Politik luar negeri bebas aktif merupakan prinsip yang telah lama dipegang teguh oleh Indonesia. Penerapan prinsip ini dapat berubah karena kebijakan harus menyesuaikan kondisi domestik dan internasional untuk mencapai kepentingan nasional, yakni tujuan yang dicapai negara melalui peran pemerintah dalam menjalankan hubungan dengan dunia internasional, berdasar aspirasi masyarakat.
Sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia, pemaknaan prinsip bebas aktif mengalami perkembangan, yang mengikuti dinamika politik Indonesia dan global. Penentuan arah dan pemaknaan politik luar negeri bebas aktif ini terutama dipengaruhi oleh peran presiden sebagai pemimpin negara.
Di bawah kepemimpinan presiden, pemerintah Indonesia harus menghasilkan kebijakan yang bebas aktif dan merefleksikannya di kancah domestik dan internasional. Walau terdapat perbedaan makna, masing-masing pemimpin negara merancang politik luar negeri Indonesia yang berkarakter bebas aktif dengan tujuan untuk mencapai sekaligus melindungi kepentingan nasional di setiap masanya.
Pada era Presiden Jokowi periode kedua, prinsip bebas aktif juga memiliki perkembangan pemaknaan. 'Bebas' didefinisikan sebagai kebebasan Indonesia dalam memilih cara menyikapi masalah-masalah internasional sebagai negara non-blok yang berdaulat.
Sementara itu, 'aktif' dimaknai sebagai keterlibatan kontinu Indonesia dalam menyelesaikan masalah global. Pemaknaan prinsip tersebut terimplementasi saat ditunjuknya Indonesia sebagai pemimpin Konferensi Tingkat Tinggi G20 Bali 2022.
G20 merupakan sebuah forum kerjasama multilateral yang terdiri dari 19 negara terkemuka dan Uni Eropa (EU). G20 mencerminkan lebih dari 60% populasi dunia, 75% perdagangan internasional, serta 80% produk domestik bruto global.
Dengan menjadi tuan rumah Presidensi G20 di tahun 2022, Indonesia dapat memperlihatkan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif di mata dunia. Hal ini dikarenakan posisi dan peran Indonesia yang strategis untuk membangun konsensus global melalui kerja sama multilateral yang berfokus pada kerja sama inklusif, keberlanjutan, dan pemulihan pasca-pandemi.
Mengusung tema "Recover Together, Recover Stronger", Indonesia menyampaikan pesan persuasif ke dunia internasional untuk saling bahu-membahu sehingga mampu pulih bersama dan tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.
Indonesia memanfaatkan kesempatannya sebagai pemimpin G20 untuk bergerak merepresentasikan kepentingan negara-negara berkembang, dengan penekanan pada tiga pilar utama: Global Health Architecture, Digital Transformation, dan Sustainable Energy Transition.
Indonesia sebagai tuan rumah, berhak menetapkan agenda yang memiliki tingkat relevansi tinggi bagi keperluan negara-negara berkembang. Selain itu, Indonesia juga harus merancang dan memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang akan digunakan di agenda-agenda G20.
Dalam pelaksanaannya, G20 memiliki Jalur Kerja atau Workstreams. Jalur kerja tersebut terdiri atas dua, yaitu Jalur Keuangan atau Finance Track dan Jalur Sherpa atau Sherpa Track.