Iklan adalah bentuk komunikasi massa yang digunakan untuk mempromosikan suatu produk. Iklan banyak ditampilkan dalam bentuk audio visual dan ditayangkan di televisi. Selain sebagai media visual untuk mempromosikan suatu produk, secara tidak langsung iklan juga dapat dikatakan sebagai media penyebaran pesan sosial kepada massa. Suatu iklan dinilai efektif jika dapat membuat khalayak tertarik untuk memahami isi pesan yang disampaikan di dalam iklan (Septi et al., 2010). Mayoritas iklan yang tampak di masyarakat menggambarkan representasi gender pria dan wanita dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam iklan biasanya terdapat pemain iklan yang menginterpretasi peran yang sudah ditetapkan dalam skenario iklan. Skenario iklan seringkali menampilkan kehidupan rumah tangga antara ayah, ibu, dan anak yang banyak ditemukan di iklan produk kebersihan dan produk memasak. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak iklan yang kurang mencerminkan adanya representasi kesetaraan dalam gender pria dan wanita.
Pria dan wanita merupakan dua makhluk yang dibedakan dari jenis kelamin (seks) dan peran yang harus mereka lakukan (gender). Namun kedua konsep tersebut (seks dan gender) seringkali dimaknai sebagai kesamaan karakteristik yang mencirikan antara pria dan wanita (Pratiwi, H. A., & Wiyanti, 2017). Konsep gender juga kerap kali dinilai sama dengan konsep kodrat. Kendati demikian, kodrat lebih cocok diasosiasikan dengan jenis kelamin (seks) karena sejatinya jenis kelamin (seks) adalah kondisi biologis yang diberikan oleh tuhan. Kodrat sangat berbanding terbalik dengan konsep gender (Najna et al., 2020).
Gender dibentuk melalui aspek sosial dan budaya. Persepsi pembagian gender di masyarakat Indonesia tak jarang mengalami ketidakseimbangan. Persepsi atas perempuan lebih lemah serta laki-laki dapat unggul dan menguasai di berbagai bidang menimbulkan ketidaksetaraan akses dan kesempatan bagi perempuan untuk maju dalam berbagai bidang (Apriliandra & Krisnani, 2021). Masyarakat terdahulu menganggap seluruh pekerjaan rumah tangga harus dipegang oleh wanita tanpa campur tangan dari pria. Anggapan ini diajarkan dan diterapkan terus-menerus kepada keturunan mereka sehingga timbul dominasi pria atau yang lebih dikenal dengan sistem patriarki. (Nurmila, 2015) sistem patriarki adalah sistem kekuasaan yang menempatkan kepala keluarga dalam posisi pusat. Ayah sebagai seorang kepala keluarga memiliki hak kontrol utama terhadap seluruh anggota keluarganya. Seperti yang kita ketahui, saat ini sistem patriarki sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia sehingga ketika suatu iklan memvisualisasikan simbol-simbol patriarki, masyarakat menganggap hal tersebut adalah hal yang lumrah.(Najna et al., 2020) Dengan adanya penyesuaian budaya patriarki dalam iklan dapat memperpanjang budaya patriarki yang sebelumnya sudah hadir dalam kehidupan masyarakat yang menyebabkan ketidakadilan dan ketimpangan gender. Dan pada akhirnya iklan menjadi salah satu saluran yang meneguhkan sistem patriarki.
Sebagaimana yang terdapat pada iklan Kecap ABC dengan tema “Bantu Suami Sejati Harga Istri.” Iklan ini menarik untuk dikaji dalam perspektif ketimpangan gender. Meskipun iklan ini memiliki tema yang positif, yaitu mengajak para suami untuk lebih perhatian dan adil dalam melaksanakan tugas rumah tangga serta mengapresiasi istri yang selalu sigap dalam memegang kendali pekerjaan rumah, tetap saja penggambaran peran suami sejati hanya untuk membantu istri dalam melaksanakan kewajiban pekerjaan rumah tangga dan tidak berperan penuh atas hal tersebut. Dalam iklan ini, terdapat peran suami atau ayah sebagai kepala keluarga yang sehari-hari hanya bekerja di luar rumah tanpa memedulikan pekerjaan rumah tangga. Di sisi lain, tergambar peran istri atau ibu yang dibebani oleh berbagai macam pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian, menyiapkan perlengkapan sekolah anak, hingga membersihkan rumah.
Terdapat beberapa adegan dalam iklan ini yang menunjukkan peran suami yang kurang menghargai istri ketika sedang melakukan berbagai macam pekerjaan rumah. Pada menit 0:07-0:12 memperlihatkan dengan jelas ketidakpedulian suami di saat sang istri tengah sibuk membagi peran dalam memasak hingga membantu sang anak menyiapkan perlengkapan sekolah.
Selanjutnya pada menit 0:16 nampak sang suami dengan tak sengaja menyenggol tangan istrinya yang sedang membawa bahan makanan untuk sarapan sampai membuat bahan makanan tersebut jatuh. Dan untuk kesekian kalinya sang suami tak merasa bersalah ataupun melontarkan kalimat permintaan maaf. Ketimpangan gender dalam bentuk stereotip gender jelas tergambar dalam hal ini. Dimana wanita harus selalu dihadapkan dengan peran domestik. Sementara pria selalu dibebaskan dan tidak wajib diikutsertakan dalam mengambil alih peran-peran domestik.
(Widyani et al., 2023) stereotip yang dibuat atas dasar gender lama-kelamaan akan menimbulkan potensi bias gender dan diskriminasi gender. Seperti yang ditampilkan pada menit 0:21 dimana sang suami melakukan diskriminasi secara verbal. Sambil duduk dan memainkan ponselnya, sang suami mengatakan bahwa istrinya terlalu lama dalam menyiapkan sarapan hingga tak kunjung selesai. Di momen yang bersamaan nampak sang istri yang merasa tersinggung atas perkataan suaminya dan langsung terburu-buru menyelesaikan masakannya.
Sebagai salah satu dari banyaknya iklan yang mengenalkan sistem patriarki dan stereotip gender di masyarakat, Iklan kecap ABC “Bantu Suami Hargai Istri” berhasil membuat masyarakat memahami pesan bahwa seorang suami harus lebih menghargai istri dengan cara membantu meringankan beban pekerjaan rumah tangga yang dihadapi oleh istri. Tetapi, iklan ini juga dapat mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai ketimpangan gender dalam rumah tangga. Ketika masyarakat berulang kali melihat dan mengonsumsi iklan ini, peningkatan kepercayaan masyarakat tentang kehidupan wanita setelah menikah yang hanya mengurus rumah tangga dan kehidupan pria yang terselamatkan dari hiruk pikuk pekerjaan rumah tangga akan meningkat bahkan dampak negatifnya masyarakat dapat mengimplementasikan simbol-simbol patriarki dan stereotip gender yang mereka tonton melalui iklan ini dalam kehidupan sehari-hari. Dampak negatif lainnya dapat dirasakan oleh kaum wanita yang sedang meniti karir dan harus tetap terbelenggu oleh kewajiban peran domestiknya dalam kehidupan rumah tangga tanpa terlibatnya suami.
Untuk itu, diperlukannya pemberantasan terhadap iklan yang merepresentasikan ketimpangan gender agar dampak negatif dari iklan semacam ini dapat dicegah (Christanti & Wicandra, 2021). Adanya edukasi mengenai kesetaraan gender juga perlu digiatkan di kalangan masyarakat agar mereka dapat mengkritisi dan mengubah persepsi mereka tentang ketidaksetaraan gender serta memusnahkan segala bentuk ketidaksetaraan gender yang berkembang saat ini. Pencipta iklan juga harus lebih memerhatikan keadaan saat ini. Di era modernisasi seperti sekarang, cukup banyak wanita yang memiliki peran ganda dan berhasil mendobrak stereotip yang merendahkan kaum nya. Banyak wanita yang meraih kesuksesan karirnya dan tetap menyeimbangi peran mereka sebagai ibu dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini berarti penggambaran keadilan terhadap gender wanita dalam iklan perlu disesuaikan dengan kenyataan.
Secara keseluruhan iklan Kecap ABC yang mengusung tema “Bantu Suami Sejati Hargai Istri” menjadi salah satu contoh nyata bagaimana media visual berpengaruh dalam memperkenalkan dan ketimpangan gender dalam pembagian pekerjaan rumah tangga. Meskipun penggunaan frasa dalam iklan ini termasuk positif, iklan ini tetap memvisualisasikan bahwa sebenarnya peran suami hanya sebagai pihak yang membantu peran istri dalam waktu yang singkat. Representasi patriarki dan stereotipe gender banyak dimunculkan dan dipertegas dalam iklan ini sehingga menumbuhkan persepsi buruk di masyarakat. Untuk itu, peran aktif masyarakat dalam mengkritisi setiap iklan yang dikonsumsi dan peran produsen iklan dalam menghasilkan iklan yang selaras dengan kehidupan gender saat ini sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriliandra, S., & Krisnani, H. (2021). Perilaku Diskriminatif Pada Perempuan Akibat Kuatnya Budaya Patriarki Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Konflik. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 3(1), 1. https://doi.org/10.24198/jkrk.v3i1.31968
Christanti, C., & Wicandra, O. B. (2021). Kesetaraan Gender dalam Iklan-Iklan Televisi Indonesia. Nirmana, 18(2), 66–73. https://doi.org/10.9744/nirmana.18.2.66-73
Najna, N., Siti Maryam, & Ratu Nadya W. (2020). REPRESENTASI BUDAYA PATRIARKI DALAM TELEVISI SARIWANGI VERSI #MARIBICARA. Ikon, 24(1), 16–27.
Nurmila, N. (2015). PENGARUH BUDAYA PATRIARKI TERHADAP PEMAHAMAN AGAMA DAN PEMBENTUKAN BUDAYA. Karsa, 23(1), 1–16. https://doi.org/https://doi.org/10.19105/karsa.v23i1.606
Pratiwi, H. A., & Wiyanti, E. (2017). Representasi kesetaraan gender pada iklan. Jurnal Desain. Jurnal Desain, 4, 212–230. https://core.ac.uk/download/pdf/236196818.pdf
Septi, A., Tripambudi, S., & Lestari, P. (2010). Bias Gender dalam Iklan Attack Easy di Televisi. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(3), 221–232. https://doi.org/https://doi.org/10.31315/jik.v8i3.131
Widyani, A., Saman, A., & Fadhilah Umar, N. (2023). Analisis stereotip gender dalam pemilihan karier: studi kasus pada siswa sekolah menengah pertama. PINISI, 3(1), 111–123.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H