World Business Council for Sustainable Development di tahun 2000 memaparkan CSR adalah cara di mana sebuah usaha berkontribusi terhadap stabilitas lingkungan sosial, ekonomi dan investasi. Dengan terus mengedepankan dan memenuhi prioritas sosial, sebuah perusahaan menampilkan wajah manusianya kepada masyarakat, pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya.
Keith Davis dan Robert L. Bromstrom, sebelum Milton, di tahun 1966 berpendapat tanggung jawab sosial itu merupakan sebuah cara berpikir yang sistematis. Ia tidak hanya berkutat pada keputusan tradisional seperti nilai ekonomi dan teknis yang sempit, melainkan pemikiran yang lebih luas meliputi keseluruhan sistem sosial daripada persoalan mencari keuntungan belaka.
Kemudian juga pandangan yang cukup baik disampaikan oleh Joseph W. McGuire di tahun 1963 mengatakan sebuah perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban ekonomi dan hukum, tetapi juga tanggung jawab tertentu kepada masyarakat yang melampaui kewajiban ini. Menurutnya, perusahaan harus menaruh minat pada politik, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, “kebahagiaan” karyawannya bahkan di seluruh dunia sosial.
Dari definisi-definisi tentang CSR yang dipaparkan oleh berbagai sumber tadi, terdapat kesamaan dan perbedaan sudut pandang yang digunakan. Setiap perusahaan tentu memiliki interpretasi mereka sendiri dalam menjalankan program CSR sesuai definisi yang paling sesuai.
Perusahaan ini kemudian melahirkan prinsip yang ditanamkan oleh Founder. Filosofi 5C dipegang teguh sebagai landasan keberlangsungan usaha. Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan harus memberikan kebaikan bagi masyarakat (Community), negara atau daerah (Country), iklim atau lingkungan (Climate), pelanggan (Customer), dan ketika semua aspek tadi sudah baik, tentu akan membawa kebaikan pula bagi perusahaan atau karyawan (Company).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H