Selain faktor-faktor diatas , terdapat faktor sosio-emosional yang dinilai memiliki nilai-nilai yang akan melindungi anak dari bahaya sebagai saksi bullying di masa depan, seperti self-efficacy dan moral sensitivity. Faktor-faktor ini akan membantu individu mampu untuk menjadi penengah ketika menyaksikan kejadian perundungan (Thornberg & Jungert, 2013 dalam Olenik-Shemesh et al., 2015). Selanjutnya dukungan sosial dari keluarga, teman-teman, dan orang-orang penting di sekitar anak lainnya memiliki peran yang penting sebagai faktor protektif terkait dengan perundungan (Saylor & Leach, 2009 dalam Olenik-Shemesh et al., 2015).
Lantas bagaimana cara melindungi anak-anak kita dari bahaya menjadi saksi bullying?
Salah satu SD di kota Yogyakarta, yaitu SD Islam Terpadu Nurul Islam pernah melakukan pelatihan bertajuk "Pelatihan Peduli Sahabat" yang disusun oleh Fachrosi (2015) untuk anak-anak kelas V di sekolah tersebut. Pelatihan ini membentuk sistem bagi yang membantu melindungi anak-anak dari bahaya bullying yang berkelanjutan.
Program ini bertujuan untuk melindungi anak-anak dari bahaya akibat paparan bullying di lingkungan sekolahnya dengan mengajarkan cara-cara untuk mengontrol emosi ketika anak menjadi saksi dalam lingkaran bullying, selain itu juga anak-anak diajak untuk meningkatkan rasa tanggung jawab seperti menghentikan tindak bullying, melaporkan, atau mencari bantuan dan empati pada teman-temannya dalam satu lingkungan sekolah. Pelatihan ini memungkinkan anak-anak yang menjadi saksi tidak hanya melihat saja ketika terjadi bullying di depan matanya tetapi juga mengambil tindakan menolong korban. Disamping  itu juga melindungi anak-anak kita dari resiko yang mungkin di hadapinya di masa depan akibat terpapar adegan bullying.
Pelatihan dikemas dalam 2 sesi pertemuan masing-masing selama 100 menit. Pelatihan dapat dilakukan di aula sekolah dengan mengumpulkan semua murid dalam satu ruang atau di kelas-kelas. Peserta pelatihan adalah siswa-siswi dalam satu sekolah termasuk mereka yang pernah menjadi pelaku, korban, menjadi saksi, juga mereka yang belum terlibat dalam lingkaran bullying. Pelatihan dapat dilakukan dengan metode:
- Ceramah Pelatih menyampaikan materi pelatihan melalui presentasi oral yang menjelaskan mengenai definisi bullying, contoh-contoh bullying, jenis-jenis bullying dan pihak-pihak yang terkait dalam bullying serta menjelaskan peran penting saksi dalam menghentikan perundungan serta mengajarkan cara pelaporan bullying. Tujuan dari pemberian materi ini adalah memberikan pengetahuan pada peserta.
- DiskusiPeserta dikelompokkan dalam kelompok-kelompok dan melakukan diskusi terkait topik. Tujuan dari metode ini agar peserta dapat mengaplikasikan pemahaman mengenai materi dan dapat saling berbagai pengetahuan serta pengalaman yang kemudian menarik sebuah kesimpulan.
- Role playPeserta diminta memperagakan contoh-contoh kasus bullying serta cara pelaporan bullying. Tujuan dari metode ini adalah untuk memberikan pengalaman pada peserta untuk merasakan proses emosi yang dialami orang-orang yang terlibat dalam bullying serta mengplikasikan teknik-teknik pelaporan.
- GamesGames diberikan pada peserta sebagai media simulasi untuk memberikan pengalaman pada peserta serta membantunya memahami materi dalam setting yang berbeda.
Setelah pelatihan kemudian dilakukan evaluasi dengan  melakukan wawancara untuk melakukan membandingkan bagaimana kondisi-kondisi yang terjadi sebelum dan sesudah pelatihan.
Pelatihan ini menunjukkan hasil yang baik dengan kondisi anak-anak setelah pelatihan yang lebih mampu bertanggung jawab, peduli, dan berempati pada teman-temannya. Mereka mau menolong teman-temannya yang mengalami kesusahan. Melihat hasil yang positif ini, program pelatihan ini sangat baik untuk diadaptasi di sekolah-sekolah lain untuk melindungi anak-anak kita dari bahaya bullying.
Namun sebaiknya pelatihan ini tidak dilakukan sendiri saja, harus ada kerjasama dari pihak-pihak  seperti pemerintah daerah atau dinas pendidikan untuk memberikan pengarahan langsung pada pihak-pihak di sekitar anak seperti sekolah dan orangtua untuk mewujudkannya. Saran ini diberikan karena pertimbangan selain memberikan perlindungan psikologis pada diri anak, diperlukan support system dan sumber daya yang mendukung hal tersebut (Bloom, 1996).
Setelah pelatihan diberikan pada anak, pihak sekolah sebaiknya pelatihan atau pengarahan terpisah seperti seminar untuk memfasilitasi tindak pencegahan bullying di sekolah dengan memberikan informasi mengenai tindak-tindak bullying yang mungkin terjadi di sekolah. Pengarahan ini diberikan dengan harapan pihak sekolah juga terlibat seperti memberdayakan guru-guru untuk menyediakan tempat pengaduan bullying, pemberian perhatian pada muridnya, memasukkan pengajaran ini di kelas-kelas, memasang poster bullying, dan sebagainya. Tidak hanya pada pihak sekolah, pengarahan ini juga sebaiknya diberikan pada orangtua murid untuk memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian yang mungkin membahayakan bagi anak-anaknya di sekolah, sehingga orangtua pun dapat mengambil peran untuk mendukung dan memberikan nasihat bagi anak-anaknya.
Metode pelatihan ini merupakan salah satu bentuk pelatihan yang dapat Anda  gunakan atau jadikan contoh selaku orangtua dari anak-anak atau guru-guru yang memiliki keprihatinan akan maraknya tindak bullying di masa kini. Anda bisa masukkan program ini ke dalam materi sekolah atau dalam memberikan nasihat untuk anak-anak Anda. Dengan begitu generasi muda kita akan terlindungi dari resiko selama pertumbuhannya hingga beranjak dewasa. Tentu saja hal ini merupakan hal yang diinginkan semua orang. Oleh karena itu: