Akhir-akhir ini saya sering bertemu dengan salah seorang teman yang menjalankan usaha di bidang media online. Â Yang menjadi hal unik adalah 90% pemasukan usaha teman saya ini diperoleh dari ranah sosial media sebagai influencer sama seperti Dagelan yang terkenal di instagram. Seperti kebanyakan pemilik bisnis, teman saya yang satu ini juga memiliki visi-nya sendiri tentang masa depan usahanya. Yang jelas, dia sadar bahwa basis operasional usahanya itu tidak sustainable karena dia tidak memiliki kontrol atas platform tempat usahanya sendiri. Ini ditambah lagi dengan fakta bahwa platform media sosial tempat dia beroperasi juga mengeluarkan layanan periklanan terintegrasi sendiri, sama seperti facebook ads, twitter ads, atau instagram ads yang dirilis baru-baru ini. Menurut perspektif saya ketika itu, semua hanya tinggal tunggu waktu sampai semua pengiklan berpindah ke layanan iklan resmi yang disediakan platform sosial media itu sendiri. Artinya, usahanya sudah pasti bangkrut kalau tidak melakukan perubahan.
Satu hal yang terpikirkan adalah urgensi untuk pindah platform operasional milik sendiri, misalnya website atau aplikasi mobile. Kemudian teman saya spontan bertanya: "Tapi platform mana lebih bagus ya? Website atau Aplikasi mobile?"
Menanggapi pertanyaannya saya tidak menjawab, malah bertanya, "Lha, apa nggak keburu-buru? Coba pikirkan lagi..."Â
Pernyataan saya itu dimaksudkan untuk mengingatkan teman saya, bahwa sebetulnya ada opsi lain yang perlu perlu dijadikan bahan pertimbangan sebelum terjun ke pertanyaan 'platform yang mana?'Â
Dalam teori manajemen strategi, ada yang disebut sebagai hierarki strategi, yakni: corporate, business dan functional strategy. Secara umum, hubungan ketiganya hal tersebut tergambar sebagai berikut:
Kalau saya ingat-ingat lagi, pertanyaan teman saya itu sudah menjurus masuk ke lingkup business strategy. Padahal sebelum masuk kedalam lingkup itu, dia perlu juga mempertimbangkan apakah mungkin untuk terus melanjutkan usaha di bidang ini dengan kondisi internal dan eksternalnya yang sekarang. Singkat kata, sebelum membahas detail ke business strategy, ada baiknya mempertimbangkan opsi yang 'kelupaan' di lingkup corporate strategy.
Adapun output atau opsi yang dihasilkan dari corporate strategy ini secara umum berakhir pada 3 alternatif:
- Growth. Dalam kasus teman saya ini usahanya diperjuangkan untuk terus berjalan. Untuk itu, salah satu caranya adalah mengembangkan ranah operasinya hingga tidak terbatas pada media sosial, tapi juga ranah website dan/atau aplikasi. Selain itu, dia juga bisa menggunakan basis follower nya di media sosial untuk 'digarap' lebih lanjut. Misalnya, kalau followernya dia dominan perempuan umur  25-34 tahun ada potensi untuk menghasilkan pendapatan dengan cara berjualan (misalnya) barang-barang fashion wanita.
- No change. Dalam hal ini dia tidak melakukan perubahan apa-apa, alias wait & see. Menurut saya, opsi ke-2 ini bukan menjadi pilihan untuk teman saya. Kalaupun memang dijadikan pilihan, ya itu akan menjadi pilihan sementara sebelum memutuskan ambil opsi nomor 1 atau nomor 3.
- Retrenchment. Untuk kasus ini, ada opsi bagi teman saya untuk keluar dari lingkup usahanya sebagai influencer di ranah media sosial. Toh selama ini dia sudah meraup keuntungan. Mungkin akan lebih baik atau lebih menguntungkan untuk berbisnis di bidang lain seperti misalnya buka rumah makan (karena dia berpengalaman bekerja sebagai chef di hotel ternama), atau  main forex (karena saya tahu dia juga menghasikan pendapatan signifikan melalui forex). "Lalu akun media sosial dengan follower banyak itu mau diapakan? kan sayang sudah banyak followernya..." Ya kalau misalnya yakin dan berpikir totalitas keluar dari lingkup usaha influencer, akun media sosialnya kan bisa dijual ke pihak lain :PÂ