Mohon tunggu...
Syahrir Alkindi
Syahrir Alkindi Mohon Tunggu... Konsultan - Mencari

Penulis dan konsultan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Babak Baru Populisme Indonesia

12 Desember 2017   17:30 Diperbarui: 12 Desember 2017   19:03 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.theindependentbd.com

 Fanatisme berlebihan akan membutakan rasio serta akal sehat sehingga tidak mengherankan mereka selalu tampil penuh semangat dan membabi buta saat memperjuangkan kepentingan golongannya tanpa memikirkan dampak kekerasan apa yang mungkin mereka timbulkan. Sebagai nilai tukarnya, para Bigot akan merasa aman dan nyaman berada disekitar orang-orang sepemahaman dalam berbagai hal dan tidak perlu lagi melakukan proses diskursus karena kebenaran dan kepentingan sudah mutlak bagi mereka dan golongannya.

Lalu apa solusinya? Apakah perlu setiap orang di Republik ini beramai-ramai membentuk aliran populisme yang sangat rentan konflik? Populisme jauh berbeda dengan tindakan kolektif yang mengutamakan kepentingan tiap pihak dapat terpenuhi. Populisme tidak mengenal istilah diskursus. Konsensus dicapai karena tiap pihak yang ada dalam tubuh populisme tersebut sudah memiliki kepentingan yang sama sejak awal.

Alur konsensus seperti inilah yang sangat berbahaya, tidak ada lagi disensus dalam pencapaian konsensus. Saat kepentingan tidak berkenalan dan bersinggungan satu sama lain sebelum hadir di ruang publik, kebencian dan konflik lah yang akan muncul. Toleransi akan disalahartikan menjadi 'pengampunan' dari pihak mayoritas kepada minoritas. Perumusan sebuah norma akan didasarkan pada asas mayoritas, bukan lagi keadilan.

Setiap individu harus mengenali basis dan identitas politik apa saja yang ada disekitarnya agar tidak mudah terjerumus dalam populisme. Mengidentifikasi kekuatan politik akan memberikan ruang keberpihakan dan pembacaan kekuatan politik secara transparan. Kesadaran individu dan kekuatan politik yang sudah terlanjur menjadi populisme sangatlah diperlukan untuk memperbaiki keadaan ini.

Individu mesti memiliki akses yang transparan mengenai kepentingan dan identitas sebuah kekuatan politik. Begitupun sebaliknya, di dalam tubuh kekuatan politik harus terbentuk suasana diskursif yang tidak mengutamakan pembentukan narasi tunggal, namun memikirkan bagaimana caranya tiap-tiap kekuatan politik yang ada dapat memiliki porsi dan tersalurkan kepentingannya secara adil dan transparan di ruang publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun