Mohon tunggu...
Aliyah Sukma
Aliyah Sukma Mohon Tunggu... Apoteker - Mahasiswa Universitas Hasanuddin

Kuliah di Fakultas Farmasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peduli

23 Desember 2019   19:25 Diperbarui: 23 Desember 2019   20:54 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar atau salahnya sesuatu itu subjektivitas. Tak dapat hanya dipandang dari satu kacamata saja. Mungkin dari sudut pandangmu kau mengira bahwa yang kau laukan ini sudah benar, sedangkan menurut orang lain yang kau lakukan itu salah. Lantas bagaimana salah dan benar itu sendiri. Pertama , ketika kau melakukan sesuatu pikirkan dengan akalmu, apakah tindakanmu ini masuk akal ? apakah bisa diterima masyarakat ? Kedua, tanyakan pada hatimu. Akankah hatimu menerima keputusan itu ? apakah hatimu merasa tenang ketika sudah melakukannya ? Lalu sikronkanlah keputusan antara hati dan pikiranmu. Maka disitulah kau dapat memutuskan benar atau salahnya tindakan yang kau lakukan.

Peringatan juga bagi kita masyarakat Indonesia, bagi para netizen yang maha benar sejagat raya, jangan juga terlalu peduli dengan urusan orang. Jangan GU, Gila Urusan. Sadarlah. Tempat kalian bermain dimana ? Dunia maya. Dunia penuh ayal dan goda. Tahu tidak rasa peduli berlebihan itu kau manifestasikan dalam bentuk yang salah. Rasa peduli itu malah menjelma menjadi rasa penasaran, rasa kepo yang salah arah. Kebanyakan netizen kepo karena mencari bahan pembicaraan yang ujung -- ujungnya malah menyakiti orang lain. Bukan dengan ucapan. Tapi dengan gerakan jempol. Inilah contoh rasa peduli yang 'overdosis'. Sesuatu yang berlebihan itu tak baik dan sesuatu yang kurang itu harus ditambah. Segala sesuatu itu harus pas. Harus seuai dengan proporsinya masing -- masing. Kalian ingin berinteraksi lewat dunia maya, silahkan. Ingin bertegur sapa lewat chat, silahkan. Dengan syarat, jangan lupakan dunia nyata tempat kalian berpijak.

Menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dimulai dengan sikap peduli yang baik juga. Tak hanya melalui cuitan di sosial media, tapi juga di realita hidup.

Contoh gambaran orang yang hidup di dunia maya adalah orang yang ketika kita mengobrol dengannya dalam chat, rasanya dia adalah orang yang menyenangkan, member umpan balik yang menarik, bijak, dan sebagainya. Namun, nyatanya saat bertemu malah kebalikannya. Dia adalah orang yang pendiam, dan tak pandai menuturkan kata dengan baik di hadapan kita. Banyak orang yang seperti ini. Seakan hidupnya hanya di dunia beribu drama berjalan. Disinilah peran rasa peduli itu harus ada. Rasa peduli denga kondisinya, rasa peduli dengan masalahnya, dan rasa peduli untuk membantunya keluar dari jeratan teknologi. Tak dapat dipungkiri bahwa teknologi itu memang berperan besar dalam kemajuan umat manusia. Tapi yang menjadi poin penting disini adalah manusia yang menciptakan teknologi, maka seharusnya manusialah yang memperbudak teknologi bukan malah teknologi yang memperbudak kita. Teknologi harusnya dapat membantu manusia dalam menyelesaikan masalahnya, bukan malah manusia yang mengkambinghitamkan tindakannya pada teknologi. Segala sesuatu memang pada dasarnya memiliki dua sifat, yaitu keuntungan dan kelemahan. Setiap sesuatu itu pasti punya dua sisi. Tinggal bagaimana manusia dapat mengendalikan kedua hal tersebut. Salah satu dampak teknologi yang sangat pesat ini adalah kurangnya interaksi antar sesama. Bahkan ketika di suatu desa yang begitu erat persaudaraannya, begitu erat dengan segala budaya dan adatnya, ketika dikenalkan dengan teknologi, maka lambat laun semua itu akan ditinggalkan, dianggap kuno, ketinggalan zaman dan sebagainya. Karena kemungkinan -- kemungkinan yang seperti ini, bahkan ada suatu desa terpencil yang menolak adanya segala bentuk penjajahan dalam bentuk teknologi. Karena menganggap bahwa teknologi itu buruk, membuat generasi menjadi malas hingga membuat mereka lupa akan siapa diri mereka sebenarnya, layaknya kacang yang lupa akan kulitnya. Walau sebenarnya kita tahu bahwa teknologi tak semuanya seperti itu, malah teknologi banyak membantu, memberi kemudahan. Namun, apalah manusia, yang punya rasa haus akan kepuasan yang tinggi, hingga tercipta sikap individual yang semakin nyata. Memang manusia butuh waktunya sendiri. 'Me Time', isitilahnya. Tapi itu ada waktunya. Bukan setiap saat kita harus memikirkan diri sendiri. Jangan terjebak dengan pemikiran bahwa kita berbeda jalan, maka selamatkan dirimu sendiri. Tidak. Setiap orang punya andil dalam kehidupan orang yang lain. Percaya itu. Ada alasan di setiap rencana Tuhan yang tidak kita tahu. Dimana ketika kau bertanya, Kenapa harus aku ? Itu karena kaulah yang akan menjadi sebab bagi kehidupan orang lain, dan orang lain itu akan menjadi sebab bagi kehidpan orang lain pula. Begitu seterusnya. Berputar bagai roda raksasa yang akhirnya akan kembali pada diri kita. Percayalah bahwa di setiap ketidaktahuan kita, mungkin Tuhan sedang menyelamatkan kita dari tahu itu sendiri.

Jadi, teruslah berbuat baik, peduli dengan sekitar, jalin hubungan dengan orang lain, benar atau tidaknya tindakan itu tak hanya dinilai dari satu sisi saja tapi dari berbagai kacamata.

#resep2019

#hubunganantarsesama

#gemf18rozil

#KEMAFAR_UH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun