Mohon tunggu...
Alita Aulia Maliq
Alita Aulia Maliq Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Mahasiswa aktif UPN "Veteran" Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Rujuk dalam Hukum Islam

9 Mei 2024   00:42 Diperbarui: 9 Mei 2024   00:44 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keadaan istri disyaratkan sebagai;

1. Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus putus pertalian antara keduanya, Jika istri dicerai belum pernah dicampuri, maka tidak sah rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi.

2. Istri yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia rujuk kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukkan, rujuknya itu tidak sah.

3. Talaknya adalah talak raji. jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga, ia talak dapat dirujuk lagi. Kalau bercerainya dari istri secara fasakh atau khulu atau cerai dengan istri yang ketiga kalinya, atau istri belum pernah dicampuri, maka rujuknya tidak sah.

4. Rujuk itu terjadi sewaktu istri masih dalam iddah talaq raji. laki- laki masih mempunyai hubungan hukum dengan istri yang ditalaknya secara thalaq raji, selama masih berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya.

  • Suami

Rujuk itu dilakukan oleh suami atas kehendak sendiri, artinya bukan, atau laki-laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia miliki dia menikahi istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang merujuk mestilah seseorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan sendirinya, yaitu telah dewasa dan sehat akalnya dan bertindak dengan kesadarannya sendiri. Seseorang yang masih belum dewasa atau dalam keadaan gila tidak ada rujuk yang dilakukan. Begitu pula bila rujuk itu dilakukan atas paksaan dari orang lain, tidak sah rujuknya. Tentang sahnya rujuk orang yang mabuk karena sengaja minum yang memabukan, ulama beda pendapat sebagaimana beda pendapat dalam menetapkan sahnya akad yang dilakukan oleh orang mabuk.

  • Saksi

Dalam hal ini Para ulama masih berbeda pendapat, apakah saksi itu wajib menjadi rukun atau sunah. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain mengatakan tidak wajib, melainkan hanya sunah. " Fuqoha telah berpendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah ia menjadi syarat sahnya rujuk atau tidak. Imam Malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunahkan, sedangkan Imam Syafi'i mewajibkan adanya dua orang saksi sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah." Perbedaan pendapat ini disebabkan adanya pertentangan antara qiyas dengan zahir nas Al-Qur'an yaitu firman Allah SWT dalam surat At-Talaq ayat 2. Ayat tersebut menunjukkan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi, pengqiyasan hak rujuk dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang. Menghendaki tidak adanya saksi. Oleh karena itu, penggabungan antara qiyas dengan ayat tersebut adalah dengan membawa perintah pada ayat tersebut sebagai sunnah. Menurut ulama ini adanya perintah untuk mempersiapkan rujuk dalam ayat tersebut menunjukan wajib. Berdasarkan pendapat yang mensyaratkan adanya saksi dalam rujuk itu, maka ucapan rujuk tidak boleh menggunakan lafadz kinayah, karena penggunaan lafadz kinayah memerlukan adanya niat, sedangkan saksi yang hadir tidak akan tahu niat dalam hati itu. Pendapat kedua yang berlaku dikalangan jumhur ulama, di antaranya Imam Ahmad mengatakan bahwa rujuk itu tidak perlu diperselisihkan, karena rujuk itu hanyalah melanjutkan perkawinan yang telah terputus dan bukan memulai nikah baru. Perintah Allah dalam ayat tersebut di atas bukanlah untuk wajib. Menurut Ulama Syiah Imamiyah mempersaksikan rujuk itu hukumnya hanyalah sunat. Berdasarkan pendapat ini, boleh saja rujuk dengan menggunakan lafadz kinayah karena saksi yang perlu mendengarnya tidak ada.

  • Ada ucapan rujuk yang diucapkan oleh laki-laki yang merujuk.

Rujuk dalam pandangan fiqh adalah tindakan sepihak dari suami. Tindakan sepihak itu didasarkan kepada pandangan ulama fiqh bahwa rujuk itu merupakan hak khusus seorang suami. Adanya hak khusus itu dipahami dari firman Allah dalam surat al-Baqarah (2) ayat 228. Oleh karena sifatnya yang sepihak itu tidak diperlukan penerimaan dari pihak perempuan yang dirujuk, atau walinya. Dengan begitu rujuk tidak dilakukan dalam bentuk suatu akad. Untuk sahnya tindakan rujuk hanya diperlukan ucapan rujuk yang dilakukan oleh orang yang merujuk. Dalam hal bolehnya rujuk itu dilakukan dengan perbuatan, Ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama termasuk Imam Syafi'i dan Imam Ahmad berpendapat, bahwa rujuk harus dilakukan dengan ucapan dan tidak dapat dengan hanya perbuatan. Kecuali bila dia seorang yang bisu, maka untuk itu rujuk dilakukan dengan isyarat yang dapat dipahami. Sebagian ulama diantaranya said bin al-Musayyab, al-Hasan, ibnu Sirin, Atha, Thawus dan ahlu ra'yi atau Hanafiyah, berpendapat bahwa rujuk dapat dilakukan dengan perbuatan secara mutlak. Demikian pula yang berlaku dikalangan ulama Syi'ah Imamiyah. Ulama Malikiyah membolehkan rujuk dengan perbuatan, bila yang demikian dimaksud dan diniatkan untuk rujuk. Tanpa diiringi niat tidak sah rujuk dengan perbuat mensyaratkan yang demikian dipersaksikan.

  • Sighat (lafadz)

Sighat ada dua, yaitu:

a. Terang-terangan, misalnya dikatakan,"Saya kembali kepada istri saya," atau "saya rujuk kepadamu."

b. Melalui sindiran, misalnya"Saya pegang engkau," atau "menikahi engkau," dan sebagainya, yaitu dengan kalimat boleh dipakai untuk rujuk atau lainnya. Sighat sebaiknya merupakan perkataan tunai, berarti tidak digantungkan dengan sesuatu. Umpamanya dikatakan,"Saya kembali kepadamu jika engkau suka," atau "Kembali kepadamu kalau si Anu datang." Rujuk yang digantungkan dengan kalimat seperti itu tidak sah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun