saat itu aku berada di kelas 2 SD dan dia sudah menginjak kelas 4 SD, namun karena dia harus mengikuti ayahnya untuk tinggal di Bandung, karena pekerjaan ayahnya yang memang berpindah-pindah, akhirnya kami pun harus berpisah.Ā
Saat itu dia baru akan menginjak kelas 6 SD dan aku baru saja naik ke kelas 4, di tahun ajaran baru, aku benar-benar tidak melihatnya lagi, dia pergi bagai tertelan bumi, hilang begitu saja tanpa ada pesan sedikitpun untukku.
Aku selalu manangisi kepergiannya, bagiku dia sudah menjadi sebagian dari hidupku, dan sampai detik ini aku tak akan menyangka akan bertemu dengannya lagi di tempat yang sangat tak terduga.
"Haii" dia menegur membuyarkan lamunanku
"Ohh....haii" jawabku dengan sedikit kaget
"Haura, apakah benar kamu adalah Haura Lovina Anderson" tanyanya
"I-ii yaa, Aku Haura"jawabku masih gugup
Tiba-tiba dia memelukku dan menangis di pundakku, mataku memanas ada butiran-butiran air mataku yang terjatuh, tangisnya semakin kuat, pelukannya semakin erat, ternyata dia juga merasakan apa yang selama ini aku rasakan, yaitu rindu.
Dia pun melepas pelukannya dan beralih menatap mataku yang telah basah karena air mata.
"Maafkan aku" ucapnyaĀ
"Kenapa kamu minta maaf" jawabku bingung
"Aku pergi tanpa berpamitan dan membiarkanmu begitu saja" jelasnya
Aku masih tidak menyangka dia akan semerasa bersalah seperti ini, aku kira dia pergi memang sengaja tidak memberi tahuku karena memang aku sudah tidak penting dalam hidupnya, ternyata dugaanku selama ini salah, dan rinduku selama ini pun berbuah manis.
ya tuhan aku tidak merindukan orang yang salah.
"Tidak apa-apa Vano, bahkan aku bahagia kamu masih ingat aku" jawabku sambil mengusap air mata yang terus jatuh
Dia tersenyum sembari menatapku, oohhh tatapan yang sangat aku rindukan.
Diapun meminta kontakku dan dia berjanji akan mengeberiku nanti dan dia juga berjanji akan menemui di waktu dekat.
Setelah ku berikan kontakku, dia pergi dan mencium puncak kepalaku, aku hanya bisa merasakan tubuhku seperti mengeras kaku, lalu dia pergi sambil sedikit berlari.
Setelah dia pergi tidak terlihat oleh mataku, akupun memutuskan untuk pulang, bahkan aku lupa tujuan aku keluar rumah tadi mau kemana, aku hanya berharap aku akan segera sampai rumah dan masuk ke kamar ternyaman milikku.
Sesampainya di rumah, aku masuk ke kamarku dan mengunci pintu, aku masih terbayang-bayang kejadian beberapa menit yang lalu, rasanya seperti tidak mimpi tapi pelukan dan kecupannya seakan benar-benar terasa.
Yaaa tuhan, barusan kejadian apa yg aku alami.
Tidak terasa waktu begitu cepat, matahari menyilaukan mataku, ternyata ibu telah membuka gorden di kamarku, entah sejak kapan, pasti ibu sudah berusaha membangunkan aku, tapi aku tetap tidak bangun juga.
Aku langsung beranjak dari kasurku menuju kamar mandi untuk membersihkan badan, setelahnya aku berganti pakaian santai, karena ini memang hari libur, jadi ibu tidak akan sebawel itu untuk membangunkan aku, karena memang tidak sekolah, selesai aku ganti baju, aku pun menemui ibu dan ayah di meja makan.
"Alhamdulillah Haura anak papah sudah bangun"
"Iya pah, maaf ya Haura kesiangan"
"Tapi tadi solat subuhnya amankan"Ā
"Hehehe Haura libur pah solatnya"Ā
"Owwh Alhamdulillah, kirain tadi lewat solatnya, soalnya kata ibu kamu susah di banguninnya"
"Iya pah maaf, Haura terlalu cape semalam"
"Semalam kamu dari mana Hau, kok masuk ga salam dan langsung kunci pintu, untung ibu punya kunci cadangannya" Cecer ibu karena kepo aku kenapa
"Iya Bu maaf, Haura lagi gak mood semalam"
"Besok-besok jangan seperti itu ya, walaupun mengucap salam itu sunah tapi itu menjadi etika ketika memasuki rumah"Ā
"Iya Bu maafin Haura"
"Ya sudah, ayo di makan sarapannya"
Kita pun sarapan bersama, dan aku masih begelut dengan pikiranku atas kejadian semalam.
Tokkk tookk...
Tiba-tiba terdengar suara dari pintu.
"Biar ibu saja yang buka kan pintunya"
Aku dan papah pun hanya terdiam di meja makan.
"Ehhh yaampun... Pah, Haura, Lihat ini siapa yang datang" teriak ibu sedikit membuat aku dan papah kaget
Ternyata aku lebih kaget ketiak melihat siapa yang datang.
"Ya Allah.... Nak Vano, sudah lama tidak melihatmu, kemana saja kamu ini Vano" teriak papahku bahagia seakan bertemu dengan anaknya yang telah hilang
Akupun masih berdiri di tempatku, di belakang papahku, aku masih tidak percaya, Vano masih mengingat betul alamat rumahku.
"Haura... Ini Vano, apakah kamu tidak rindu padanya, kemarilah..." Panggil papa ku dengan semangat dan membuatku hampir terkena serangan jantung
Akupun menghampiri papah ku, dan mendekati Vano, dia tersenyum kepadaku, dan aku mengalihkan pandanganku, bukan karena aku membencinya, tapi rasa rindu ini yang membuat aku selalu menangis jika melihat mata itu, ingin rasanya aku menghambur kepelukannya, memeluknya yang lama, aku ingin marah kepadanya karena dia telah membuat aku hampir kehilangan semangat hidup, aku ingin bercerita kepadanya, sesakit apa aku menahan rindu, tapi yang aku bisa lakukan hanya diam, dan akhirnya suara mamahpunĀ
Memecah keheningan.
"Ehh ayo masuk, masa tamu ganteng gini cuma di depan pintu" celetuk mamah
"Iya ayo masuk nak Vano" lanjut papahku
"Iya Om Tante, gimana Vano mau masuk kalau Haura nutupin jalan Vani untuk masuk rumah" celetuknya dengan senyum jail khasnya
Oohh Tuhan, kenapa dia masih serese itu.
"Ohh yauda tuh jalan" jawabku sedikit sinis, karena kesal juga dia sudah berani-beraninya bercanda, sedangkan aku masih ingin menangis karena masih tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi, huft ternyata kamu benar-benar masih Vano yang dulu.
Ā
Kami pun duduk di ruang tamu bersama-sama, dan papah pun mulai banyak tanya kepadanya, mengapa ia pergi tanpa berpamitan, sepertinya pertanyaan yang ingin aku tanyakan pada Vano ludes di borong oleh papah, seakan papah tau isi kepalaku.
Dan mamah pun sibuk di dapur membuat camilan untuk tamu yang tersayang katanya.
Akupun hanya bisa terdiam dan menyimak pembicaraan mereka, sampai akhirnya saat yang ku tunggu-tunggu pun hadir, papah dan mamah meninggalkan kami berdua untuk berbincang-bincang.
Bukannya berbincang, tapi keheningan yang hadir, sungguh aku bingung akan memulai dari mana, kenapa sih dia g buka pembicaraan dulu.
Waktupun lewat begitu saja, dan kami masih sibuk bergelut dengan fikiran masing-masing, sampai akhirnya dia buka pembicaraan yang tidak aku harapkan.
"Yauda Ra aku pamit pulang ya"
Aku pun manautkan alis ku heran.Ā
Diapun tersenyum simpul, sambil berkata,
"Kenapa? Masih rindu ya? Ahahahh"Ā
Ya tuhan, menyebalkan sekali manusia satu ini.
Akupun menjawab tak kalah sinisnya,
"Iihh pede banget, yauda pulang Sana, dari tadi orangmah, buang-buang waktu"
"Yauda besok dandan yang cantik, nanti aku jemput jam 7 pagi, aku ingin melepas rindu tanpa harus ada mamah papah kamu" jawabnya sok ganteng
Tapi entah kenapa pipiku seperti ingin tersenyum, tapi aku tahan, belom sempat menjawab, dia pun pergi dengan memberikan senyuman termanis yang dia milikiĀ
"HAUUURAAAA BANGUUUNNN, Kamu tidur ngigau marah-marah sendiri, senyum-senyum sendiri, kesambet jin mana kamu" teriak mamahĀ
Ya Tuhan, ternyata aku masih tidur, aku bergegas mengecek handphone ku, dan ternyata belum ada notif nomor baru di hp ku, dan aku sangat kecewa karena dia tidak benar-benar mengabari ku secepatnya.
-Tamat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H