Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan featured

Formulasi Upah Baru, Mengapa Buruh Menolak?

16 Oktober 2015   21:42 Diperbarui: 2 November 2017   13:32 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah telah mengumumkan paket kebijakan ekonomi tahan IV, pada Kamis (15/10/2015).  Dalam paket kebijakan tersebut, gaji buruh akan naik setiap tahun dengan berpatokan pada UMP berjalan, ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi.  Rumusan yang nantinya akan diterbit menjadi Peraturan Pemerintah dengan harapan memberikan kepastian kepada buruh, gaji dinaikan setiap tahun dan memberikan kepastian kepada dunia usaha agar upah bisa diprediksi.

Namun, rumusan tersebut ditolak buruh (lebih tepatnya oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)), penolakan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhamad Rusdi kepada detikfinance, pada hari Kamis (15/10/2015).

Menurut Muhamad Rusdi, Pemerintah harus merevisi komponen KHL (Kebutuhan Hidup Layak), UMP (Upah Minium Provinsi) lebih rendah dari negara tetangga dan belum terpenuhinya (sesuai standar) tiga poin utama KHL yaitu tempat tinggal, transportasi, dan makan.

Perhitungan Komponen Kebutuhan Hidup Layak yang harus dibenahi menurut versi KSPI seperti disampaikan oleh Muhammad Rusdi, yaitu :

  • Komponen biaya rumah. Di beberapa daerah besarannya hanya Rp 300-400 ribu. Padahal kenyataannya cicilan rumah nggak ada yang segitu. Riilnya Rp 700.000 sampai Rp 1 juta per bulan.
  • Biaya transportasi. Selama ini biaya transportasi hanya dihitung satu kali jalan. Menurut KSPI transportasi pulang pergi bisa 2 kali ganti kendaraan. Misal dari bis ke angkot atau ojek. Itu besarannya hanya Rp 200-300 ribu. Mestinya dua kali kipat karena biaya pulang belum dihitung. Jadinya Rp 500-600 ribu.
  • Uang Makan, dengan mengambil Jabodetabek sebagai contoh, uang makan satu hari sebesar Rp. 45.000 dikalikan 30 hari menjadi Rp. 1.35 juta
  • Komponen yang belum masuk KHL, seperti kebutuhan sandang yaitu kaos, alas kaki, dan jaket, sampai minyak wangi.

Perhitungan tersebut dengan mengatakan bahwa buruh adalah urat nadi industri. Bahkan Rusdi mengatakan sudah menyampaikan hal tersebut kepada Menaker tetapi tidak ada tanggapan.

Berbeda dengan Buruh (sudah pasti dan sering terjadi), Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menilai, formula baru tersebut sudah sangat tepat. Menurutnya, hitung-hitugan pengupahan buruh lewat formula baru ini akan lebih terprediksi dan realistis. Bahkan Hariyadi mengatakan bahwa proses pengupahan buruh selalu dipolitisasi. 

Tidak adanya kebijakan yang jelas, membuat serikat buruh menuntut kenaikan upah secara semena-mena, tidak diimbangi dengan realitas di lapangan dan kondisi perekonomian saat ini.

Hitung-hitungan pemerintah dengan mempertimbangkan aspek inflasi dan pertumbuhan ekonomi sudah cukup mengakomodir kebutuhan para buruh, keputusan yang diambil pemerintah dengan mempertimbangankan kondisi dan kebutuhan kedua belah pihak. Yang dalam implementasinya, tentu belum dapat memenuhi keinginan buruh seperti yang disampaikan oleh KSPI.

Sebagai lembaga yang menaungi buruh, KSPI tidak hanya melihat dari sisi kebutuhan buruh, seharusnya mempertimbangkan kondisi dunia usaha agar dapat diperoleh hasil yang berimbang. Buruh mendapatkan hak-hak dasarnya dan pengusaha dapat berusaha dengan berkesinambungan karena ada keuntungan yang didapat.

Ada banyak hal yang seharusnya menjadi pertimbangan KSPI selaku lembaga, meminta pemerintah dan pengusahan memenuhi komponen KHL seperti kebutuhan sandang (minyak wangi) akan membuat KSPI dan buruh menjadi cibiran. Dan bukan tidak mungkin justru menakutkan bagi pengusaha karena permintaan yang tidak realistis disaat kondisi ekonomi sedang morat-marit.

Para buruh tidak seharusnya hanya bisa menuntut tetapi dari sisi lain harus mampu meningkatkan kompetensi diri agar mampu bersaing dalam pekerjaan. Hal terburuk yang bisa terjadi karena terlalu banyak menuntut sementara skill tidak ada, adalah pemutusan hubungan kerja. Peranan KSPI sangat dibutuhkan untuk membantu meninkatkan daya saing buruh dalam bekerja.

Kehadiran KSPI bisa membuat pengusaha tenang berusaha jika mampu menjembatani kepentingan pengusaha dan buruh, tetapi jika hanya mempertimbangkan dari satu sisi, keberadaan KSPI menjadi momok dan saat pengusaha tidak mampu lagi meneruskan usahanya karena beratnya tuntutan yang berimbas langsung pada biaya produksi, yang dirugikan buruh itu sendiri. Jika ini terjadi, siapa lagi yang mau disalahkan?

Catatan Tambahan:
Masih ada 8 provinsi, UMP-nya belum mencapai 100% dari Komponen Hidup Layak (KHL). Masing-masing kepada daerah diberikan kesempatan melakukan penyesuaian selama 4 tahun, setelah mencapai KHL, perhitungan kenaikan upah menggunakan rumusan baru. Tidak disebutkan nama-nama provinsi yang maksud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun