Mohon tunggu...
Humaniora

Bidang, Prinsip dan Kesalahpahaman dalam BK

26 Februari 2018   00:44 Diperbarui: 26 Februari 2018   01:06 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

4. bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama,

5. pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial (pokok) dalam bimbingan dan konseling,

6. bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan.

Dengan demikian jika dalam proses bimbingan, prinsip diatas ada yang tidak terpenuhi  maka bisa dipastikan proses bimbingan dan konseling tersebut tidak berjalan semestinya dengan hasil yang diharapkan.

            Selain itu, berbicara mengenai kesalahpahaman dalam BK ada beberapa masalah yang mengakibatkan hal tersebut terjadi. Hart dan Jacobi (1992) mengidentifikasi enam masalah yang dihadapi bimbingan konseling di sekolah, yaitu kurangnya filosofi berfikir dari program bimbingan dan konseling, program bimbingan dan konseling tidak terintegrasi dengan program sekolah lain, tidak cukup akses untuk siswa, pelayanan yang tidak memadai, kurangnya akuntabilitas guru bimbingan dan konseling atau konselor, dan gagal untuk menggunakan berbagai sumber yang ada. Dengan demikian, dapat menimbulkan kesalahpahaman dari berbagai pihak. kesalahpahaman yang menjadi problema diantaranya adalah;

  • bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan,
  • konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah,
  • bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat,
  • bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incedental (tertentu)
  • bimbingan dan konseling dibatasi klien-klien tertentu saja,
  • bimbingan dan konseling melayani "orang sakit" dan/atau "kurang nornal",
  • bimbingan dan konseling bekerja sendiri,
  • konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif,
  • menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling bisa dilakukan siapa saja,
  • pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja,
  • menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater,
  • menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling segera dilihat,
  • menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien,
  • memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling (misalnya tes, in ventori, angket dan alat pengungkap lainnya)
  • bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.

Cukup sekian yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat, dan sebelumnya penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Akhmad Mukhlis, selaku dosen BK yang telah membimbing penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun