Mobil kembali melaju. Aku masih tidak percaya tangan yang indah itu memegang bahuku. Sempat kulihat tangan perempuan ini sangat terawat. Jemarinya yang lencir, kulitnya yang putih kemerahan, seolah mengatakan jika perempuan ini tak pernah terkena sinar matahari. Benar-benar mulus dan menawan. Kuku-kukunya bahkan diberi hiasan warna-warni dengan motif utama kupu-kupu warna jingga.
“Apa menurutmu aku ini kurang cantik?”
Perempuan cantik ini tiba-tiba bertanya kepadaku. Sumpah aku sempat kaget dengan pertanyaan itu. Segera kulihat lewat spion tengah. Tak kuduga, ternyata perempuan cantik ini justru sedang menatap sorot mataku. Aku menelan ludah. Mengalihkan pandangan. Jangankan menjawab pertanyaannya. Memandang matanya yang indah itu pun aku tak berani. Aku lantas berpikir keras. Apa dia marah dan merasa, jika sedari tadi aku mencuri-curi pandang ke arahnya.
“Apa menurutmu aku ini kurang cantik?”
Perempuan ini kembali mengulang pertanyaannya. Konsentrasiku mengemudi mendadak terganggu. Lelaki mana yang berani menilainya kurang cantik. Dari ujung kaki hingga ujung kepala, wanita ini sungguh sangat menawan. Lelaki mana yang tidak mabuk kepayang bila melihatnya. Perempuan ini sempurna laksana bidadari kayangan. Melihat kemulusan betisnya saja, lelaki akan bertekuk lutut di hadapannya.
Lima menit berlalu dalam diam dan aku masih membawa mobilku dengan hati berdebar. Perempuan ini kemudian memintaku berhenti di pinggiran jalan dekat stadion utama. Aku sendiri tak lagi berani mencuri-curi pandang ke arahnya. Sepintas sinar matahari sore semakin terlihatcerah. Dari pantulan kaca depan mobil, tanpa sengaja aku masih bisa melihatnya melepas cardigan hitam yang dikenakannya.
Aku tanya sekali lagi, apa menurutmu aku ini kurang cantik?”
Aku menoleh ke arahnya. Kali ini aku akan mengatakan jika perempuan ini sangat cantik. Tapi suaraku tercekat ditenggorokan. Beberapa kali aku menelan ludah. Perempuan ini mulai melepas satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya. Mataku terbelalak dan mendadak terasa panas. Jantungku berdegup makin kencang. Dia sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. Aku bingung harus bagaimana.(*)
Jagakarsa, pertengahan Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H