"Ya sudahlah, mungkin ini belum rezeki Ibu untuk menyekolahkan Rahmat. Tuhan akan selalu memberi rencana yang terbaik untuk ciptaan-Nya." Ucap Ibu Sri dengan senyum yang merekah tanda ketegaran hatinya.
"Jadi, Rahmat dari dulu sampai sekarang tak pernah sekolah?"
"Dia menimba ilmu dari pengajian gratis di dekat lapangan bola tempat ia bermain."
Rahmat perlahan bangun dan memanggil ibunya. Sesungguhnya dia punya bakat untuk berprestasi, tetapi sayang nasib kehidupan menghambat ia menuju kesuksesan.
"Kakak yang tadi menolong Mamet, ya?" tanya Rahmat dengan lugu.
"Iya, tadi Kakak lihat kamu kesakitan. Gimana kakinya, masih sakit?"
"Lumayan, Kak." Ucap Rahmat sembari merasakan kesakitan.
"Lain kali hati-hati ya, Mat. Nanti kalau ada apa-apa sama kamu, gimana?" tanya Ibu Sri khawatir.
"Maaf ya, Bu." Menunduk dan mengakui kesalahan.
"Gak apa-apa, Ibu sayang kamu, nak. Kamu anak yang Ibu banggakan." Peluk Ibu Sri pada Rahmat.
Saat melihat mereka, aku teringat massa kecilku yang berada pada dekapan kasih sayang ibu, dan sekarang ibuku telah tiada.