Mohon tunggu...
Allan Maullana
Allan Maullana Mohon Tunggu... Teknisi -

Bukan siapa-siapa. Bukan apa-apa. Hanya remah-remah peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dunia Maya Bukan Duniaku

13 Oktober 2018   11:30 Diperbarui: 13 Oktober 2018   18:15 1662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.ignitesocialmedia.com

Terhitung dari 18 September sampai 11 Oktober, rupanya sudah 23 hari saya meninggalkan dunia maya. Kenapa? Hmmm...

Bukan karena Nisa Sabyan tentunya. Tapi karena lini masa saya di dunia maya  sudah banyak sampah. Dimulai dari iklan ini-itu, ujaran kebencian ini-itu dan sebangsanya.

Saya sudah coba menyaring beberapa teman di facebook yang harus saya unfriend, juga unfollow teman di Intagram dan Twitter. Tetapi rasanya masih belum cukup.

Hari berikutnya akun Facebook saya log out. Begitu juga Twitter dan Intagram.

Sebetulnya Twitter dan Instagram masih menyediakan informasi dari media arus utama yang saya ikuti. Tetapi saya harus merelai itu semua.

Hari-hari terus berlalu. Sampai saya tiba di satu titik. Saya merasa jemu dengan orang-orang yang enggan melepas ponselnya. Di bus kota, KRL, di jalan, di dalam bajaj, sampai di WC umum pun ponsel masih terus dipandangi.

Saya kadang merasa terganggu dengan orang-orang yang tidak bisa melepas ponselnya.

Suatu hari, seseorang pernah menabrak saya dari belakang karena orang itu berjalan sambil melihat ponsel, bukan jalanannya. Ya Tuhan, mungkin dia jalan pakai GPS. Tentu saja saat kejadian itu, orang tersebut langsung meminta maaf kepada saya.

Lain waktu, ketika berangkat bekerja menggunakan KRL ada seseorang yang sedang bersandar di punggung saya. Yap, bisa ditebak. Orang tersebut sedang asyik memegang ponsel di tengah kepadatan bin pepesnya gerbong KRL.

Saya merasa menjadi lebih tidak nyaman karena harus menanggung berat badannya. Gila lu, Ndro... Asyik banget main mobile legend-nya.

Sewaktu pulang bekerja Ketika saya sedang berjalan di sebuah Mall di Jakarta, saya melihat seorang cewek cantik, putih mulus, tinggi semampai dan body-nya pun aduhai, sedang terjatuh karena menabrak ember air pel petugas cleaning service.

Apa yang terjadi? Ya, seperti yang kita duga: dia berjalan sambil memandang layar ponsel.

Alih-alih kasihan, saya malah tertawa geli. Orang-orang sekitarnya yang melihatnya pun tertawa. Bahkan saya melihat beberapa orang mendokumentasikannya. Mungkin foto atau videonya akan disebar ke media sosial. Mungkin loh ini ya...  Mungkin. Semoga prasangka buruk saya salah.

Cerita ini bukan saya yang mengalami, tapi pengalaman dari teman saya sendiri. Teman saya ini masih muda, usianya 26 tahun. Ia bekerja sebagai kurir pengiriman paket. Ketika sedang mengendari sepeda motor, ponselnya berdering. Seolah-olah ada getaran cinta dari saku celana yang membuat ia segera merespons.

Ketika sedang berusaha membuka password di ponsel, tiba-tiba. Mak Byaaar... Untung tak dapat diraih, sial pun tak bisa ditolak

Teman saya itu masuk ke dalam selokan yang aroma airnya pasti kita sudah tahu. Sunggung harum. Saking harumnya orang-orang di sekitar pun mendekat. Lalu teman saya itu mendapatkan pertolongan.

Di sisi lain, ketika orang-orang sibuk mengevakuasi teman saya. Tetap ada saja orang yang menyempatkan diri untuk mendokumentasikan teman saya dan setengah motornya yang masuk ke dalam selokan.

Mungkin foto atau videonya akan disebar ke media sosial. Mungkin loh ini ya... Sekali lagi, semoga prasangka buruk saya salah.

Orang-orang yang enggan melepas ponselnya adalah hal yang paling saya tidak suka. Tidak suka aja, tanpa alasan.  Seolah ia hidup berada di dunia maya, sementara raganya ada di dunia nyata.

Seharusnya yang kita jalani dengan fokus adalah dunia nyata. Tapi bagaimana mau fokus menjalani dunia, lah jalan kaki saja tidak fokus. Ini baru jalan kaki loh, belum lagi ada orang-orang yang tanpa rasa khawatir memainkan ponselnya sambil berkendara. Mashook Pak Eko... Ke selokan.

Informasi dan hiburan memang tersedia banyak di media sosial. Bahkan begitu melimpah. Tetapi kita juga harus pandai megatur kadar kebutuhan diri. Jangan sampai kita menjadi pecandu yang sampai bikin waktu produktif kita terbuang sia-sia. Tidak hanya  waktu produktif saja yang terbuang, tentu masih banyak akibat buruk lain dari kecanduan ponsel.

Tanpa dunia maya, saya begitu menikmati aktifitas di dunia nyata. Menikmati sarapan pagi yang berjalan dengan hangat, bekerjaan yang cepat beres, menikmati senja yang jingga saat perjalanan pulang bekerja sampai bertemu dengan ibu tua yang kesulitan menaruh barang-barangnya di KRL.

Sungguh sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Jam kerja saya menjadi lebih produktif dari biasanya. Kualitas waktu saat di rumah bersama istri pun semakin bertambah. Perbincangan ini-itu pun terasa sangat asyik. Ya, meskipun sesekali saya tetap memegang ponsel karena ada pesan via whatsaap. Hai, Dik Mei... I love you full...

Kini saya kembali log in pada akun dunia maya. Facebook, Twitter, dan Instagram. Saya niatkan untuk mempromosikan barang dagangan istri saya secara online . Dan saya coba membatasi diri, mengatur waktu untuk berkunjung ke dunia maya agar tetap bisa melepas ponsel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun