"Oh maaf tidak usah, terima kasih banyak atas tawarannya. Sekarang kami akan pulang." Jawabku.
Aku merasakan gerakan tangan Rahmat. Ia sadarkan diri, terlihat raut mukanya terasa gelisah.
"Kak, Mamet lemas sekali" rintih Rahmat.
"Sabar ya, kita sekarang pulang." Sahutku lembut.
"Kak, haus." singkat kata Rahmat.
Wanita berjilbab itu mendekatiku sembari membuka botol air yang bersegel. Raut wajahnya datar dan selalu menunduk.
"Insya Allah, apabila ia minum ini anakmu akan baik-baik saja." Jawab wanita berjilbab.
Anak? Tampaknya wanita ini salah paham tentang hubunganku dengan Rahmat, tetapi biarlah tidak penting untuk dibicarakan. Dengan senyum aku menerima pemberian dari wanita yang mungkin umurnya sebaya denganku. Sebaiknya aku percaya dengan penampilannya yang terlihat ikhlas membantuku. Karena bila yang memberi botol air dengan penampilan yang tidak meyakinkan, aku tidak akan berani menerimanya.
Perlahan aku turunkan Rahmat dari gendonganku, dan menyandarkannya pada tanganku.
"Mamet, minum dulu ya." Sahutku mendekati botol pada mulut Rahmat.
Perlahan Rahmat meminum air, tampaknya ia sangat kehausan. Mukanya terlihat sangat pucat, dan keluar keringat dingin di sekitar lehernya.