Mohon tunggu...
Alko Komari
Alko Komari Mohon Tunggu... Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

"WhatsApp Journalism"

29 Januari 2018   16:24 Diperbarui: 29 Januari 2018   16:28 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi wartawan yang sering ikut pelatihan - pelatihan mungkin juga sudah sangat akrab dengan rumus standar jurnalisme, yakni A+B+C=C. Apa itu?, Accuracy + Balance + Clarity = Credibility.

Atau yang pada akhir tahun 1990-an banyak yang memegang panduan buku Seandainya Saya Wartawan Tempo,perihal pentingnya elemen wawancara dalam berita menjadi satu hal yang mesti dijaga seorang wartawan.

Tapi kemudian kenapa semua itu seakan terlindas oleh yang namanya teknologi. Iyaa, memang saat ini masih ada jurnalis yang memegang teguh prinsip jurnalistik itu, tapi kebanyakan mengabaikan prinsip prinsip tersebut.

Jika menengok ke belakang, dari literasi yang saya miliki, aliran jurnalisme muncul awalnya dikenalkan oleh ilmuwan Amerika Serikat Joseph Pulitzer pada abad ke-19 yang mengenalkan Front Page Journalism. Aliran yang dalam koran tidak mengenal headline dan foto utama. Semua sama seperti papan pengumuman.

Kemudian abad ke-20 dikenal dengan istilah Precicion Journalism atau jurnalisme presisi. Aliran jurnalistik yang berlandaskan pada data yang marak dipakai pada tahun 1960-1980. Kemudian pada 1970-1990-an muncul Literacy Journalism atau jusnalisme sastrawi.

Aliran jurnalisme damai mengemuka pada tahun 90-an saat pecah perang di timur tengah. Kemudian pernah ada aliran Inside Journalism atau jurnalisme makna (jurnalisme perasaan).

Di kalangan jurnalis pada tahun 2000-an juga muncul istilah Blackberry Journalism. Kegiatan jurnalistik yang mengandalkan ponsel blackberry. Dan kini setelah blackberry, muncul WhatsApp Journalism.

BlackBerry Journalism dan WhatsApp Journalism sebenarnya hampir mirip, yakni aliran jurnalistik yang mengutamakan kecepatan dalam proses kerja jurnalistik, hanya saja WhatsApp Journalism lebih canggih dalam fasilitas transfer data baik dalam bentuk tulisan, foto maupun gambar bergerak atau video. Dan prinsip - prinsip jurnalistik sama - sama sudah pudar pada kedua aliran  jurnalistik tersebut.

Soal penamaan istilah, saya kira tidak ada yang melarang dan sah - sah saja untuk kemudian dimunculkan. Toh, juga itu telah menjadi potret nyata yang terjadi di hadapan kita. Jika harus mengikuti standar akal sehat Bang Hadi, tentu BlackBerry Journalism dan WhatsApp Journalism sangat jauh dari harapannya.

Yaa, sekarang ada WhatsApp Journalism. Entah akan muncul apalagi kedepannya jika suatu saat nanti WhatsApp sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Teknologi akan selalu berganti dan selalu akan datang yang baru, soal berapa lama sebuah teknologi akan bertahan, semua tergantung dari realitas sosial yang ada di masyarakat. 

Jika marwah profesi jurnalis tidak dijaga, maka sudah pasti semakin kedepan akan semakin babak belur. Semoga saja itu tidak terjadi dan profesi jurnalis akan kembali harum seperti sediakala dulunya lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun