Mohon tunggu...
Ali Usman
Ali Usman Mohon Tunggu... Jurnalis televisi -

Pernah bekerja untuk koran Merdeka, IndoPos, Radar Bekasi, Harian Pelita, Majalah Maestro, Harian ProGol, Tribunnews.com (Kelompok Kompas Gramedia), Vivanews.com, kini di TVRI nasional. * IG aliushine * twitter @kucing2belang * line aliushine * blog www.aliushine.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepiring Ketupat Saat Senja

12 September 2016   06:14 Diperbarui: 13 September 2016   01:19 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: shutterstock

Mak Salamah menghela napas. Nenek tua itu sudah beberapa kali mendapat firasat akan kedatangan tamu agung yang entah datang dari mana. Di sisa usianya kini, Mak Salamah lebih banyak menghabiskan hari dengan beribadah. Tentu rasa rindu pada anak-anaknya ia dekap dalam lantunan doa yang tiada putus.

"Ada dua perkara yang sedang Mak tunggu. Menunggu anak-anak pulang, dan menunggu tamu agung menjemput Mak. Tapi Mak tidak menyangka, perkara ke dua akan datang lebih cepat," ujar nenek tua itu berusaha menutupi keterkejutan.

"Kedua anak Mak Salamah akan datang besok pagi. Sesibuk apapun mereka, mereka pasti datang ke tempat ini. Dan mulai lebaran ini, mereka akan sering berkunjung tiap tahun, terutama menjelang idul fitri. Jangan khawatirkan mereka," ujar pemuda itu tenang. Ia sama sekali tidak menyentuh makanan ataupun meminum secangkir teh yang dihidangkan.

Mak Salamah kembali menghela napas.

"Setidaknya ijinkan Mak menyiapkan sepiring ketupat untuk mereka," ujar nenek tua itu lagi. Pemuda itu kembali tersenyum. Mak Salamah terlihat mulai kebingungan. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.

"Mak jangan khawatir dan takut. Tidak ada tempat yang lebih baik bagi orang-orang yang beriman, selain pulang kembali padanya," pemuda itu berkata dengan lembut. Telinga Mak Salamah hampir tidak bisa mendengar di usianya saat ini. Tapi ucapan pemuda itu ia dengar dengan baik. Bahkan setiap kata yang diucapkan seperti didengar oleh seluruh anggota tubuh nenek itu.

"Silakan Mak sholat dulu. Saya akan menunggu," ujar pemuda itu. Mak Salamah segera mengambil air wudhu. Air mata terus mengalir membasahi pipi perempuan tua itu. Ia masih berharap bisa bertemu dengan anak-anaknya. Mak Salamah memejamkan mata. Ia mendengar sebuah suara kembali memanggilnya lembut.

"Wahai jiwa yang tenang.. Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan hati ridho dan diridhai Tuhanmu. Masuklah ke dalam golongan hambaku, masuklah ke dalam surgaku."

 

Jagakarsa, 12 September 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun