Mohon tunggu...
Aloysius Teme
Aloysius Teme Mohon Tunggu... Guru - Penggemar sastra dan tulisan ringan yang menginspirasi

Ingin berkreasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggugat Realitas dalam Narasi Nilai Pancasilais

16 Februari 2022   11:00 Diperbarui: 16 Februari 2022   11:03 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nilai yang terdalam dari ikatan ini adalah toleransi dengan mereka yang berbeda. Sebagai bangsa yang plural, perlu ditanamkan rasa persaudaraan tanpa harus saling membeda-bedakan suku, agama, rasa, bahasa, dan budaya. Solidaritas menjadi senjata utama untuk membangun rasa persaudaraan itu.

Terbuka untuk mengenal, memahami, dan menerima perbedaan tersebut sebagai bagian dari kehidupan bersama yang harmoni, menjadi salah satu alternatif untuk meminilasir adanya konflik antar suku, agama, ras, dan budaya.

-Sila keempat: Kerakyatakan yang Dipimpin oleh Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Rumusan Sila keempat ini lebih merujuk kepada para pemimpin atau wakil rakyat yang dipercayakan untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Mereka yang dipercayakan oleh rakyat, bukan atas nama golongan, agama, suku, atau budaya tertentu, tetapi mewakili seluruh rakyat. Akan tetapi, akhir-akhir ini, realitas menunjukkan adanya penyimpangan makna dari rumusan ini. Para pemimpin lebih cenderung untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Kenyataan yang demikian, tidak hanya melukai dan menodai kepercayaan masyarakat, tetapi juga menodai kesepakatan bersama. Adanya pembedaan antara yang mayoritas dan minoritas semakin nampak di dalam kehidupan bersama. Pertanyaannya, di mana kebijaksanaan yang diwakili?

Dengan demikian, untuk meminimalisir adanya tindakan penyimpangan dan pencarian keuntungan pribadi, orang hendaknya melihat kembali nilai-nilai yang hendak dicapai oleh bangsa ini. Keadilan sosial seperti yang tertuang di dalam sila kelima, hendaknya menjadi prioritas dan bukan opsi kedua yang dapat diabaikan kapan saja. 

Keterbukaan untuk melihat kembali pada nilai-nilai yang telah diupayakan bersama hendaknya dibangun kembali, agar nilai-nilai tersebut tidak lagi mengambang, melainkan di daratkan pada realitas kehidupan bersama.

-Sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Tujuan bersama yang hendak dicapai oleh bangsa ini adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Perlu dipertanyakan lebih lanjut, apa itu sosial dan apa itu Indonesia? Sosial memiliki makna bukan parsial atau individual melainkan komunal. 

Sedangkan, Indonesia memiliki cakupan mulai dari Sabang-Merauke, Miangas-Pulau Rote. Dengan demikian, keadilan sosial berarti keadilan yang mencakup seluruh lini kehidupan masyarakat mulai dari Sabang-Merauke, Miangas-Pulau Rote. Keadilan bukan milik individual atau parsial tetapi milik komunal (bersama) yang berdiam dalam naungan ibu pertiwi Indonesia ini.

Keadilan sosial di dalam kehidupan bersama hendaknya mulai ditata kembali agar nilai suci dari sila ini boleh dirasakan oleh segenap masyarakat Indonesia dan bukan hanya sebagian warga. 

Konsep minoritas dan mayoritas hendaknya ditinggalkan di dalam kehidupan bersama, karena nilai dan tujuan utama bangsa ini adalah keadilan dan kesejahteraan bersama, bukan milik kaum minoritas atau mayoritas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun