Mohon tunggu...
Aloysius Teme
Aloysius Teme Mohon Tunggu... Guru - Penggemar sastra dan tulisan ringan yang menginspirasi

Ingin berkreasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggugat Realitas dalam Narasi Nilai Pancasilais

16 Februari 2022   11:00 Diperbarui: 16 Februari 2022   11:03 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman. Keberagaman ini diikat dengan semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’, berbeda-beda, tetap satu. Terdapat beribu-ribu pulau dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, Miangas hingga Pulau Rote.

Semasa sekolah dasar dulu, kami dengan bangga dan lantang menyanyikan lagu “Dari Sabang sampai Merauke” sebagai lagu kebangsaan yang menyatukan perbedaan. Lagu ini menjadi motivator tersendiri bagi kami anak-anak Nusa Tenggara Timur untuk mengenal saudar-saudara kami yang berada di belahan Nusantara ini.

Lirik yang paling berkesan bagi saya adalah “...Indonesia tanah airku, aku berjanji padamu, menjunjung tanah airku, tanah airku Indonesia”. Ada sebuah janji yang terpatri di sana.

Janji yang mengandung dan mengundang setiap orang untuk bertanggung jawab atas tanah air ini. Pertanyaannya, Apakah janji itu sudah terpenuhi atau sebaliknya ditiadakan?  

Realitas

Kompas edisi 14-20 Agustus 2006 menuliskan edisi khusus bertajuk, “Sulitnya Hidup Bersama” dengan memperlihatkan Indonesia sebagai “Negara Seribu Konflik”.

Di sana diperlihatkan betapa kondisi toleransi di Indonesia sebetulnya masih sangat mengkhawatirkan. Perjumpaan budaya menjadi sangat rentan terhadap konflik dan kekerasan telah menjadi kenyataan di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Sampit, Ambon, Poso, dan Timika.

Pada tanggal 26 maret 2016 lalu, Presiden Jokowi menyerukan “Siarkan Terus Narasi Kebhinekaan”, saat menghadiri Silaturahmi Nasional Jam’iyah di Pondok pesatren Musthafawiyah, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Pada tanggal yang sama, kompas mengusung tema; ”Kerukunan Jadi Keharusan”, karena kekerasan bernuansa suku, agama, ras dan antar-golongan masih menjadi masalah yang berpotensi merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.  Lalu, Di mana tanggung jawab kita yang sering kita kumandangkan lewat lagu-lagu kebangsaan kita.

Akhir-akhir ini sering terjadi pertikaian, penganiayaan, pembunuhan , pemerkosaan dan yang paling marak adalah penistaan agama. Persoalan-persoalan ini bersentuhan langsung dengan manusia sebagai agen memicu persoalan dan penyelesaiannya. Hanya manusia yang memiliki kemapuan untuk memanajemen segala sesuatu menjadi lebih baik atau lebih buruk sesuai dengan motivasinya. Kemampuan dan keberadaan manusia yang intelektual, sensitif, afektif, dan biologis inilah yang membuatnya menyandang gelar persona atau pribadi yang utuh.  

Inilah yang menuntut pertanggung jawaban kita. Selama ini kita sebagai warga masyarakat, menuntut keadilan dan kesejahteraan kepada negara, sekarang tiba saatnya bangsa menuntut tanggung jawab setiap kita yang bernaung padanya. Maka dari itu, setiap kita hendaknya membangun kesadaran akan janji yang sering kita kumandangkan lewat lagu-lagu kebangsaan sebab realitas saat ini menuntut tindakan aktif dan bukan sekadar bernyanyi ria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun