Mohon tunggu...
Aliva Rosdiana
Aliva Rosdiana Mohon Tunggu... Penulis - edupreneur

Sebagai seorang edupreneur, saya harus mengasah diri dengan meningkatkan kualitas diri agar menjadi seorang yang memberikan manfaat dalam dunia pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konsep Analisa Wacana (Discourse Analysis)

7 September 2017   10:58 Diperbarui: 7 September 2017   11:28 3870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar 1: Konsep menganalisa wacana perlu memperhatikan teks yang didalamnya meliputi kognisi sosial, dan konteks| mufatismaqdum.wordpress.com

Wacana memiliki bentuk yang beragam sesuai dengan format, situasi, tujuan, partisipan, dengan target yang berbeda. Di dalam wacana terdapat informasi penulis maupun pewicara yang ingin mengkomunikasikan pesan yang dimaksud kepada pendengar maupun pembaca. Pembuat iklan ingin menyampaikan pesan kepada pembaca maupun pendengar sebagai konsumen atas produk yang ditawarkan agar konsumen melakukan sesuatu terhadap produk tersebut yaitu tertarik kemudian membeli. 

Begitu pun novel yang ditulis penulis ingin menyampaikan pesan yang tersirat dalam sebuah cerita dengan harapan pembaca tertarik, hanyut dalam cerita dan merasakan pesan yang disampaikan penulis dalam sebuah cerita. Dan masih banyak hal dengan format serta konteks yang berbeda dengan maksud sama yaitu menyampaikan pesan.

Wacana yang muncul baik berupa teks tulis maupun teks wicara pasti dianalisa oleh pendengar maupun pembaca yang berperan sebagai resipien (recipient).Analisa wacana dimaksudkan agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh recipient.Apa yang dimaksud analisa wacana? Analisa wacana berarti menganalisa atas bahasa yang digunakan. 

Penganalisa wacana dalam hal ini berkewajiban menyelidiki untuk apa bahasa tersebut dipakai. Sedangkan ahli linguistik lebih memusatkan perhatian pada penentuan sifat-sifat formal bahasa. Fungsi bahasa dibedakan menjadi dua yaitu transaksionalberdasarkan isinya dan interaksionalberdasarkan hubungan-hubungan sosial dan sikap. Pandangan transaksional akan condong pada ahli linguistik, psikolinguistik, dan filsafat bahasa yang lebih memperhatikan pada informasi factual dan proposisional. Berbeda dengan pandangan interaksional yang lebih condong pada ahli sosiologi dan sosiolinguistik yang lebih focus pada pemeliharaan hubungan sosial.

Seperti tulisan saya sebelumnya mengenai penyampaian pesan dengan kata "lapar." Nampak kata tersebut tidak memiliki maksud dan tujuan. Nyatanya kata tersebut memiliki maksud dan tujuan tertentu jika disampaikan oleh seseorang tertentu dalam situasi tertentu pula. Sama halnya dengan kata "dingin" jika disampaikan oleh penumpang dalam satu kereta dan satu bangku, kata "dingin" disini bukan maksud yang sebenarnya seseorang menyampaikan kondisi saat itu yang memang dingin. Akan tetapi kata tersebut memiliki makna lebih yaitu ingin menunjukkan kesediannya untuk bersahabat dan diajak bicara. Terkadang diselingi isyarat-isyarat paralinguistik berupa senyuman atau kualitas suara yang hangat.

Teks tulis dalam novel, cerpen, maupun script drama mewakili realita kehidupan dimana suara akan digantikan dengan tulisan. Dalam kutipan dialog Pride and Prejudice"

'Mr. Bennet, how can you abuse your own children in such a way? You take delight in vexing me. You have no compassion on my poor nerves.'

            'You mistake me, my dear. I have a high respect for your nerves. They are my old friends. I have heard you mention them with consideration these twenty years at least.'

Kutipan diatas seperti 'gobble-dygook'(pidato yang berbelit-belit dan sukar dipahami) jika pewicaranya satu orang. Seringkali dalam novel, penulis menambahkan tanda baca dan memberikan tipografi agar bahasa tersebut menarik untuk diterima. Begitu pun penekanan dimana mewakili bahasa lisan dalam transkrip dialog ditambahkan dengan tanda baca atau hanya dicetak miring saja. Catatan juga dibubuhi sebagai gambaran kondisi sekitar pembicara.

Pembaca dan pendengar sebagai penganalisa wacana perlu untuk merinci, mengingat dan menafsirkan berdasarkan ilmu dan pengalaman kehidupan. Realisasinya dalam komunikasi adalah pada teks yang disajikan untuk dibicarakan dan didiskusikan sebagai pertimbangan, atau produk asli bahasa yang memiliki ciri teks khusus sebagai symbol dan tanda yang mana hanya penafsir tertentu yang mampu menafsirkannya.

Terdapat perbedaan antara bahasa tulis dan bahasa lisan. Goody mengatakan terdapat dua fungsi bahasa tulis yaitu yang pertama fungsi menyimpan seperti diary, buku, biografi, yang tidak mempedulikan waktu dan ruang. Dan fungsi kedua adalah mentranskripsikan atau memindahkan bahasa oral ke bahasa visual. Sifatnya terkadang lepas dari konteks aslinya dan cenderung abstrak.

Dalam bahasa tulis banyak penanda metalingua yang ditemukan untuk menghubungkan klausa-klausa (penanda pelengkap that, penanda-penanda temporal when/while,serta penanda logika seperti besides, moreover, however, in spite of,dsb. Sedangkan dalam bahasa lisan, pembicara mungkin menggunakan referen untuk merujuk ke suatu hal, misalnya (sambil mendongak ke atas) frightful, isn't it? Terkadang ditemukan pula pembicara secara khas memakai banyak kata yang agak digeneralisasikan seperti a lot of, got, do, thing, nice, stuff, place,dan things like that. Fillerpun juga sering digunakan seperti well, erm, I think, you know, if you see what I mean, of course,dan lain-lain.

Seorang analisa wacana sebaiknya juga merupakan seorang analisa gramatika kalimat yang mampu menjelaskan ciri-ciri bahasa tertentu dengan arti tertentu yang membedakan dengan bahasa lain. Data relevan yang diperoleh oleh penganalisa wacana seringkali dibuat constructed sentence (kalimat buatan) sebagai bentuk pengingkarannya. Chomsky (1957: 17)menunjukkan sudut pandang ini sebagai 'gramatika otonom,' yakni, pentingnya memperhatikan statistika bahasa dalam penyidikan-penyidikan yang ditemukan walaupun tidak mempunyai relevansi langsung dengan masalah penentuan atau penguraian sifat ujaran yang bergramatikal. .

Fenomena yang ditunjukkan oleh penganalisa wacana lebih kepada fungsi atau tujuan bahasa bagaimana data itu diproses. Sehingga hasil eksperimen yang diperoleh lebih kepada pemrosesan psikolinguistik, sosiolonguistik, etnografi, yang menyajikan pemahaman mengenai caranya, hasilnya sesuai dengan konteksnya, tujuan serta prosesnya.

Setiap pendekatan analitis dalam linguistik pasti melibatkan pertimbangan kontekstual dalam penyelidikan bahasa yang disebut pragmatika.Tentu saja unsure sintaksis dan semantik tidak lepas dari pragmatika. Seorang penganalisa wacana (discourse analyst) memperlakukan data yang diperolehnya sebagai rekaman (teks) bagaimana proses komunikasi oleh pembicara dan penulis dilakukan ketika mengekspresikan makna atau maksud wacana (discourse)tersebut. Dari data yang diperoleh itu, penganalisa wacana berusaha menjelaskan dengan bahasa yang teratur untuk mengkomunikasikan maksud yang ingin disampaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun