oleh : Allyanindri Arsyta, Haikal Yandri, Heliza Afifa, Jessica Meisya, Radit Weno R
PENDAHULUAN
Penegakan hukum di Indonesia merupakan salah satu pilar penting dalam menciptakan keadilan, ketertiban, dan kemanfaatan bagi masyarakat. Sebagai negara hukum (rechtstaat) yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat 3 dan Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945, Indonesia menjunjung tinggi prinsip supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum, dan due process of law (Moho, 2019; Hutagalung, 2011). Namun, dalam praktiknya, penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Implementasi penegakan hukum sering kali menunjukkan dominasi nilai kepastian hukum atas keadilan dan kemanfaatan masyarakat, yang berujung pada kekecewaan publik terhadap sistem peradilan. Bahkan, survei Indonesian Political Opinion (IPO) menunjukkan bahwa tingkat ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum mencapai 64%, dengan korupsi menjadi salah satu penyumbang terbesar ketidakpercayaan tersebut (Candra & Sinaga, 2021). Selain itu, berbagai kesenjangan dalam penegakan hukum, seperti lemahnya independensi aparat hukum, politisasi, dan diskriminasi, menambah kompleksitas permasalahan. Realitas ini diperparah oleh praktik diskriminatif yang sering kali tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, di mana pelanggaran oleh rakyat kecil sering ditindak tegas sementara kasus besar melibatkan pejabat kerap berakhir tanpa hukuman yang setimpal (Bagus, 2022).
Dalam konteks ini, persepsi mahasiswa hukum terhadap penegakan hukum di Indonesia menjadi isu yang sangat relevan untuk dibahas. Sebagai generasi penerus, mahasiswa hukum tidak hanya belajar teori di bangku kuliah, tetapi juga berhadapan dengan tantangan nyata dalam memahami dan merespons realitas hukum yang ada. Sebagai calon praktisi dan intelektual hukum, mahasiswa memiliki peran penting dalam menganalisis, mengkritisi, dan memberikan solusi terhadap problematika hukum. Pandangan mereka dapat mencerminkan evaluasi kritis terhadap efektivitas institusi penegak hukum, substansi hukum, serta budaya hukum yang berkembang di tengah masyarakat. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa efektivitas penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh koordinasi antara substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Tanpa integrasi yang baik dari ketiga elemen ini, hukum tidak akan mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat (Friedman dalam Bagus, 2022)
Mahasiswa hukum juga menghadapi tantangan besar dalam menghadapi kesenjangan antara teori yang dipelajari dan praktik yang ada. Seperti yang dicatat Hikmahanto Juwono, problematika hukum meliputi kompleksitas birokrasi, lemahnya kapasitas sumber daya manusia, hingga budaya hukum yang permisif terhadap pelanggaran (Putri & Basagili, 2024). Situasi ini menuntut pendekatan yang lebih humanis dan progresif dalam penegakan hukum, terutama untuk mengatasi masalah diskriminasi dan ketimpangan hukum yang telah menjadi sorotan publik.
Dengan demikian, melalui artikel ini, penelitian ini bertujuan mengeksplorasi persepsi mahasiswa hukum terhadap realitas penegakan hukum di Indonesia. Tidak hanya mengungkap pandangan mereka, tetapi penelitian ini juga berusaha memahami bagaimana persepsi ini dapat menjadi pijakan untuk mendorong reformasi hukum yang lebih adil dan menyeluruh. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi penggerak utama dalam mewujudkan cita-cita hukum yang berkeadilan, serta memberikan kontribusi nyata bagi sistem hukum Indonesia.
PEMBAHASAN
Berdasarkan wawancara dengan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas, penegakan hukum di Indonesia dinilai masih jauh dari optimal. Beberapa faktor utama yang dianggap menjadi hambatan dalam pelaksanaannya adalah korupsi, lemahnya integritas aparat penegak hukum, serta sistem peradilan yang dinilai kompleks dan berbelit-belit. Masalah-masalah ini mengemuka sebagai isu utama yang memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Korupsi, misalnya, dianggap sebagai ancaman serius yang menggerogoti fondasi negara hukum dan menjadi penghalang utama dalam menciptakan sistem hukum yang adil dan transparan. Kondisi ini sesuai dengan pandangan yang menyebutkan bahwa korupsi tidak hanya merusak integritas aparat penegak hukum, tetapi juga memperburuk ketimpangan dalam penerapan hukum di Indonesia (Bagus, 2022; Hutagalung, 2011).
Selain itu, sistem peradilan yang dianggap terlalu rumit juga menjadi sorotan. Mahasiswa menyatakan bahwa proses hukum yang panjang dan birokrasi yang tidak efisien sering kali menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Kompleksitas ini menciptakan celah bagi praktik-praktik tidak etis, seperti jual beli hukum dan manipulasi proses peradilan, yang semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Pandangan ini selaras dengan kritik terhadap sistem peradilan Indonesia yang kerap menghadapi tantangan dalam menegakkan prinsip due process of law secara konsisten (Candra & Sinaga, 2021).
Di sisi lain, mahasiswa hukum juga mengidentifikasi adanya beberapa perkembangan positif dalam penegakan hukum di Indonesia. Digitalisasi dalam sistem peradilan, misalnya, dianggap sebagai langkah maju untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Inisiatif ini mencakup penerapan teknologi dalam pengelolaan kasus hukum, sehingga akses masyarakat terhadap proses hukum menjadi lebih mudah. Selain itu, perkembangan regulasi yang adaptif serta munculnya pendekatan penegakan hukum yang lebih progresif juga dilihat sebagai indikasi bahwa reformasi hukum sedang berlangsung. Namun, mahasiswa menekankan bahwa perkembangan ini masih belum cukup untuk mengatasi berbagai tantangan struktural dan kultural yang ada.
Persepsi mahasiswa terhadap penegakan hukum di Indonesia mencakup pandangan positif dan negatif. Di satu sisi, mereka menghargai upaya pemerintah dalam memperbaiki sistem hukum melalui digitalisasi dan penyempurnaan regulasi. Di sisi lain, mereka juga mengkritik ketimpangan hukum yang masih terjadi, di mana rakyat kecil sering menjadi sasaran penerapan hukum yang ketat, sementara pelanggaran besar oleh pejabat atau kelompok berkuasa kerap tidak mendapatkan sanksi yang setimpal. Hal ini memperkuat pandangan bahwa hukum sering kali tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, mencerminkan lemahnya prinsip kesetaraan di depan hukum (equality before the law) dalam praktiknya (Hutagalung, 2011; Bagus, 2022).
Mahasiswa juga mengungkapkan pandangan mengenai peran mereka sebagai bagian dari masyarakat hukum. Mereka menilai bahwa penting untuk memulai perubahan dari tingkat individu dengan mematuhi aturan hukum, meningkatkan kesadaran hukum, dan mengedukasi masyarakat luas tentang pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan. Selain itu, mahasiswa melihat diri mereka sebagai pengawas yang dapat melaporkan pelanggaran hukum kepada pihak berwenang, serta sebagai bagian dari masyarakat yang menghormati dan mendukung tegaknya supremasi hukum. Peran ini, menurut mereka, adalah bentuk kontribusi nyata dalam mendorong perbaikan sistem hukum Indonesia yang lebih adil dan inklusif.
Dengan pandangan yang mencakup dimensi positif dan negatif, mahasiswa hukum Universitas Andalas menunjukkan bahwa mereka memiliki kesadaran kritis terhadap berbagai persoalan penegakan hukum di Indonesia. Mereka menilai bahwa meskipun ada perkembangan dalam sistem hukum, tantangan besar seperti korupsi, ketimpangan hukum, dan birokrasi yang rumit masih menjadi hambatan utama. Persepsi ini mencerminkan kebutuhan akan reformasi hukum yang lebih komprehensif untuk mewujudkan sistem hukum yang tidak hanya responsif tetapi juga berkeadilan, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945 (Candra & Sinaga, 2021; Hutagalung, 2011; Bagus, 2022).
KESIMPULAN
Penegakan hukum di Indonesia merupakan pilar penting dalam menciptakan keadilan, ketertiban, dan kemanfaatan bagi masyarakat. Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan signifikan, seperti korupsi, lemahnya integritas aparat penegak hukum, serta sistem peradilan yang kompleks dan birokratis. Kendala-kendala ini tidak hanya menghambat supremasi hukum tetapi juga memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia.
Di sisi lain, terdapat perkembangan positif dalam penegakan hukum, seperti digitalisasi sistem peradilan dan upaya reformasi regulasi. Namun, kemajuan ini masih belum cukup untuk mengatasi tantangan struktural yang ada. Persepsi mahasiswa hukum Universitas Andalas mencerminkan pandangan yang seimbang antara harapan terhadap kemajuan hukum dan kritik terhadap ketimpangan serta praktik diskriminatif dalam penegakan hukum.
Sebagai generasi penerus yang akan berperan dalam sistem hukum, mahasiswa hukum menunjukkan kesadaran akan tanggung jawab mereka untuk mematuhi aturan hukum, meningkatkan kesadaran masyarakat, serta berkontribusi dalam mewujudkan reformasi hukum. Dengan pendekatan yang lebih berkembang dan mencakup semua pihak, peran mahasiswa dapat menjadi salah satu motor penggerak menuju sistem hukum yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H