Mohon tunggu...
Alma Dwiny Kurnia
Alma Dwiny Kurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Mahasiswa dengan semangat yang tinggi dalam mengejar prestasi akademik maupun non akademik. Berorientasi pada tujuan dan memiliki keinginan kuat untuk terus belajar dan berkembang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pemanfaatan Ilmu Lingkungan Untuk Mendukung Manajemen Restorasi Ekosistem Mangrove di Indonesia

24 Desember 2024   14:23 Diperbarui: 24 Desember 2024   14:23 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mangrove Indonesia (sumber:cikoneng-ciamis.desa.id)

Ekosistem mangrove merupakan salah satu komponen penting dari lingkungan pesisir yang menyediakan berbagai layanan ekosistem, seperti penahan gelombang, penyerap karbon, tempat pemijahan biota laut, dan penyaring limbah. Dalam konteks manajemen restorasi ekosistem mangrove di Indonesia, ilmu lingkungan berperan strategis dalam mengintegrasikan berbagai aspek biofisik, sosial-ekonomi, dan kebijakan.

Kajian teori yang relevan dengan restorasi ekosistem mangrove mencakup konsep ekologi restorasi, pengelolaan berbasis ekosistem, dan pendekatan partisipatif dalam manajemen lingkungan. Ecological Restoration (Bradshaw, 1987) menjelaskan bahwa keberhasilan restorasi bergantung pada kemampuan mengembalikan fungsi ekosistem yang terganggu melalui analisis ilmiah yang terencana. Dalam konteks mangrove di Indonesia, ilmu lingkungan memungkinkan analisis mendalam terhadap penyebab degradasi, potensi restorasi, dan pengembangan model berbasis masyarakat yang adaptif terhadap kondisi lokal.

Kerusakan mangrove di Indonesia, yang mencapai 637.000 hektar (World Resources Institute, 2023), memerlukan pendekatan manajemen yang holistik. Salah satu penyebab utama kerusakan mangrove adalah konversi lahan menjadi tambak, yang menyumbang sekitar 70% dari total kerusakan (KKP, 2023). Selain itu, urbanisasi di wilayah pesisir, seperti yang terjadi di kawasan Teluk Jakarta, telah menyebabkan hilangnya sekitar 30% area mangrove dalam 20 tahun terakhir (Jakarta Environmental Agency, 2022). Degradasi ini mengganggu fungsi ekosistem mangrove, termasuk pengurangan stok karbon hingga 1,5 miliar ton CO2e (FAO, 2022). Oleh karena itu, solusi berbasis ilmu lingkungan menjadi krusial untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem.

Pendekatan Biofisik dan Teknologi

Restorasi ekosistem mangrove membutuhkan pendekatan berbasis ilmu lingkungan yang menggabungkan analisis biofisik, teknologi, dan sosial-ekonomi. Dalam aspek biofisik, penggunaan teknologi geospasial menjadi alat yang efektif untuk memetakan kondisi ekosistem mangrove. Penelitian Universitas Gadjah Mada (2022) menemukan bahwa pemanfaatan teknologi drone dan citra satelit mampu mengidentifikasi wilayah yang prioritas direhabilitasi dengan akurasi hingga 85%. Teknologi ini membantu dalam menentukan lokasi penanaman kembali mangrove dengan spesies yang sesuai, seperti Rhizophora mucronata untuk wilayah pesisir berlumpur dan Avicennia marina untuk daerah yang lebih berpasir.

Pendekatan Sosial-Ekonomi

Dari perspektif sosial-ekonomi, restorasi mangrove tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan masyarakat lokal. Kajian teori dari Participatory Environmental Management (Pretty, 1995) menekankan bahwa keberhasilan proyek lingkungan bergantung pada partisipasi aktif masyarakat. Di Indonesia, model restorasi berbasis komunitas yang melibatkan kelompok nelayan telah berhasil diimplementasikan di Brebes, Jawa Tengah. Proyek ini, yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB), berhasil merehabilitasi 200 hektar mangrove dalam tiga tahun dengan melibatkan masyarakat dalam pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan. Selain memulihkan ekosistem, program ini juga meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar 30% melalui pengembangan ekowisata dan usaha perikanan yang berkelanjutan (ADB, 2021). Pendekatan semacam ini perlu diadopsi secara luas di wilayah lain, seperti Sumatera Utara dan Kalimantan Timur.

Solusi Alternatif

Solusi alternatif yang dapat diterapkan mencakup penguatan regulasi, pemberdayaan masyarakat, dan inovasi teknologi. Regulasi yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah konversi lahan mangrove, seperti revisi Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir. Selain itu, pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan dan pendidikan lingkungan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam program restorasi. Sebagai contoh, program Mangrove for the Future (MFF) di Aceh berhasil meningkatkan keterampilan masyarakat lokal dalam pengelolaan mangrove secara berkelanjutan. Inovasi teknologi, seperti aplikasi berbasis digital untuk memonitor pertumbuhan mangrove yang dikembangkan oleh startup Indonesia Mangrove Map, dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas program restorasi.

KESIMPULAN

Ilmu lingkungan menyediakan landasan yang kuat untuk mendukung manajemen restorasi ekosistem mangrove di Indonesia. Pendekatan multidimensional yang mengintegrasikan analisis biofisik, teknologi, sosial-ekonomi, dan kebijakan memberikan solusi komprehensif terhadap tantangan yang dihadapi. Dalam konteks perubahan iklim dan degradasi lingkungan yang semakin parah, langkah-langkah strategis berbasis ilmu lingkungan tidak hanya berkontribusi pada pelestarian ekosistem mangrove, tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Keberhasilan restorasi mangrove di Indonesia bergantung pada komitmen kolektif semua pihak untuk mengimplementasikan solusi berbasis sains secara konsisten dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun