Mohon tunggu...
Aliya Putri Ramadani
Aliya Putri Ramadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Komunikasi dan Penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Kupatan: Merajut Silaturahmi Bersama Kerabat Lewat Lebaran Ketupat

20 November 2024   10:10 Diperbarui: 20 November 2024   10:53 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ketupat Hidangan Pendamping Lebaran. (Sumber: iStock)

Pada momen lebaran, seluruh umat muslim di Indonesia tak akan terlepas dari ketupat. Yaitu makanan berbahan dasar beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda dan disajikan bersama dengan lauk pendamping seperti opor, rendang atau gulai.

Tapi taukah anda? Ada salah satu tradisi di Indonesia ini yang disebut ‘Lebaran Ketupat’. Salah satu tradisi masyarakat muslim khususnya di pulau Jawa yang dilaksanakan pada hari ke-8 pada bulan Syawal. Lebaran Ketupat ini seringkali disebut juga dengan ‘Riyoyo Kupat’ atau Kupatan. Tradisi ini biasanya digunakan masyarakat Jawa untuk berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara.

Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat Nusantara. Tradisi ini kemudian dijadikan sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah swt, bersedekah, dan bersilaturrahim di hari lebaran.

Dilansir dari NU Online, sejarah ketupat sendiri erat kaitannya dengan salah satu wali songo yaitu Sunan Kalijaga. Masyarakat Jawa mempercayai beliaulah yang pertama kali memperkenalkan ketupat.

Dalam rangka mengasimilasi budaya Islam dan budaya lokal agar dapat diterima masyarakat, Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai lambang Idul Fitri. Beliau memperkenalkan istilah Ba’da dalam dua istilah, yaitu Ba’da Lebaran dan Ba’da Ketupat. Ba’da Lebaran yang dimana semua umat muslim bermaaf-maafan setelah sholat Idul Fitri dan Ba’da Kupat yang dilaksanakan pada hari ke 8 bulan Syawal yaitu tradisi membuat ketupat dan membagikannya kepada sanak saudara.

Ketupat sebagai pelengkap puasa Ramadhan untuk menggenapkan perhitungan puasa satu tahun dalam puasa 6 hari di bulan Syawal. Maka dari itu dilakukanlah perayaan Lebaran Ketupat sebagai hari kemenangan telah dilaksanakannya puasa satu Tahun.

Dibalik kata ‘ketupat’ atau ‘kupat’ terdapat filosofi tersendiri. Berasal dari bahas jawa yaitu ‘ngaku lepat’ yang berarti mengakui kesalahan, sehingga diharapkan masyarakat muslim dapat saling mengakui kesalahan dan memaafkan setelah memakan hidangan tersebut.

Bentuk unik segi empat ketupat pun memiliki prinsip yaitu ‘Kiblat Papat Lima Pancer’, yang melambangkan empat arah mata angin dan satu pusat, yaitu Allah SWT. Lambang tersebut memiliki makna bahwa kemanapun manusia pergi, mereka akan selalu kembali kepada Allah SWT. Dalam makna akhlaki, bentuk kotak ketupat melambangkan empat macam nafsu manusia, yaitu amarah atau nafsu emosional, aluamah atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar, supiah atau nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah, dan mutmainah atau nafsu untuk memaksakan diri. Keempat nafsu tersebut hanya dapat ditaklukkan ketika kita berpuasa.

Tak hanya nama dan bentuknya saja, bahkan komponen dalam pembuatan ketupat juga memiliki filosofi dan maknanya tersendiri.

  • Anyaman Ketupat

Anyaman ketupat yang merupakan gabungan janur kuning memiliki makna kesalahan dan dosa manusia. Sedangkan warna putih beras ketika ketupat dibelah menjadi dua, bermakna kebersihan dan kesucian setelah tuntas melakukan ibadah selama bulan Ramadhan.

  • Bungkus Ketupat

Bungkus ketupat terbuat dari janur yang berwarna hijau kekuningan. Warna ini melambangkan tolak bala atau tolak sial.

  • Beras

Dalam sebagian besar tradisi masyarakat Indonesia, beras melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Adapun beras dalam ketupat bermakna setelah hati dan jiwa manusia itu bersih dari empat macam nafsu itu, maka manusia akan memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan. Dengan demikian, bisa dimaknai pula bahwa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat itu hanya dapat diperoleh jika manusia dalam masyarakat itu memiliki hati dan jiwa yang bersih dan suci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun