Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Belajar Menahan Diri

8 Maret 2022   16:46 Diperbarui: 8 Maret 2022   16:58 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menurut pendapat Dr. Shinya, tidak makan adalah pemicu autofagi (fungsi daur ulang dalam sel). Pendapat ini didukung oleh presentasi Prof. Noboru Mizushima dari Sekolah Kedokteran Tokyo. Pada ilmu gizi tradisional, pemenuhan gizi seimbang itu perlu agar tidak kelaparan. Dengan alasan itu, kita perlu makan tiga kali sehari untuk mendapatkan kalori secukupnya demi kegiatan sehari-hari. Tapi dengan praktik pola makan seperti itu, proses detoksifikasi dalam sel barangkali tidak bisa berfungsi dengan baik. Dan kalau demikian jumlah sampah dalam sel kita akan terus bertambah.

Dalam keadaan lapar (baca: puasa), pasokan gizi ke sel tubuh terhenti. Pada saat ini autofagi sel menjadi aktif. Kalau dipikirkan, kita tahu bahwa orang masih bisa bertahan hidup cukup lama tanpa makan asalkan masih bisa minum air. Alasannya adalah karena pusat daur ulang dalam sel kita aktif dan protein baru dibuat dari protein cacat atau “sampah”. Dengan kata lain, kalau tidak makan, regenerasi tubuh masih bisa berlangsung. Selain itu, tumpukan protein cacat juga terpakai dalam proses pembuatan, sehingga terjadi proses detoksifikasi dalm sel dan membuat sel semakin aktif.

Waktu tubuh kita dalam keadaan kelaparan, kelebihan sampah di dalam sel-sel kita disingkirkan dan didaur ulang menjadi protein baru yang oleh mitokondria dijadikan energi. Lewat pengalaman kelaparan, suatu kekuatan yang muncul ketika diperlukan akan bangkit. Tentu apabila keadaan kelaparan terus berlangsung, akhirnya tidak ada lagi bahan untuk didaur ulang, tubuh akan memakan sendiri sel-sel sehat sehingga akhirnya mati. Untuk itu keadaan lapar harus dikondisikan untuk jangka waktu tertentu. Dr. Shinya dalam metode puasanya menyarankan sekitar 15 jam merasakan lapar.

Meskipun metode puasa kecil menurut Dr. Shinya berbeda dengan tata cara puasa umat Islam, tetapi ada benang merah yang dapat ditarik. Pertama, inti puasa shinya adalah memberi waktu untuk rasa lapar. Lapar sebentar itu bagus dan patut dirasakan sesekali. Rasa lapar adalah tanda detoksifikasi sel sedang berlangsung. Kedua, penurunan metabolisme tubuh disebabkan oleh penumpukan sampah dalam sel. Puasa akan mengaktifkan proses daur ulang sampah dalam tubuh sehingga sel tubuh akan menjadi bersih dan semakin aktif. Ketiga, menurut Dr. Hiromi Shinya, MD, dengan makan berlebihan, kita telah menghalangi aktivitas enzim peremajaan, sehingga pusat daur ulang dalam tubuh kita tak bekerja.

Ada pesan menarik yang disampaikan oleh Dr. Shinya, yakni agar enzim peremajaan dalam sel bekerja dapat bekerja dengan baik, makanlah seperlunya dan berhentilah sebelum merasa kenyang dan berpuasalah. Rasulullah saw. ribuan tahun yang lalu telah memberikan anjuran makanlah hanya ketika lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang. “Kita (kaum muslimin) adalah suatu kaum yang apabila telah merasa lapar barulah makan, dan apabila makan tidak hingga kenyang,” sabda Rasulullah Saw. Dalam riwayat lain, “Orang yang paling kenyang makan di dunia akan menjadi paling lama lapar pada hari kiamat.” (HR.Al Hakim). “Tidak ada satu wadah pun yang diisi oleh Bani Adam, lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh tulang belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari, cukuplah sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk napasnya.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang bersumber dari Miqdam bin Ma’di Kasib).

Kembali ke awal, saya mencoba memahami bahwa istri paman saya adalah seorang ibu rumah tangga: tidak tercatat sebagai karyawan sebuah perusahaan ataupun sebagai salah seorang pemilik usaha. 

Jadi tampak wajar jika ia memiliki kesempatan lebih banyak untuk berpuasa. Pemahaman ini terlintas sedikit logis. Namun, setelah saya pikirkan ulang rahasianya terletak pada niat. Entah Anda seorang yang supersibuk ataupun bahkan dalam kondisi kurang bersemangat, saat Anda menjadikan puasa sebagai sebuah kebutuhan dan gaya hidup, pertimbangan-pertimbangan seperti ini akan senantiasa dengan mudah kita kesampingkan.

Dan kabar baiknya adalah mari kita imajinasikan, andaikan dalam satu hari ada satu keluarga yang sedang menjalankan ibadah puasa, maka akan ada masa istirahat untuk aktivitas di dapur, setidaknya untuk persiapan makan siang ataupun camilan di sore hari. Dan itu berarti penghematan energi manusia dan sumber daya alam terbarukan di bidang minyak dan gas alam selama setidaknya 1 x 14 jam.

Bagaimana jika kemudian hal tersebut terjadi secara masif? Hanya satu keluarga namun terjadi secara serentak di berbagai belahan dunia. Itu berarti ada puluhan, ratusan ribu keluarga yang berpuasa di waktu yang sama. Adalah sebuah keniscayaan saat nuansa Ramadan seperti terasa menyelimuti dalam aktivitas sahur, bekerja, dan berbuka. 

Bagaimana jika kemudian hal tersebut terjadi dalam kelipatan eksponensial? Untuk setiap satu orang atau satu keluarga, ia atau mereka menginspirasi dua orang atau dua keluarga lainnya untuk melakukan hal yang sama, yakni berpuasa. Dan untuk setiap dua orang atau dua keluarga, mereka menginspirasi empat orang atau empat keluarga untuk berbuat hal yang serupa.

Dan bagaimana jika energi-energi yang biasa digunakan oleh kita untuk makan ataupun membicarakan kekurangan orang lain ketika tidak sedang berpuasa ini, kemudian kita alihberdayakan menjadi potensi-potensi energi kreatif untuk mencipta sebuah karya, menyeru isu penyelamatan lingkungan, memberi donasi untuk mereka yang membutuhkan, atau mencari sebuah petualangan baru?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun