Saya dan BTN
Hubungan saya dengan BTN (Bank Tabungan Negara) sudah terjalin sejak puluhan tahun silam. Selama ini saya cukup puas dengan pelayanan yang diberikan BTN, baik dari sisi kualitas layanan perbankannya sendiri maupun dari sisi pegawainya. Saya merasa punya kedekatan lahir dan batin dengan bank yang saat ini sedang merayakan hari ulang tahunnya yang ke-69.
Perkenalan pertama saya dengan BTN terjadi pada tahun 1983. Ketika itu saya dikirim oleh orang tua saya di Temanggung untuk melanjutkan studi setingkat SMA di Yogyakarta. Untuk biaya hidup, setiap awal bulan saya selalu mendapat kiriman uang sekitar 15 ribu rupiah.
Uang sebesar itu sebenarnya cukup pasa-pasan untuk biaya hidup. Saya harus pintar memutar akal jatah tersebut cukup untuk sebulan. Saya harus irit, untuk makan sehari-hari, saya harus masak sendiri. Saya juga tak malu mencari uang tambahan dengan menjual buku dan hasil kerajinan kulit untuk menutupi kebutuhan hidup.
Dengan cara seperti itu saya tak pernah kekurangan uang, apalagi hutang. Bahkan setiap bulan saya masih bisa menyisihkan sedikit uang untuk ditabung. Saya membuka rekening Tabanas di Kantor Pos Bulaksumur yang letaknya berada di komplek kampus Universitas Gadjah Mada (UGM). Tabanas adalah tabungan hasil kerja sama BTN dengan kantor pos.
Alhamdulillah, dalam waktu dua tahun saya bisa membeli sepeda bekas dar hasil tabungan tersebut. Dengan sepeda ini setiap hari saya bisa menjelajahi sudut-sudut kota Yogyakarta dan sekitarnya.
Kebiasan menabung ini berlanjut ketika saya melanjutkan kuliah di UGM. Di samping masih mendapat jatah bulanan dari orang tua, alhamdulillah saya juga mempunyai beberapa tambahan pendapatan sampingan, antara lain dari honor menjaga masjid, beasiswa, menulis artikel dan membuat gambar kaligrafi di beberapa majalah dan sesekali membantu penelitian dosen. Â
Saat menyelesaikan kuliah, saldo tabungan saya cukup lumayan. Saya jarang meminta tambahan kiriman dari orang tua untuk membiayai berbagai kegiatan seperti untuk penelitian dan penulisan skripsi yang jumlahnya lumayan besar.
Berhubungan LangsungÂ
Hubungan dengan BTN kemudian berlanjut ketika saya bekerja di Kantor Pos Solo pada tahun 1993. Saya juga membuka rekening tabungan BTN di kantor pos. Setiap bulan, sebagian gaji saya dipotong untuk ditabung.
Pada perjalanan berikutnya, bahkan saya mendapat kesempatan berhubungan dan belajar langsung dengan BTN. Saat itu saya ditugaskan di bagian pelayanan yang salah satu tugasnya adalah melakukan rekonsiliasi mingguan dengan Bank BTN.
Waktu itu, semua pembukuan tabungan masih dilakukan secara manual. Tiap minggu kami merekap jumlah penabungan dan pengambilan, lalu mencocokkan dengan catatan dari Bank BTN. Jika jumlah penabungan lebih banyak, maka kami harus melakukan settlement ke pihak BTN. Sebaliknya jika jumlah pengambilan lebih banyak, maka pihak BTN yang harus melakukan settlement ke Kantor Pos.
Pekerjaan itu saya jalani hampir setahun. Secara garis besar semuanya lancar. Pihak BTN sangat open dan care dengan masalah pencocokkan data dan penyelesaian pembayaran. Tidak boleh ada selisih, meskipun hanya 1 rupiah.
Di Solo, alhamdulillah saya juga bisa membeli rumah kecil dengan cara over kredit melalui BTN. Ceritanya, waktu itu ada seorang teman yang kebetulan juga menjadi pegawai BTN ingin menjual rumahnya karena dia harus pindah mengikuti tugas suami ke tempat lain.
Saya dan istri langsung cocok begitu melihat rumah yang dijual tersebut. Saya langsung melakukan akad kredit dengan harga over kredit dan cicilan yang relatif murah dan terjangkau. Saat itu, setiap bulan saya harus mengangsur sekitar 95 ribu rupiah. Saat itu, kayaknya hanya BTN yang menyalurkan kredit untuk KPR.
Sayang, saya tidak sempat menempati rumah tersebut karena beberapa bulan setelah membelinya, saya mendapat penugasan ke kota lain. Rumah tersebut akhirnya saya jual dan saya belikan rumah baru di tempat yang saya tinggali sekarang di Depok.
Tetap Setia Â
Sampai sekarang saya masih setia menggunakan BTN. Saat ini saya memegang rekening tabungan E-Batara Pos yang setiap bulan digunakan untuk membayar gaji lewat payroll BTN.
Sampai sejauh ini semuanya berjalan lancar. Bahkan, dibanding beberapa bank besar lain, gaji saya kadang lebih cepat masuknya ke rekening BTN. Kalau beberapa teman harus menunggu sampai sore hari, melalui BTN, biasanya pada jam 11 setiap awal bulannya gaji saya biasanya sudah masuk.
Dari gaji yang masuk tersebut kemudian langsung saya distribusikan ke berbagai pos pengeluaran. Untuk jatah bulanan dua anak saya yang sedang belajar di Semarang dan Solo, membayar berbagai tagihan, top-up Gopay untuk mobilitas saya dari satu tempat ke tempat lain dan juga saya ambil tunai untuk keperluan sehari-hari istri saya.
BTN Sahabat Generasi Milenial
Saya sangat bergembira ketika BTN mengusung tagline "69 tahun BTN: Sahabat Generasi Digital & Milenial Indonesia" saat merayakan ulang tahunnya kali ini.
Dengan tagline ini BTN ingin menegaskan dirinya sebagai bank yang ramah dan siap melayani kebutuhan generasi milenial yang selalu menuntut layanan yang beragam dan  cepat berubah sesuai dengan kebutuhan jaman.
Salah satu ciri dari generasi milenial adalah ketergantungannya pada gadget. Akses internet yang lumayan kencang dan murah serta berbagai tawaran kemudahan dalam cara hidup membuat generasi milenial tidak bisa lepas dari gadget.
Ciri lainnya generasi ini adalah sangat akrab dengan pembayaran non-cash. Semua transaksi maunya dibayar tidak secara tunai. Mau makan, naik ojek, taksi, kereta commuter, belanja dan berbagai aktivitas lainnya. Mereka tak mau lagi mengantongi dompet yang tebal disaku celana mereka.
Untuk bisa menggaet generasi milenial ini, BTN tentu harus mampu merespon kebutuhan mereka. Untuk itu, layanan m-banking yang sudah dioperasikan selama ini perlu di-upgrade agar tampilannya lebih menarik dan user friendly. Fiturnya juga perlu diperkaya.
Selain itu, BTN juga perlu menambah kemitraan dengan berbagai merchant dan start up bisnis yang saat ini pertumbuhannya sangat cepat. Untuk masalah yang satu ini, kelihatannya BTN masih harus bekerja lebih keras.
Terus terang, selama ini saya mengalami kesulitan saat menggunakan m-banking BTN untuk bertransaksi belanja online di Bukalapak, Tokopedia, Travelokas, Tiket.com atau yang lainnya. Toko-toko online tersebut sampai saat ini belum memasukkan BTN sebagai salah satu rekening tujuan pembayaran. Sehingga jika saya menggunakan BTN saya harus membayar bea transfer sebesar Rp 6.500 untuk setiap kali transaksi.
Sebenarnya, dengan kartu ATM GPN yang saya terima beberapa waktu lalu, saya juga bisa melakukan transfer tanpa biaya di ATM Merah Putih. Tapi hal tersebut kurang praktis karena ATM tersebut kadang lokasinya cukup jauh.
Mudah-mudahan, di usianya yang ke-69 ini BTN mau terus berbenah agar layanannya match dengan kebutuhan generasi milenial yang sangat cepat berubah dan selalu menuntut lebih dari yang lain.
Jika ini bisa dilakukan, saya yakin BTN akan menjadi bank pilihan utama generasi milenial di masa datang. Sebagaimana saya yang selama puluhan tahun telah menjadikan BTN sebagai bank pilihan utama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H