Mohon tunggu...
Allen Rangga
Allen Rangga Mohon Tunggu... Guru - Unity in Diversity

Saya, Albertus Rhangga. Biasa dipanggil Allen. Kalian mungkin bertanya mengapa saya dipanggil Allen? heheh, Ya, itulah saya, dengan nama yang unik, yang menggambarkan keunikan saya sebagai pribadi. Saya tertarik pada hal-hal yang berkaitan dengan politik, sosial-budaya, olahraga, dan tentu sesuatu yang bernuansa filosofis. Selain itu, saya suka membaca, menulis, bermusik, dan berolahraga. Bagi saya, tubuh yang sehat adalah pancaran jiwa yang sehat. Maka, berolahraga, bermusik, menulis dan membaca adalah cara yang ampuh untuk menjaga tubuh agar tetap sehat sekaligus penanda jiwa yang sehat pula.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kecemasan sebagai Alasan Keberadaan Manusia

5 April 2021   20:56 Diperbarui: 5 April 2021   21:28 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Namun ada pengalaman lain dimana manusia harus berhenti sejenak untuk menatap hidupnya. Manusia harus berhenti sesaat dari perjalanan rutinitasnya untuk melihat kembali kehidupannya kemudian memulai kembali kehidupannya. Manusia tidak hanya sekedar melihat kembali perjalanan hidupnya, ia juga harus menemukan makna dari perjalanan tersebut. Setelah menemukan makna manusia harus menatap-melihat ke depan- ke arah hidup yang akan datang.

Menatap hidup di masa mendatang mengandung dua dimensi. Dimensi pertama ialah periode waktu yang akan kita hadapi. Segala rencana dan kegiatan yang akan dan harus dilakukan di dunia ini. Sementara, dimensi waktu kedua ialah keterarahan hidup manusia menuju suatu kehidupan setelah kehidupan dunia ini. Dimensi waktu yang kedua ialah suatu kehidupan setelah kematian. Suatu kehidupan sesudah kehidupan di dunia ini.

Dimensi waktu kedua inilah yang sering menghantui pikiran saya dan anda juga. Pikiran mengenai dimensi kedua ini sedikit banyak menguras energi dan pikiran. Kita bertanya-tanya mengapa harus menghadapi kenyataan itu. Berhadapan dengan kenyataan itu segala kedigdayaan manusia, kebaikan manusia, atau pun kejahatan manusia diruntuhkan. Berhadapan dengan waktu tersebut seolah-olah mengingatkan manusia bahwa dirinya tidak beda dengan makhluk lainnya yang akan selesai bila waktunya tiba. Itulah ketakutan yang dihadapi manusia, yaitu kematian.

Manusia tidak pernah terhindar dari kematian. Cepat atau lambat realitas itu pasti datang dan ia datang tanpa meminta persetujuan apa pun dari manusia. 

Sebagian filsuf menilai bahwa kematian itu seperti sesuatu yang dicerabut dari kehidupan manusia. Ia seolah-olah mengambil segala kebebasan manusia yang ingin hidup selama-lamanya. Mereka kemudian memaknai kematian sebagai akhir dari segalanya. Mereka menolak realitas kematian karena kematian memisahkan mereka dengan orang-orang tercinta. 

Namun, ada sebagian orang menilai bahwa kehidupan itu sungguh berarti apabila ada kematian. Justru dengan adanya kematian, manusia tersadarkan bahwa hidup di dunia ini hanyalah suatu peralihan belaka. Manusia harus memaknai kehidupannya agar kelak ia mampu menerima kematian. Namun, harus diakui bahwa kita tidak bisa berlari dari kenyataan itu. Secara sadar atau tidak, perjalanan hidup manusia itu sebenarnya menuju ke kematian.

Ketakutan, Kecemasan, dan Kematian merupakan sesuatu yang sangat eksistensial bagi kehidupan manusia. Setiap manusia pasti mengalami perasaan-perasaan itu. Manusia tidak memiliki banyak cara untuk terhindar dari semuanya itu. Satu hal yang pasti ialah menyadari dan menerima ketakutan atau kecemasan serta kematian sebagai bagian dari hidup manusia. Sama seperti kelahiran yang mengantar manusia untuk melihat dunia, demikian pula kematian mengantar manusia kembali pada asal kehidupan.

Semoga kita senantiasa sadar bahwa suatu saat ketakutan yang tidak beralasan itu pasti menghampiri setiap manusia. Ketakutan, kecemasan, bahkan takut akan kematian adalah realitas kehidupan manusia. Hadapi semunya itu, persiapkan diri dengan baik, dan berbuatlah sesuatu yang lebih konstruktif dalam kehidupan ini agar kelak ketika waktunya tiba kita menjadi sadar bahwa hidup itu berguna.

Semoga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun