Jalan rumah tangga bukanlah jalan yang mulus, karena kita berkomitmen pada satu orang yang harus diperjuangkan sampai mati, dan itu adalah waktu yang panjang, bila menikah itu adalah ibadah terpanjang, sebagaimana telah dijelaskan di muka, maka sholat saja yang hanya kurang-lebih 5 menit sudah sulit untuk fokus dan dihalangi oleh banyak godaan, apalagi ibadah yang meliputi seluruh aspek kehidupan, maka perjuangan dalam mempertahankan kekhusyukan ibadah pernikahan lebih butuh kesungguhan.
3. Ketika salah satu dari pasangan marah, maka salah satunya lagi harus menjadi pemadam amarah itu, bukan saling membakar satu sama lain.
Menjalin komunikasi yang baik dalam pernikahan menjadi syarat utama langgengnya pernikahan, dan alasan paling sering perceraian adalah ketidaksesuaian paham yang akhirnya menimbulkan gejolak amarah. Sebenarnya, amarah itu hal yang wajar sebagai bagian dari ekspresi emosional kita, namun yang menjadi masalah adalah tidak adanya kedewasaan emosional dalam merespon amarah pasangan sehingga terjadilah percekcokan yang berujung pada perceraian.
4. Kenali perbedaan nafsu dan cinta.
Cinta dan nafsu akan sulit dideteksi saat seorang belum menikah, tapi saat sudah menikah maka akan mampu membedakannya, sebagia contoh seorang suami mencintai istrinya tapi dia menemukan wanita lain yang lebih cantik dari istrinya, maka dia tetap cinta pada istrinya pada hakikatnya namun dia nafsu dengan wanita lain yang dibalut embel "cinta" padahal hakikatnya tak ada cinta di sana. Ketika kita sadari ini, maka kita akan lebih memilih cinta ketimbang nafsu belaka.
5. Pernikahan itu soal ideologis.
Jika pernikahan didasari oleh cinta saja, maka ketahuilah bahwa cinta itu bisa sirna atau naik-turun, tapi bila kira mendasari pernikahan adalah untuk ketaatan pada Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah, maka kita akan terus berjuangan mengarapkan pahala dari gelombang yang ada di perjalanan rumah tangga, dan cinta dapat dipupuk tiap hari dengan dasar ini. Karena cinta berasal dari hati yang mudah bolak-balik, sedangkan ideologi, terlebih mendasari ideologi hidupnya dengan Al-Quran dan Sunnah, terpati di otak yang cenderung kokoh, maka pasangkan pondasi pernikahan pada prinsip, bukan perasaan belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H