Mohon tunggu...
Alisya Alzahrani A
Alisya Alzahrani A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

saya memiliki hobi mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dinamika Putusan Mahkamah Konstitusi dan Dampaknya Terhadap Kepercayaan Publik

4 November 2024   21:34 Diperbarui: 4 November 2024   21:34 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Konstitusi dan negara adalah dua entitas yang tak terpisahkan karena keduanya saling melengkapi. Dalam demokrasi modern, konstitusi menjadi pondasi tak tergantikan dalam pembentukan negara. Ia berperan sebagai dokumen hukum tertinggi yang menetapkan prinsip dasar mengatur operasi pemerintah sesuai aturan hukum. Lebih dari sekadar hukum, konstitusi mencerminkan nilai mendasar dan aspirasi kolektif masyarakat. Dengan mengatur kekuasaan dan kewajiban pemerintah, konstitusi juga melindungi hak warga negara dan menentukan batasan agar pemerintahan tetap adil dan transparan.

Keputusan dan kebijakan yang dibuat dalam negara demokrasi harus berpusat pada kesejahteraan rakyat. Konsep kedaulatan rakyat mengacu pada gagasan bahwa warga negara memiliki puncak kekuasaan dan harus diterapkan dalam Undang-Undang Dasar. Masyarakat berhak untuk memilih, bahkan untuk memilih siapa yang akan menjadi pejabat negara. Salah satu bentuk kedaulatan rakyat yang paling sering kita gunakan adalah pemilihan umum, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Dinamika Politik di Indonesia

Pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat bekerja sama dalam proses legislatif yang menghasilkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum, terutama Pasal 169 huruf q. Salah satu syarat untuk calon presiden dan wakil presiden adalah berusia minimal empat puluh tahun (Arif Sugitanata, 2023). Proses pembentukan undang-undang ini menunjukkan sistem demokratis di Indonesia, di mana peraturan penting dibuat melalui persetujuan dan musyawarah antara legislatif dan eksekutif. Mungkin ada batasan usia ini untuk memastikan calon yang maju memiliki pengalaman dan kematangan yang cukup untuk memimpin negara.

Mahkamah Konstitusi mengubah undang-undang tersebut, menaikkan usia minimal menjadi 40 tahun (Prima, 2023). Mereka juga memasukkan syarat alternatif bahwa mereka juga harus pernah atau saat ini menduduki jabatan yang diambil melalui pemilihan umum. Di antara jabatan tersebut adalah jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah. Dengan kata lain, pengalaman sebagai pejabat terpilih yang belum mencapai usia empat puluh tahun masih dapat memenuhi syarat untuk peraturan yang telah direvisi ini. Persyaratan kelayakan menjadi lebih fleksibel berkat perubahan ini, yang memungkinkan lebih banyak kandidat dari berbagai pengalaman untuk posisi tersebut.

Seorang peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Viola Reininda, mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi sering memihak kepentingan DPR dan pemerintah. Ini ditunjukkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap telah mengabaikan tugasnya sebagai lembaga yudikatif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi pengendalian dan keseimbangan. Dengan kata lain, Mahkamah Konstitusi tidak lagi berfungsi sebagai pengawasan sendiri; sebaliknya, ia berfungsi sebagai pelaksana dari keputusan legislatif dan eksekutif. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang kehilangan fungsi pengawasan Mahkamah Konstitusi karena tindakan ini menunjukkan bahwa institusi ini tidak lagi berfungsi sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keseimbangan kekuasaan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dianggap merusak proses demokrasi Indonesia. Keputusan ini dapat memberi pemimpin eksekutif kesempatan untuk menggunakan popularitas mereka untuk mendorong kebijakan atau undang-undang yang dapat merusak demokrasi dan mengganggu keseimbangan kekuasaan. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap demokrasi, diperlukan upaya nyata untuk memperkuat kembali konstitusionalisme dan melibatkan masyarakat sipil secara aktif dalam meningkatkan kualitas hukum Indonesia.

Di masa depan, Mahkamah Konstitusi harus meningkatkan transparansi dalam proses pengambilan keputusannya. Selain itu, sangat penting bagi Mahkamah Konstitusi untuk lebih menanggapi kritik dari masyarakat dan pihak lain. Memberikan jawaban yang jelas dan terbuka terhadap pertanyaan dan keprihatinan publik adalah cara untuk menunjukkan responsivitas.

Pelanggaran Kode Etik oleh MK

Kesesuaian Undang-Undang dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijamin oleh Mahkamah Konstitusi.  Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945, penyelesaian perselisihan tentang kewenangan lembaga negara yang diatur oleh Konstitusi, pembubaran partai politik, dan penyelesaian perselisihan tentang hasil pemilihan umum adalah tugas utamanya. Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 menguraikan ketentuan ini secara rinci. Mahkamah Konstitusi sangat penting untuk menjaga hukum dan keadilan konstitusional di Indonesia dengan memastikan bahwa setiap tindakan atau peraturan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Konstitusi dapat diuji dan diperbaiki secara adil dan transparan.

Konstitusi tidak hanya menetapkan standar untuk keadilan dan hukum di Mahkamah Konstitusi, tetapi juga mencakup prinsip-prinsip moral, supremasi hukum, dan demokrasi. Ia melindungi hak asasi manusia serta hak-hak konstitusional warga negara. Mahkamah Konstitusi berperan penting dalam menjaga integritas dan keadilan sistem hukum dengan lima fungsi utama: sebagai Pengawal Konstitusi yang memastikan kesesuaian undang-undang dengan konstitusi, Penafsir akhir konstitusi yang menentukan makna dan cakupan konstitusi, serta sebagai pelindung hak asasi manusia, hak konstitusional warga negara, dan demokrasi dalam praktiknya.

Ada enam prinsip yang membentuk asas hukum acara Mahkamah Konstitusi, salah satunya adalah asas independen dan imparsial. Mahkamah Konstitusi harus tetap independen, artinya tidak boleh memihak kepada siapa pun yang terlibat dalam persidangan. Autonomi ini penting untuk menjamin bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi tidak dipengaruhi atau dipengaruhi oleh tekanan. Karena asas ini, setiap keputusan harus didasarkan pada fakta dan hukum yang ada dalam kasus tanpa adanya preferensi atau perspektif yang memihak kepada pihak tertentu.

Sebenarnya, inkonsistensi dalam mengabulkan keputusan menimbulkan banyak pertanyaan. Sebagian orang berpendapat bahwa MK mengadopsi keputusan ini karena hubungan kekeluargaan ketua MK, Anwar Usman, dengan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka. Akibatnya, keputusan itu menjadi konflik kepentingan karena paman Gibran mendukungnya untuk mencalonkan diri sebagai cawapres Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan dalil "Nemo Judex In Causa Sua", hakim tidak boleh mengadili kasus karena kepentingan pribadi atau keluarga (Pramudya et al., 2024). Hal ini pasti akan merusak keyakinan masyarakat yang menganggap MK sebagai lembaga penegak hukum tertinggi di Indonesia.

Sukri Tamma, pakar hukum dari Universitas Hasanuddin, mempertanyakan keadaan demokrasi Indonesia saat keputusan ini disahkan. Seperti yang kita ketahui, sistem demokrasi pada dasarnya membutuhkan hukum untuk membatasi kekuasaan seseorang. Agar hubungan antara politik dan hukum tidak tercampur, hukum harus selalu mengungguli politik (Nugraha, 2023).

Dari konteks ini, timbul dugaan bahwa prinsip-prinsip etika dan integritas telah dilanggar selama proses pengambilan keputusan di pengadilan. Mereka mempertanyakan keputusan hakim karena dianggap terlalu dipengaruhi oleh pertimbangan politik dan kepentingan pribadi, seperti hubungan dekat Ketua Mahkamah Konstitusi dengan Gibran Rakabuming Raka. Isu ini menunjukkan bahwa sistem hukum rentan terhadap dinasti politik dan intervensi politik, dan menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan peradilan untuk menegakkan keadilan tanpa tekanan dari sumber eksternal.

Kontroversi ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan demokrasi secara keseluruhan, bukan hanya masalah internal MK. Transparansi, akuntabilitas, dan penerapan prinsip independensi dan integritas dalam setiap keputusan Mahkamah Konstitusi diperlukan untuk memulihkan kepercayaan publik dan menjaga integritas lembaga. Dengan cara ini, MK dapat mempertahankan posisinya sebagai penegak hukum yang dapat dipercaya yang memastikan supremasi hukum dan keadilan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun