Mohon tunggu...
Alko Komari
Alko Komari Mohon Tunggu... Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hoax Itu Halal

31 Januari 2018   13:03 Diperbarui: 31 Januari 2018   13:13 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

HOAX dalam setahun belakangan ini semakin marak diperbincangkan masyarakat luas. Tidak hanya masyarakat di perkotaan saja, hingga di pedesaan pun sudah sangat akrab dengan istilah Hoax. Kebanyakan mengartikan Hoax adalah kabar bohong atau berita palsu.

Sejauh ini sudah banyak orang yang harus berurusan dengan penegak hukum lantaran menyebarkan Hoax. Undang Undang No11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi alat pemerintah untuk menjerat siapa saja yang menyebarkan Hoax.

Ditengah gencarnya pemerintah melarang penyebaran Hoax, apa yang saya tuliskan disini mungkin akan menjadi kontraproduktif bagi pemerintah. Apalagi judulnya justru seperti melegalkan Hoax, mengajak masyarakat menyebarkan Hoax, atau sama saja dengan menghalalkan Hoax.

Meski begitu tidak ada sedikitpun rasa khawatir apalagi takut bagi saya hingga kemudian akan dijerat pasal-pasal dalam UU ITE soal penyeraban Hoax. Banyak alasan kenapa saya melegalkan Hoax, dimana pada dasarnya muaranya semata-mata hanya untuk memberikan gambaran sekaligus pendidikan politik kita.

Yang jelas Hoax yang saya anjurkan bukan Hoax yang menyesatkan dan mengandung suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Mengingat jika itu saya lakukan, maka bisa-bisa saja benar-benar berurusan dengan hukum lantaran melanggara UU ITE.

Hoax yang saya anjurkan adalah Hoax yang mendorong orang kreatif dalam sebuah pertarungan politik. Hoax yang menjadi bagian strategi komunikasi politik bagi politisi maupun calon kepala daerah yang sedang bertarung dalam pilkada.

Meminjam istilahnya pakar etika komunikasi, Haryatmoko, saat ini kita sedang menghadapi era Post Truth. Apa itu?, era yang dimana obyektivitas dan rasionalitas membiarkan hasrat atau emosi memihak keyakinan meski fakta memperlihatkan hal yang berbeda.

Argumentasi selalu berlandaskan pada faktor emosional. Pendek kata, Post Truth menempatkan fakta itu menjadi nomor dua, dan benar atau salah itu tidak menjadi hal yang penting. Fakta tidak tunggal, tetapi ada fakta lain yang namanya fakta alternatif.

Dan Hoax dalam era Post Truth ini merupakan fakta alternatif yang juga memiliki kebenaran altenatif. Disini Hoax memang dirancang direkayasa dan disebarkan untuk mempengaruhi publik.

Saat inilah, di tahun politik inilah, era Post Truth yang dimana politisi sedang berlomba-lomba menyebarkan Hoax, menyebarkan sebuah fakta alternatif yang juga menyajikan kebenaran alternatif.  

Di Jawa Tengah misanya yang sedang memiliki gawe Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Bagi tim suksesnya Ganjar Pranowo, isu kasus KTP Elektronik (e-KTP) menjadi tantangan tersendiri yang harus dikelola untuk memuluskan calonnya melanjutkan kekuasaan di periode kedua.

Meski proses pengusutan kasus ini masih terus berlangsung dan terus memunculkan berbagai kemungkinan yang bisa dialami Ganjar Pranowo, namun sudah semestinya tim suksesnya Ganjar menyadari akan tidak pentingnya benar atau salah apakah Ganjar terlibat dalam kasus eKTP ini.

Benar atau salah dugaan keterlibatan Ganjar dalam kasus ini tidak penting. Yang lebih penting bagaimana tim suksesnya menyebarkan fakta -- fakta yang menguatkan bahwa Ganjar tidak terlibat. Kreatifitas dan kecerdasan tim sukses menentukan keberhasilan dalam memunculkan fakta baru. Disini dibutuhkan ketrampilan untuk mendistorsi data agar seolah-olah benar sesuai dengan fakta sebenarnya.

Tim sukses Ganjar harus menggencarkan mengirimkan kabar yang dirancang untuk mempengaruhi publik. Sehingga harapan dengan fakta baru bisa menguatkan kemungkinan bahwa Ganjar tidak terlibat dalam kasus eKTP.

Banyak politisi lain yang memang sudah biasa dalam membangun fakta baru untuk membangun citra yang positif di mata publik. Bapak Presiden Jokowi misalnya, dulu di awal masa jabatannya beliau tidak senang dengan pejabat yang merangkap jabatan, terutama jabatan di parpol dan di pemerintahan.

Namun pada kenyataannya belum lama ini Bapak Presiden justru membiarkan seorang ketua umum partai politik untuk tetap menjadi menteri. Sekali lagi dalam dunia politik berita bohong atau Hoax itu sudah menjadi barang yang dihalalkan. Sering kita mendengar pepatah "Esuk Dele Sore Tempe" yang artinya sekarang ngomong A, besok sudah berubah menjadi B.  

Disini harus diakui bahwa dalam politik, kebohongan itu semi kebenaran. Kepercayaan lebih penting daripada fakta yang sebenarnya. Saya jadi ingat pesan Bapak Wapres Jusuf Kalla dalam sebuah pidato saat perayaan Ulang Tahun Partai Nasdem beberapa tahun silam.

Dalam pidato itu JK menyampaikan bahwa politik itu intinya trust (kepercayaan). Jika partai politik bisa membangun kepercayaan dan dipercaya masyarakat, maka sudah pasti akan mendulang suara yang banyak.

Sama halnya dengan politisi, jika bisa membangun kepercayaan publik maka akan dipercaya masyarakat untuk menduduki jabatan -- jabatan politis. Misalnya Ganjar Pranowo yaa bisa dipercaya lagi menjadi Gubernur Jawa Tengah. Namun sebaliknya jika tidak bisa membangun kepercayaan itu, maka masyarakat tidak akan memilihnya lagi.

Sekali lagi dalam era Post Truth benar atau salah itu tidak penting, yang penting adalah kepercayaan. Jadi silahkan para tim sukses calon untuk giat menyebarkan Hoax. Tentunya jangan Hoax yang menyesatkan dan mengandung SARA, jika itu dilakukan maka jangan salahkan saya jika kemudian anda dijebloskan ke penjara, heee..hee..

Karena dalam UU ITE Pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 sudah sangat jelas bahwa Hoat yang menyesatkan dan mengandung SARA adalah hal yang dilarang. Dalam Pasal 45 atau 2 UU ITE berbunyi setiap orang yang memenuhi unsur yang dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 atau ayat 2 maka dipidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Jadi di era Prost Truth memang merupakan musim Hoax, silahkan saja menyebarkan Hoax, tidak ada larangan menyebarkan Hoax. Asalkan tadi itu, apalagi musim pilkada aparat penegak hukum juga sudah membentuk ciber yang akan menindak black campaign.

Mari kita tempatkan Hoax untuk membuat persaingan yang sehat, untuk membuat persaingan yang elegan, untuk membuat pertarungan yang jantan, untuk menciptakan euforia demokrasi yang berkualitas dan menjunjung tinggi integritas. Jangan menjadikan Hoax untuk menyerang atau membuat black campaign, itu tidak baik dan hanya akan mempeburuk alam demokrasi kita. Selamat bersaing, selamat berdemokrasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun