Terakhir, superego. Tahap ini sudah memasukkan pentingnya relasi dan interaksi intersubyek dalam persoalan pemenuhan hasrat dan kehendak. Subyek menyadari dirinya tidak dapat begitu saja memenuhi hasrat dan kwhwndaknya tanpa melibatkan hasrat dan kehendak subyek-subyek lain dalam realita sehari-hari.
Pada tahap ini, hasrat mengalami reduksi manifestasi dan penyalurannya karena ada faktor-faktor eksternal yang tidak selalu sesuai dengan pemenuhan hasrat. Kehendak dan hasrat subyek lain serta aturan -- norma atau hokum, selalu membatasi dan mengatur perkembangan hasrat itu sendiri. Realita yang berkembang tidaklah selalu sesuai dengan hasrat yang hendak disalurkan.
Superego berperan dalam menentukan hasrat seperti apa yang layak dan bisa disalurkan dalam ruang publik. Nilai dan wujud sebuah hasrat dideterminasikan pada tahap ini. Hasrat yang tidak cocok dengan aturan dan norma yang berlaku harus lah dikubur dalam-dalam agar subyek dapat diterima dalam lingkungan sehari-hari
Jika tetap memaksakan penyaluran hasrat yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku, seorang subyek sangat beresiko tidak dapat diterima dengan baik dalam lingkup masyarakat. Pentingnya memaknai dan menyikapi hasrat diri dengan realita sosial sangatlah penting diiliki oleh setiap subyek.
Tekanan-tekanan yang dimunculkan superego tersebut mereduksi kemunculan hasrat-hasrat yang tidak dapat tersalurkan. Hasrat-hasrat tidak tersalurkan inilah yang kemudian seringkali muncul pada fase mimpi seseorang.
Pada akhirnya, mimpi-mimpi tersebut memberikan kesadaran pada subyek akan hasrat yang hendak disalurkannya pada realita. Hubungan inilah yang menunjukkan adanya kemungkinan bahwa mimpi mempengaruhi segala tindakan dan hasrat kita di dunia nyata. Mimpi timbul dari hasrat alam bawah sadar yang kemudian kita kenali dan lihat wujudnya dalam bentuk mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H