Mohon tunggu...
Ali Usman
Ali Usman Mohon Tunggu... Jurnalis televisi -

Pernah bekerja untuk koran Merdeka, IndoPos, Radar Bekasi, Harian Pelita, Majalah Maestro, Harian ProGol, Tribunnews.com (Kelompok Kompas Gramedia), Vivanews.com, kini di TVRI nasional. * IG aliushine * twitter @kucing2belang * line aliushine * blog www.aliushine.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan dan Peti Jati

11 Januari 2017   00:29 Diperbarui: 25 Juli 2017   00:40 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Segera ia letakan mayat yang terbujur kaku itu di pinggir pusara. Gerimis yang mulai turun ikut membasahi kain kafan yang sudah dilepas ikatannya itu. Gerimis juga membasahi wajah mayat Sulastri yang sudah lebam membiru. Beberapa tetes gerimis bahkan mengenai mata mayat yang masih melotot itu.

"Matanya masih melotot Kang!" Lelaki yang sedari tadi kesurupan menggali kuburan terperanjat kaget. Napasnya masih naik turun kelelahan. Rupanya tenaga gaib yang sedari tadi menguasainya sudah hilang. Lelaki pembaca mantra ikut terperanjat melihat kondisi mayat. Segera ia bersila kembali. Sekuat tenaga ia melafalkan mantra. Entah apa tujuannya.

Angin berhembus kencang. Membawa rintik gerimis turun semakin deras. Kedua lelaki berbaju hitam itu kini sibuk membolak balik mayat yang terbujur kaku di atas kuburan. Mereka tengah mencari sesuatu pada mayat itu. Sebuah batu yang konon akan muncul di sekitar mayat yang mati tidak sempurna.

Tapi sia-sia saja upaya mereka. Tidak ada batu satupun yang berhasil mereka temukan. Bahkan ketika mereka berusaha menemukan batu tersebut di dalam mulut jasad Sulastri. Bagi dua lelaki itu, batu yang konon sakti tersebut akan mendatangkan kekayaan dan kesaktian tiada tanding. Tapi malam ini, rupanya mereka belum beruntung.

"Kalian tidak akan dapat apapun disini," ujar satu suara yang datang lewat hembusan angin ke telinga dua orang itu. Suara itu jelas terdengar. Berbisik lembut namun jelas seperti didengar seluruh anggota tubuh. Kedua lelaki itu seketika berhenti membolak balikan jasad perempuan di atas gundukan kuburan itu. Mereka menoleh ke arah sumber suara.

Tak jauh dari kuburan Sulastri, di samping pohon kamboja yang setengah tumbang, sesosok perempuan mirip Sulastri, seperti tengah berdiri di atas peti mati kayu jati. Petang tadi mayat Sulastri tak bisa dikebumikan bersama peti jati itu. Beberapa kali tanah kuburan diukur dan dilebarkan, namun tetap saja bumi seolah menolak peti mati itu. Jasad yang sudah dipocong itu pun akhirnya dikebumikan tanpa peti meski kondisinya sudah mulai membusuk.(*)

 

Jagakarsa, Januari 2016

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun