Mohon tunggu...
Alisya Alzahrani A
Alisya Alzahrani A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

saya memiliki hobi mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dinamika Putusan Mahkamah Konstitusi dan Dampaknya Terhadap Kepercayaan Publik

4 November 2024   21:34 Diperbarui: 4 November 2024   21:34 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada enam prinsip yang membentuk asas hukum acara Mahkamah Konstitusi, salah satunya adalah asas independen dan imparsial. Mahkamah Konstitusi harus tetap independen, artinya tidak boleh memihak kepada siapa pun yang terlibat dalam persidangan. Autonomi ini penting untuk menjamin bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi tidak dipengaruhi atau dipengaruhi oleh tekanan. Karena asas ini, setiap keputusan harus didasarkan pada fakta dan hukum yang ada dalam kasus tanpa adanya preferensi atau perspektif yang memihak kepada pihak tertentu.

Sebenarnya, inkonsistensi dalam mengabulkan keputusan menimbulkan banyak pertanyaan. Sebagian orang berpendapat bahwa MK mengadopsi keputusan ini karena hubungan kekeluargaan ketua MK, Anwar Usman, dengan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka. Akibatnya, keputusan itu menjadi konflik kepentingan karena paman Gibran mendukungnya untuk mencalonkan diri sebagai cawapres Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan dalil "Nemo Judex In Causa Sua", hakim tidak boleh mengadili kasus karena kepentingan pribadi atau keluarga (Pramudya et al., 2024). Hal ini pasti akan merusak keyakinan masyarakat yang menganggap MK sebagai lembaga penegak hukum tertinggi di Indonesia.

Sukri Tamma, pakar hukum dari Universitas Hasanuddin, mempertanyakan keadaan demokrasi Indonesia saat keputusan ini disahkan. Seperti yang kita ketahui, sistem demokrasi pada dasarnya membutuhkan hukum untuk membatasi kekuasaan seseorang. Agar hubungan antara politik dan hukum tidak tercampur, hukum harus selalu mengungguli politik (Nugraha, 2023).

Dari konteks ini, timbul dugaan bahwa prinsip-prinsip etika dan integritas telah dilanggar selama proses pengambilan keputusan di pengadilan. Mereka mempertanyakan keputusan hakim karena dianggap terlalu dipengaruhi oleh pertimbangan politik dan kepentingan pribadi, seperti hubungan dekat Ketua Mahkamah Konstitusi dengan Gibran Rakabuming Raka. Isu ini menunjukkan bahwa sistem hukum rentan terhadap dinasti politik dan intervensi politik, dan menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan peradilan untuk menegakkan keadilan tanpa tekanan dari sumber eksternal.

Kontroversi ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan demokrasi secara keseluruhan, bukan hanya masalah internal MK. Transparansi, akuntabilitas, dan penerapan prinsip independensi dan integritas dalam setiap keputusan Mahkamah Konstitusi diperlukan untuk memulihkan kepercayaan publik dan menjaga integritas lembaga. Dengan cara ini, MK dapat mempertahankan posisinya sebagai penegak hukum yang dapat dipercaya yang memastikan supremasi hukum dan keadilan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun