Mohon tunggu...
Alkautsar HolzianAkbar
Alkautsar HolzianAkbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Sosiologi/Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Buku sejarah dan filsafat adalah 2 genre buku yang sangat saya gemari. Walaupun saya suka pilih-pilih penulis mana yang bukunya saya anggap "nyaman" untuk dibaca. Buku-buku yang nyaman untuk dibaca memang banyak. Namun, menuliskan teori filsafat atau sebuah peristiwa dalam sejarah dengan detail tetapi "nyaman" untuk dibaca bukan pekerjaan mudah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Modernitas Cair, Redupnya Minat Berorganisasi dan Sulitnya Menanamkan Kebiasaan Membaca

6 Oktober 2024   23:06 Diperbarui: 7 Oktober 2024   02:25 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Alotnya" mengajak orang-orang untuk membaca buku adalah situasi yang sering saya hadapi. Selama menjalani kehidupan sebagai mahasiswa (walau baru dua semester), telah mempertemukan saya dengan tantangan berupa sulitnya membangkitkan kesadaran "pentingnya membaca". Jangankan di lingkungan prodi atau fakultas, bahkan mengajak teman di sirkel tongkrongan saja capenya setengah-mati.

Bukan hanya budaya membaca buku yang sulit untuk dibangkitakan, di sisi lain, "gairah beorganisasi" menghadapi hal yang sama. Untuk membujuk teman agar aktif di organisasi kemahasiswaan, terkadang kita harus memasang ekspresi seperti pengemis terlebih dahulu. Padahal "membaca" dan "beorganisasi" identik dengan budaya intelektual yang tidak tergantikan.

Dua kesulitan di atas ternyata tidak hanya diafirmasi oleh pengalaman saya yang sempit. Berdasarkan data PISA (Program for International Student Assessment) 2022, Indonesia berada pada peringkat 10 terbawah dalam kategori literasi membaca. Indonesia kini menempati peringkat 70 dari 80 negara dengan skor literasi membaca hanya sebesar 359. Dengan ini, masyarakat Indonesia berhasil menyandang status sebagai masyarakat rendah literasi.

Alkauts17
Alkauts17

Di samping itu, data yang ditunjukan oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), partisipasi pemuda untuk organisasi berada di angka 5,86 di tahun 2015, di tahun 2018 mencapai 6,36, dan tahun 2021 mencapai 4,84. Angka ini menunjukan bahwa partisipasi pemuda dalam organisasi relatif kecil dan belum ada kenaikan yang signifikan. Entah di tahun-tahun setelahnya akan ada penurunan lagi atau malah kebalikannya.

Tentunya keresahan terhadap minimnya minat baca dan beorganisasi tidak hanya dirasakan oleh saya seorang. Wacana-wacana yang menekankan pentingnya "budaya membaca" telah membanjiri sosial media saat ini. Ada banyak kajian yang kemudian mengaitkan dua masalah ini dengan berbagai kausal (penyebab). 

Semisal, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengkaitkan persoalan rendahnya minat baca dengan fasilitas yang kurang memadai dan juga kurikulum yang kurang mendukung iklim membaca. Ada juga yang mengkaitkan masalah beorganisasi dengan kondisi kultural seperti Digital Native, Remaja Jompo, perkembangan teknologi, Gen Z, dan lain sebagainya.

Bagi saya, dua persoalan di atas berkaitan dengan hal yang lebih Universal. Secara tidak langsung, minimnya minat baca dan beorganisasi adalah fenomena sosial yang saling berkaitan dan sama-sama dibentuk oleh suatu pola, yakni pola yang diciptakan oleh modernitas. Dalam hal ini, Ada baiknya jika kita menganalisis fenomena ini dengan "Liquid Modernity", sebuah teori yang dikemukakan oleh Zygmunt Bauman.

Modernitas: Padat dan Cair

Zygmunt Bauman merupakan sosiolog asal Polandia dan seorang teoritis kritis, lahir pada tanggal 19 November 1925. Bauman menekuni bidang Sosiologi dan berhasil menjadi salah-satu tokoh sosiolog yang paling berpengaruh di Eropa. Pada tahun 1968, ia mendapat gelar professor sosiologi dari Universitas Warsawa Polandia dan sempat mengajar di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun