Tindakan konkret diperlukan untuk meningkatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar para pekerja migran perempuan karena mereka semakin rentan terhadap kekerasan (misalnya, kekerasan seksual) dan kehilangan harta. Kerentanan akan korban kekerasaan ini terjadi sebab tidak mempunyai bargaining position akibat sebagai pencari kerja. Dengan begitu, mereka pun rentan dengan tindakan eksploitatif yang dilakukan oleh berbagai pihak. Berdasarkan gagasan Komnas Perempuan (2019), penegak hukum cenderung mengabaikan kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan pekerja migran. Padahal dari seluruh pekerja migran asal Indonesia, sekitar 70% berjenis kelamin perempuan. Artinya, kecenderungan akan adanya korban kekerasaan tenaga kerja wanita di luar negeri lebih besar terjadi.
Hadirnya Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menegaskan tanggung jawab pemerintah Indonesia dalam menjaga hak-hak calon TKI dan TKI di negara asing (Yuliartini, 2019). Pasal 7 dari undang-undang tersebut memberikan mandat kepada pemerintah untuk menjamin hak-hak calon TKI, mengawasi penempatan mereka, membentuk sistem informasi terkait penempatan, melakukan upaya diplomasi, dan memberikan perlindungan sepanjang rangkaian pemberangkatan, penempatan, hingga masa purna penempatan. Namun demikian, UU ini masih harus ditinjau, karena efektivitas yang belum maksimal dan masih mengalami hambatan dalam penegakan hukum bagi tenaga kerja di luar negeri.
Relevansi Teori dengan Kasus
Dalam kasus ini, Law Wan Tung sebagai perempuan yang terlibat dalam kekerasan terhadap Erwiana Sulistyaningsih, mencerminkan nuansa kompleks dalam teori kekerasan berbasis gender. Dengan adanya ini menunjukkan bahwa kekerasan tidak selalu terbatas pada relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga dapat melibatkan perempuan sebagai pelaku. Hal tersebut menyoroti perlunya memahami dinamika kekerasan gender yang melibatkan berbagai faktor dan peran gender.Â
Dalam konteks teori kekerasan berbasis gender, partisipasi perempuan sebagai pelaku kekerasan seperti Law Wan Tung menekankan perlunya melihat gender sebagai konstruksi sosial yang kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan juga dapat terlibat dalam melestarikan norma-norma yang mendukung kekerasan. Tidak hanya itu saja, adapun menyoroti pentingnya dekonstruksi stereotip gender dan memahami dampaknya terhadap dinamika kekerasan dalam masyarakat.Â
Melihat keterlibatan Law Wan Tung sebagai perempuan pelaku kekerasan juga menekankan bahwa upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan berbasis gender harus merangkul semua elemen masyarakat, termasuk membangun kesadaran tentang peran perempuan sebagai agen perubahan. Pemahaman ini memberikan dorongan untuk menggagas program pendidikan gender yang holistik, mempromosikan kesetaraan, dan memecah stereotip yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasan di berbagai lapisan masyarakat.
KesimpulanÂ
Berdasarkan kasus kekerasan yang menimpa Erwiana Sulistyaningsih menunjukkan adanya kekurangan dalam implementasi Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 yang seharusnya memberikan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Meskipun pemerintah telah merespons dengan mengeluarkan undang-undang dan peraturan. Kasus ini menyoroti bahwa regulasi tersebut belum optimal dalam melindungi pekerja migran perempuan, yang seringkali lebih rentan terhadap kekerasan.Â
Kasus Erwiana juga mengungkapkan bahwa pemerintah perlu mengambil tindakan konkret untuk memperkuat perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar pekerja migran perempuan.Â
Selain itu, juga memastikan efektivitas penegakan hukum di luar negeri. Kesadaran masyarakat, lembaga-lembaga terkait, dan pemerintah perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi pekerja migran perempuan, serta memastikan bahwa regulasi yang ada dapat memberikan perlindungan yang memadai. Kasus kekerasan terhadap TKW Erwiana Sulistyaningsih menuntut Indonesia untuk mengambil pelajaran berharga.Â
Perlunya penguatan regulasi perlindungan TKW, khususnya perempuan, dan peningkatan kesadaran masyarakat terkait kekerasan gender. Pembangunan sistem pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai kesetaraan gender juga krusial. Melalui pendekatan holistik ini, Indonesia dapat memastikan perlindungan yang lebih baik bagi TKW dan menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H