Mohon tunggu...
Ali Usman
Ali Usman Mohon Tunggu... Jurnalis televisi -

Pernah bekerja untuk koran Merdeka, IndoPos, Radar Bekasi, Harian Pelita, Majalah Maestro, Harian ProGol, Tribunnews.com (Kelompok Kompas Gramedia), Vivanews.com, kini di TVRI nasional. * IG aliushine * twitter @kucing2belang * line aliushine * blog www.aliushine.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Layangan Itu untuk Siapa?

29 Agustus 2016   14:03 Diperbarui: 29 Agustus 2016   14:15 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Neva mengapit erat lengan papanya. Anak empat tahun itu terlihat ketakutan. Ia tak henti-hentinya meminta untuk pulang. Neva masih merengek. Ia tak mau melihat festival layang-layang. Sang ayah lalu menggendongnya. Memaksa anak kecil itu ikut serta.

Angin bertiup kencang. Puluhan orang sudah berada di pinggir pantai. Hari ini ada festival layang-layang. Semua orang bersuka cita. Ratusan bentuk layang-layang siap diterbangkan. Mulai dari yang kecil hingga layangan ukuran raksasa yang diterbangkan sedikitnya 20 orang.

Tapi bagi Neva, hari ini begitu menegangkan. Anak kecil itu ketakutan dengan adanya festival. Ia sama sekali tidak mengerti dengan semua orang. Bahkan papa mamanya sendiri menjadi sama saja anehnya. Mereka tak mengerti jika anak kecil itu tak mau ke pantai. Hiruk pikuk orang dewasa, bentuk layangan beraneka rupa telah menghadirkan bayangan ketakukan bagi anak itu.

Neva sudah berada di pantai. Dengan mata yang masih basah, ia mencoba melihat ke sekeliling. Jemari kecilnya masih erat menggenggam kaos sang papa. Sangat erat. Ia tak mau melepasnya barang sedetikpun. Neva melihat ke sekeliling. Ia mencari mamanya. Seorang perempuan cantik, dengan topi lebar dan kacamata hitam.

"Ayo turun. Kita lihat layang-layang yang besar," ujar mamanya sembari membujuk anak itu turun dari gendongan papanya.

Neva menolak. Ia berpaling. Menenggelamkan wajahnya ke bahu sang papa. Jantungnya berdetak keras. Ia masih ketakutan. Neva ingat, sebelum tiba di pantai, ia melihat rombongan mobil yang membawa layangan-layangan itu. Ia melihat kepala naga berukuran besar dengan gigi yang runcing menyembul dari balik terpal.

Tak jauh dari naga itu, sebuah layangan berbentuk aneh juga membuatnya ketakutan. Layangan itu memiliki mata yang besar dengan wajah seram berwarna merah. Neva memejamkan mata. Ia tak ingin bertemu dengan hal-hal seperti itu lagi. Tapi tubuh mungil itu mulai dipindahkan dari pelukan sang papa.

"Ayo turun. Jangan takut. Kita lihat layangan lucu di sebelah sana," ujar sang papa kemudian menurunkan bocah itu.

Neva kaget. Segera ia meraih bagian kerah kaos papanya. Kakinya tak mau menyentuh tanah. Beberapa kali papa anak itu mencoba menurunkan Neva. Tapi bocah kecil itu malah berontak. Anak itu semakin ketakutan. Ia tak mau turun kepasir pantai. Ia mau tetap dalam gendongan.

Neva tak mengerti. Kenapa setiap orang selalu memaksakan keinginan mereka kepadanya. Tidak ada yang lucu dari kepala naga yang menyembul di balik terpal itu. Tidak ada yang lucu dari monster bermata besar dengan wajah marah berwarna merah. Apa yang dipikirkan orang-orang dewasa itu. Apa yang dipikirkan papa mamanya itu. Neva mendengus kesal. Ia mulai menangis lagi.

Neva melirik ke arah pantai. Ia masih erat memeluk papanya. Sepintas dilihatnya belasan orang tengah menerbangkan layangan besar. Sebuah bentuk mirip kelelawar. Tetapi ini sangat besar. Sangat-sangat besar. Neva memejamkan mata. Ia takut kelelawar raksasa itu melihatnya. Neva memeluk papanya lebih erat. Lelaki itu tahu sang anak tenah ketakutan. Ia langsung membawa Neva menjauhi tempat layang-layang kelelawar itu.

Neva hanya bisa menangis. Ia mulai berpikir dirinya saat ini dalam bahaya. Kelelawar itu sangat besar. Tubuhnya hitam dengan sedikit corak merah. Jika kelelawar itu melihatnya, tidak ada harapan baginya untuk bisa selamat. Ia harus memberitahu papa mamanya. Segera Neva menggoncang-goncangkan kaos papanya. Anak itu menangis dengan kencang. Meminta untuk segera pulang.

Angin pantai berhembus. Neva mulai berhenti menangis. Mamanya yang cantik itu membelikannya ice cream warna-warni. Neva lupa dengan rasa takutnya. Ia menggenggam erat ice cream itu. Sepintas Neva menangkap gurat kecewa di wajah mamanya saat memintanya untuk turun dari gendongan papanya. Tapi Neva tak peduli.

Bocah kecil itu kini asyik dengan ice creamnya. Ia mulai lupa dengan kepala naga, monster bermata besar ataupun kelelawar raksasa. Neva ingat, dulu ia pernah merasa ketakutan seperti ini. Saat itu ia bersama papanya pulang dari satu tempat. Neva duduk sendiri di kursi mobil, sementara papanya mengemudi di kursi sebelahnya.

Malam itu Neva ketakutan. Jalanan mulai gelap. Pohon-pohon besar bermunculan dari kanan dan kiri. Neva sudah menutup matanya. Tapi tetap saja ia ketakutan. Kaca depan mobil sangat lebar. Bisa saja ada monster yang melihatnya. Neva mau menangis, tapi ia takut ada yang turun dari pohon dan memecahkan kaca mobil. Kakeknya pernah bilang, ada monster yang datang jika mendengar anak kecil menangis.

Segera Neva menangis. Ia teringat kembali akan rasa takutnya waktu itu. Sisa-sisa ice cream masih berada di tangan kanannya. Tangan kirinya masih erat memegang kaos papanya. Mamanya yang cantik itu kemudian mengusap air matanya. Berusaha menghibur anak kecil itu. Mulut Neva masih belepotan ice cream.

Setelah dua jam, Neva mulai terbangun dari tidurnya. Ia tidak sadar telah tertidur dalam gendongan papanya. Anak kecil itu mulai mengucek matanya. Ia melihat ke sekeliling. Angin berhembus dengan sejuk. Neva langsung memeluk papanya. Rupanya ia terlalu lelah saat menangis. Neva melihat ke sekeliling. Orang-orang banyak berdatangan. Dua anak kecil terlihat berlarian di pasir. Neva ingin ikut bermain.

"Lihat di atas sana. Ada layang-layang besar dengan bentuk naga," ujar papanya. Neva turun dari gendongan sang papa. Anak itu melihat ke atas. Sebuah layangan besar dengan bentuk naga yang cantik. Neva masih terlihat keheranan. Layang-layang itu terbang dengan indah. Tidak ada satu bagian pun yang membuatnya takut.

Neva melirik ke arah mamanya. Perempuan cantik itu menunjuk ke arah lain. Sebuah layang-layang dengan karakter kartun terbang dengan indah. Di sekelilingnya, puluhan layang-layang beraneka rupa dan bentuk telah mengudara. Anak kecil itu terpaku menatap keindahannya. Neva tersenyum senang. Ini hal baru yang belum pernah ia alami sebelumnya. Neva akan mengingatnya terus. Setidaknya sampai ia tahu layangan-layangan cantik itu untuk siapa. (*)

 

Bandung, akhir Agustus 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun