Setelah puas berkeliling situ, kami di antar untuk melihat kebun arbei yang berada di seberang situ. Sebenarnya untuk bisa sampai ke tempat tersebut, kita juga bisa melalui jalan lain, yaitu melalui jalan darat. Tetapi jalurnya harus memutar.
Kebun ini berada di atas lahan milik Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dikelola oleh seorang janda yang punya anak 11. Dia baru kehilangan suami dan anak lelakinya yang meninggal sekitar 5 bulan lalu saat menjalani pekerjaan menggali sumur.
[caption caption="Buah arbei, satu keranjang Rp. 10.000"]
Untuk bisa masuk ke kebun ini, kita dikenai tarif sebesar Rp. 3.000. Kita bisa memetik makan sepuasnya arbei di kebun itu. Jika kita ingin membawa pulang, kita akan diberi sebuah keranjang kecil untuk diisi buah arbei yang bisa kita petik sendiri. Setiap keranjangnya dihargai Rp 10.000.
Cuma harus hati-hati ketika memetik arbei ini. Pohonnya agak tinggi dan berduri. Jika tidak hati-hati kita akan tertusuk durinya. Pohon arbei bibitnya berasal dari hutan yang ada di sekitar Situ Cileunca.
Di daerah asal saya Temanggung, buah tersebut biasa disebut dengan buah ucen-ucen. Biasanya tumbuh dengan liar di pinggir-pinggir sungai.
Bagi para pendaki gunung, pohon arbei termasuk buah penyelamat ketika mereka kehabisan bekal dalam perjalanan. Pohon ini bisa tumbuh baik baik di berbagai tempat di Indonesia, terutama di hutan dan semak-semak.
[caption caption="Petik buah arbei, seperti panen di kebun sendiri"]
Anak-anak saya terlihat sangat menikmati sensasi memetik buah arbei tersebut. Seolah-olah memetik buah di kebun sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H