Mohon tunggu...
Alliya Helmi Anggraini
Alliya Helmi Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa semester 4 di salah satu universitas Islam yang ada di Surakarta. Saya memiliki ketertarikan yang cukup tinggi dalam hal menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Hukum Perdata Islam Indonesia: Hukum Perkawinan Beserta Ruang Lingkupnya

26 Maret 2023   19:48 Diperbarui: 26 Maret 2023   19:56 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia

Hukum perdata Islam di Indonesia merupakan seperangkat aturan yang mengantur mengenai hubungan perseorangan dengan orang lain atau mengatur mengenai hubungan hak dan kewajiban perseorangan dalam lingkup warga negara Indonesia yang mana aturan hukumnya bersumber dari Al-Qur'an dan juga hadits Nabi. Hukum Perdata Islam dapat juga disebut dengan muamalah yakni segala bentuk aturan dan ketentuan yang mengatur hubungan antar manusia satu dengan manusia lainnya. 

Ruang lingkup dari hukum perdata Islam di Indonesia diantaranya meliputi perikatan, perkawinan, perjanjian dst. Hadirnya Hukum perdata Islam di Indonesia ini disebabkan karena mayoritas masyarakatnya yang beragama Islam dan mengingat bahwasannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat senantiasa saling berhubungan satu sama lainnya yang mana hal tersebut memerlukan sebuah pedoman. Pedoman tersebut berupa nilai-nilai sosial yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist. 

Perkembangan Hukum Perdata Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia, pada zaman dahulu Islam pertama kali masuk di Indonesia melalui jalur perdagangan yang dilakukan oleh saudagar  Islam dari negeri Timur Tengah. Dapat dipahami bahwasannya secara tidak langsung selain menyebarkan Islam para saudagar tersebut juga memberikan pemahaman tentang perikatan yang didasarkan dengan hukum Islam ,yang mana hal tersebut termasuk dalam Hukum Perdata Islam.

Prinsip Perkawinan Menurut UU No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Menurut agama Islam tujuan dari perkawinan sendiri yaitu untuk mewujudukan keluarga yang sakinah mawaddah  dan warahmah bagi kedua mempelain. Tidak berhenti pada itu saja tujuan dari perkawinan menurut hukum positif yaitu untuk membentuk keluarga  yang bahagia dan harmonis. 

Dari kedua jenis hukum tersebut, perkawinan hadir dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, agar dapat mencapai tujuan tersebut terdapat prinsip-prinsip  perkawinan yang dapat dijadikan sebagai pegangan oleh kedua mempelai dalam membina rumah tangganya. Prinsip-prinsip perkawinan tersebut dapat ditinjau menurut UU No 1 Tahun 1974 dan juga Kompilasi hukum Islam. Adapun dibawah ini prinsip perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974 yaitu :

  • Tujuan dari pernikahan adalah pernikahan yang kekal. Berdasarkan prinsip ini maka pernikahan yang dilaksanakan oleh kedua mempelai bertujuan untuk mencapai hubungan pernikahan yang kekal hingga kakek nenek.
  • Dilakukan sesuai dengan kepercayaan agama masing-masing. Prinsip ini secara tidak langsung menyatakan bahwasannya pernikahan  dinilai sah apabila dilakukan sesuai dengan kepercayaan masing-masing dan sekaligus melarang adanya pernikahan beda agama.
  • Pernikahan monogami, dan poligami diperbolehkan namun dengan izin. Artinya pernikahan dianjukan untuk hanya memiliki satu orang istri saja, namun apabila dalam menjalani kehidupan rumah tangga dihadapkan dengan permasalahan yang mengharuskan untuk melakukan poligami maka poligami bukan sesuatu yang dilarang asal dengan izin dari istri pertama.
  • Batas usia perkawinan. dalam UU No 1 Tahun 1974 batas usia diperbolehkannya seseorang untuk menikah adalah 19 tahun apabila kurang dari usia tersebut maka dapat mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.
  • Putusnya perkawinan karena keputusan pengadilan. Dalam perkawina tidak semua pertengkaran/ alasan perceraian dapat dibawa ke pengadilan. Terkadang banyak pasangan suami istri yang engan untuk mendaftarkan atau mengajukan gugatan. Atau prinsip ini dapat diartikan bahwasannya perkawinan tidak hanya dapat terputus apabila suami menjatuhkan talak, melainkan juga dapat terputus apabila pihak istri mengajukan gugatan kepada pengadilan.
  • Kedudukan suami dan istri seimbang. Dalam hubungan pernikahan antara suami dan istri memiliki kedudukan yang sama tidak ada yang lebih unggul daripada satunya.
  • Pencatatan perkawinan. menurut UU No 1 Tahun 1974, perkawinan yang telah dilangsungkan harus dicatatkan ke pengawai pencatatan nikah dengan tujuan agar perkawinan tersebut memiliki kekuatan hukum.

Adapun prinsip-prinsip perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam diantaranya yaitu :

  • Adanya persetujuan dari kedua belah pihak. Artinya dalam melangsungkan perkawinan kedua mempelai harus saling suka dan setuju untuk melakukan pernikahan. serta tidak diperkenankan adanya unsur paksaan. Berdasarkan prinsip ini maka pernikahan karena perjodohan itu tidak diperbolehkan.
  • Larangan menikah dengan saudara senasab hubungan kerabat, semenda dan sepersusuan. Islam melarang adanya pernikahan dengan seseorang yang termasuk ke dalam golongan yang dilarang untuk dinikahi. Yang mana diantaranya yaitu senasab, kerabat, semenda dan sepersusuan. Larangan tersebut bertujuan untuk melindungi keturunan.
  • Terpenuhi syarat dan rukun nikah. Dalam melangsungkan perkawinan terdapat beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi, apabila rukun dan syarat tersebut tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut dinilai tidak sah.
  • Tujuan perkawinan adalah rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Sama dengan prinsip perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974, tujuan dari perkawinan yaitu mewujudkan keluarga yang bahagia  serta dipenuhi kasih saying.
  • Hak dan kewajiban suami istri seimbang. Dalam perkawinan suami dan istri memiliki posisi yang setara tidak ada yang lebih unggul satu sama lainnya.
  • Perceraian di persulit. Meskipun perceraian dalam Islam tidak dilarang akan tetapi prinsip perkawinan menurut kompilasi hukum islam ini mempersulit proses perceraian dengan tujuan untuk mengurangi jumlah angka perceraian.

Latar belakang pernikahan yang dilakukan tidak dicatatkan atau tidak dilakukan pencatatan di depan PPN

Yang melatarbelakangi sebuah pernikahan tidak dilakukan pencatatan di depan PPn adalah adanya kesepakatan antara kedua pasangan untuk tidak mencatatkan perkawinan dikarenakan hubungan yang mereka jalani adalah hubungan terlarang seperti perselingkuhan. Sehingga kedua mempelai tersebut memilih untuk tidak mencatatkan perkawinannya dikarenakan takut apabila hubungan mereka tersebut diketahui oleh pihak korban perselingkuhan tersebut. 

Selain hal tersebut yang melatarbelakangi tidak dicatatkan perkawinan adalah pemahaman masyarakat yang masih rendah terkait pentingnya pencatatan perkawinan, umumnya masyarakat tidak terlalu mementingkan pencatatan perkawinan mereka hanya terfokus pada pernikahan tersebut sah apabila sudah terpenuhi syarat dan rukunnya. Untuk selebihnya sudah bukan menjadi prioritas utama lagi. 

Umumnya hal ini banyak ditemukan di daerah-daerah terpencil yang mana masih banyak pernikahan yang dilangsungkan melalui tokoh agama. Kemudian latarbelakang yang lain adalah ketidaktahuan masyarakat tentang cara mencatatkan perkawinan yang telah dilangsungkan sehingga mereka mengurungkan niatnnya untuk mencatatkan perkawinannya.

Solusi terhadap permasalahan tersebut adalah memberikan sosialisai kepada masyarakat khususnya masyarakat yang berada di wilayah tertinggal mengenai pentingnya pencatatan perkawinan itu sendiri. 

Dengan adanya sosialisai terkait hal tersebut akan sedikit membuka pemikiran masyarakat sehingga secara perlahan masyarakat mulai mencatatkan perkawinan yang telah dilangsungkan kepada pengawai pencatat nikah. Selain dengan sosialisasi akan pentingnya pencatatan perkawinan, dapat juga dengan mengadakan pembinaan terkait step-step dalam mencatatkan perkawinan. Dengan demikian masyarakat akan tahu dan paham bagaimana cara mencatatkan perkawinan.

Pencatatan perkawinan perlu dilakukan dan hikmah dari pencatatan perkawinan

Pencatatan perkawinan perlu dilakukan setelah melangsungkan perkawinan. mengapa demikian? Sebab pencatatan perkawinan merupakan sebuah upaya untuk memberikan jaminan hukum terhadap perkawinan. sehingga perkawinan tesebut memiliki kekuatan hukum. 

Untuk apa sih kekuatan hukum dalam perkawinan tersebut ? jadi dengan adanya kekuatan hukum dalam perkawinan saat terjadi sebuah permasalahan yang menyebabkan retaknya atau terputusnya perkawinan tersebut antara suami dan istri dapat memperoleh haknya. 

Seperti apabila dalam perkawinan terjadi bertengkaran yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan jalan perdamaian dan akhirnya bercerai, maka suami dan istri berhak mendapatkan bagaian atas harta gono-gini yang ada dalam perkawinan tersebut. Selain itu pencatatan perkawinan juga berfungsi sebagai pelindung martabat dan kesucian pernikahan khususnya bagi perempuan dan juga anak. 

Contohnya dalam kehidupan sosial ketika seorang pria, perempuan dan anak yang tinggal serumah dan tanpa adanya bukti bahwasannya keduanya sudah melangsungkan perkawinan tentunya hal tersebut akan mendatangkan pemikiran-pemikiran buruk dari masyarakat sekitar. 

Selain itu apabila dalam perkawinan tersebut suami secara tiba-tiba meninggalkan istri dan anaknya tanpa kabar hingga beberapa tahun lamanya, dengan pencatatan perkawinan ini istri dapat menuntut haknya kepada suaminya karena terbukti bahwasannya keduanya sudah melangsungkan perkawinan pada hari, tanggal dan tahun sesuai dengan yang ada di catatan perkawinan. Oleh karena itu pencatatan perkawinan ini sangat perlu dilakukan meskipun tidak menentukan sah atau tidaknya perkawinan.

Dengan dicatatkannya perkawinan memberikan hikmah atau manfaat yang cukup terasa bagi keberlangsungakan kehidupan rumah tangga. Adapun hikmah dari pencatatan perkawinan diantaranya yaitu :

  • Memberikan jaminan hukum kepada suami istri dan juga anak.
  • Terhindari dari adanya fitnah karena dengan mencatatkan perkawinan sepasang suami istri akan mendapat Akta nikah.
  • Memberikan status anak. Status anak disini dimaksudkan bahwasannya anak yang lahir tersebut merupakan anak sah yang lahir karena adanya perkawinan yang dilakukan oleh pihak A dan juga pihak B dibuktikan dengan adanya buku nikah.
  • Dengan mencatatkan perkawinan maka akan mempermudah kedua pasangan tersebut untuk mendapatkan dokumen kependudukan seperti KTP, Akte kelahiran  KK dst.
  • Memberikan hak dalam permasalahn pewarisan. Apabila salah satu dari orang terlebiat perkawinan tersebut entah sumai istri atau anak meninggal dunia. Maka salah satu diantaranya berhak untuk memperoleh haknya yaitu menerima bagian warisan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada,

Pendapat Ulama dan KHI tentang Perkawinan Wanita Hamil. 

Perkawinan wanita hamil ialah seseorang wanita yang hamil sebelum dilangsungkannya akad nikah, kemudian dinikahi oleh preia yang menghamilinya. Terkait hal ini perkawinan wanita hamil karena zina dibedakan menjadi perkawinan wanita hamil karena zina dengan laki-laki yang menghamilinya dan perkawinan wanita hamil dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Adapun pendapat ulama terkait hal tersebut :

  • Mazhab maliki, menurut madzhab maliki perkawinan wanita hamil itu diperbolehkan  yang mana hal ini didasarkan pada ketentuan Qs. An -Nur ayat 3.  
  • Imam Hanafi dan Imam Syafi'i. menurut kedua imam mazhab ini wanita yang hamil karena zina diperbolehkan untuk melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang menghamilinya atau dengan  laki-laki yang tidak menghamilinya. Namun terdapat perbedaan pendapat diantara keduanya, menurut Imam Hanafi ketika perkawinan wanita hamil sudah dilangsungkan , antara dia dengan suaminya dilarang untuk melakukan hubungan suami istri. Sedangkan menurut Syafi'I diantara dia dan suaminya diperbolehkan untuk melakukan hubungan suami istri.

Selain para ulama, di dalam Kompilasi Hukum Islam juga mengatur mengenai perkawinan wanita hamil. Permasalahan wanita hamil dalam Kompilasi Hukum Islam secara khusus diatur dalam Bb VIII pasal 53 ayat (1), (2), dan (3). Adapun isinya yaitu :

  • Wanita hamil diluar nikah dapat dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
  • Pernikahan dengan wanita hamil dapat dilangsungkan tanpa harus menunggu terlebih dahulu  kelahiran anaknya.
  • Dengan dilangsungkannya pernikahan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan pernikahan ulang setelah anak yang dikandung tersebut lahir.

Pernyataan pada ayat (1) tersebut dapat ditafsirkan bahwasannya wanita yang hamil diluar nikah juga dapat dinikahkan dengan laki-laki yang tidak menghamilinya.

Dengan demikian menurut pendapat para ulama dan Kompilasi Hukum Islam perkawinan wanita hamil itu diperbolehkan baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Tujuan dari kebolehan untuk menikahi wanita hamil bertujuan untuk meringankan beban dari wanita hamil tersebut baik beban psikologis maupun beban materi. 

Seorang wanita yang hamil diluar nikah tentunya akan mendapatkan banyak celaan dari orang disekitarnya, yang mana hal tersebut sangat berbahaya bagi kondisi mental wanita tersebut. Kondisi mental yang kurang baik sangat berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan wanita dan anak yang dikandungnya oleh sebab itu dengan dinikahkannya wanita yang hamil diluar nikah diharapkan dapat membantu proses pemulihan dari kondisi mental yang buruk. 

Kemudian perkawinan wanita hamil juga diharapkan dapat meringankan beban materiil yang ditanggung oleh pihak wanita, tentunya biaya persalinan dan biaya hidup anak yang dikandungnya tidak sedikit. Dengan adanya figure suami maka diharapkan dapat meringankan tanggungan tersebut. Jadi perkawinan wanita hamil diperbolehkan dengan tujuan untuk melindungi wanita dan anak.

Yang perlu dilakukan untuk menghindari perceraian

Kita tahu bahwasaannya Allah tidak melarang adanya perceraian dalam perkawinan namun Allah Swt membenci akan hal tersebut. Oleh sebab itu kita diminta untuk menghindari perceraian dalam hubungan perkawinan, hal yang dapat kita lakukan untuk terhindar dari hal tersebut adalah mempersiapkan pernikahan dengan matang. 

Persiapan pernikahan yang matang ini meliputi hal umur, umur memang hanyalah angka namun hal sederhana itu sangat berpengaruh bagi keberlangsungan kehidupan rumah tangga yang akan dijalani oleh kedua mempelai. Kematangan umur akan menentukan seberapa tepat pasangan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang timbul dalam hubungan perkawinan. 

Menikah di usia muda memang tidak dilarang akan tetapi kondisi psikis seseorang di umur yang masih relatif muda berada pada status labil dan masih sulit untuk menahan ego pribadi. Kelabilan dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga tentunya tidak akan berdampak baik bagi kehidupan pernikahan, selain itu ego yang masih besar cenderung akan menjadikan pasangan sulit untuk menahan emosi yang pada akhirnya dapat memicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.

Selain umur, persiapan pernikahan yang perlu diperhatikan yaitu finansial. Sebagai manusia tentunya kita harus berpikir secara realistis, dalam menjalani kehidupan kita memerlukan materi untuk dapat bertahan hidup. Sama dengan kehidupan pernikahan, dalam menjalani pernikahan kita juga memerlukan bekal materi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. 

Semakin lama hubungan pernikahan maka semakin banyak kebutuhan yang harus dibeli apalagi ketika sudah memiliki anak terdapat biaya hidup, pendidikan yang perlu dipikirkan. 

Tentunya hal tersebut memerlukan jumlah uang yang tidak sedikit. Kondisi finansial yang baik juga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan keluarga. Mengingat jumlah perceraian yang kian tinggi salah satu faktor yang menyebabkan ialah kondisi ekonomi yang tidak stabil.

Selain mempersiapkan pernikahan dengan baik, agar terhindar dari perceraian kita dapat mengurangi resikonya dengan bersikap selektif dalam memilih pasangan. 

Pernikahan bukan hanya untuk kehidupan satu atau dua tahun saja melainkan untuk selamanya. Yang mana dalam waktu yang tidak dapat ditentukan itu kita bersama-sama menjalani bahtera rumah tangga dengan pasangan kita, tentunya kita harus benar dalam memilih seperti apa pasangan yang akan bersama kita dalam menjalani kehidupan pernikahan. selektif dalam memilih pasangan bukan berarti pilih-pilih akan tetapi berusaha mencari yang terbaik dari yang baik. 

Dalam memilih pasangan kita harus mengetahui terlebih dahulu seperti apa karakter pasangan kita, kemudian bagaimana latar belakang keluarganya dan yang paling penting apakah pasangan kita tersebut mau untuk diajak berkomitmen untuk menjaga pernikahan tersebut hingga ajal memjemput.

Jadi sebelum melangsungkan pernikahan hendaknya kita semua memperhatikan hal-hal diatas, jangan terburu-buru sedikit lebih lambat dari yang lain bukan berarti tertinggal jauh. Buat pernikahan kalian lebih berarti.

 

Hasil book review  yang berjudul " Hukum Perikatan Islam di Indonesia"

Judul               : Hukum Perikatan Islam di Indonesia

Penulis            : Gemala Dewi, Widyaningsih, Yeni Salma Barlianti

Penerbit           : Kencana (Jakarta)

Terbit              : 2007

Cetakan           : Cetakan ke 3

Kesimpulan     : Buku dengan judul "Hukum Perikatan Islam di Indonesia"  yang ditulis oleh Gemala Dewi, Widyaningsih dan Yeni Salma Barlianti ini menjelaskan secara detail mengenai hukum perikatan islam yang hidup di Indonesia sejak zaman dahulu hingga saat ini. Adapun penjelasan materinya dikemas dalam bentuk bab dan sub bab, yang pada akhirnya membuat pembaca mudah dalam memahami kandungan dari buku ini. Pemahaman akan hukum perikatan merupakan hal yang penting, sebab apabila ditinjau dari aspek sosiologis  yuridis dan praktis hukum perikatan merupakan hal yang telah diakui keberadaannya serta selalu hidup berdampingan dengan kehidupan sosial masyarakatnya. Dalam buku ini penulis memberikan pengetahuan bahwasannya hukum perikatan yang berlaku di Indonesia tidak hanya satu jenis, melainkan ada beberapa yang salah satunya yaitu hukum perikatan Islam, untuk pengertian dari hukum perikatan Islam sendiri buku tersebut mengutip salah satu pendapat ahli yaitu Prof. Dr.H.M.Tahir Azhary. Menurut Prof. Dr.H.M.Tahir Azhary hukum perikatan islam merupakan seperangkat aturan yang bersumber dari Al-qur'an, as-sunnah (al-hadits) dan ar-ra'yu (ijtihad) yang didalamnya mengatur mengenai hubungan antar dua orang atau lebih mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi. Setelah menjelaskan mengenai pengertian dari hukum perikatan Islam, buku ini selanjutnya menjelaskan tentang perbedaan hukum perikatan Islam dengan hukum perikatan lain(barat dan adat). Tidak berhenti pada itu saja buku ini juga menjelaskan secara detail terikatan rukun dan syarat perikatan Islam. Adapun rukun dan syarat perikatan diantaranya yaitu : subjek perikatan, objek perikatan, tujuan perikatan dan juga ijab qobul  Tidak hanya materi saja, buku ini juga menjelaskan realita yang ada pada saat ini yang mana sudah banyak kegiatan usaha yang menyertakan perikatan Islam di dalamnya. Tidak hanya sebatas kegiatan usaha saja, banyak juga lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang ekonomi yang menggunakan atau menerapkan prinsip syariah dalam proses kerjanya seperti bank Syariah, asuransi syariah dan juga pasar modal syariah. eskipun demikian juga masih terdapat beberapa kegiatan bisnis modern yang tidak menggunakan prinsip syariah dalam proses kerjanya. Namun perlu dipahami bahwasannya agama Islam tidak melarang akan adanya hal itu. Dan juga agama Islam tidak melarang umatnya untuk terlibat dalam bisnis tersebut, asalkan dalam pelaksanaan bisnis modern itu tidak bertentangan dengan ketentuan syara'

Inspirasi          : Dalam buku ini penulis berusaha untuk untuk menjelaskan kepada pembaca mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hukum perikatan Islam yang mana disajikan secara runtut mulai dari sejarah hukum perikatan Islam hingga kepada bentuk bisnis modern di Indonesia yang sudah mulai banyak menerapkan prinsip syariah dalam proses kerjanya. Hal ini bertujuan agar yang dapat membaca buku ini bukan hanya seorang mahasiswa hukum saja melainkan seluruh masyarakat juga dapat membacanya sebab perikatan Islam akan senantiasa hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat. Dari hal ini saya dapat mengambil inspirasi bahwasannya dalam membuat sebuah karya entah tulisan lukisan atau apapun itu hendaknya kita tidak hanya terfokus pada satu subjek saja melainkan terfokus juga pada subjek-subjek, sehingga hasil karya kita nanti dapat dinikmati oleh banyak orang. Yang pada akhirnya muatan yang sifatnya baik dan dapat bermanfaat untuk orang lain dalam karya kita dapat tersalurkan kepada orang banyak serta mampu memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan orang lain.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun