Kemungkinan selalu mengisahkan perjalanan keabadian dan kesia-siaan.
Orang berlomba-lomba menuliskan perasaan lewat catatan kecil, mengagumi para filosof untuk mengenal cinta, namun kata rumi kita hanya mengenal namanya, tidak dengan bentuknya.
Untuk menjadi bagian dari penciptaan dunia, orang menulis bahwa hakikat pembentukan alam semesta karena cinta, tapi itu adalah kemungkinan. Mengira tuhan menciptakan manusia dengan alasan cinta. Mengira bahwa pergantian waktu dari siang menjadi malam dan begitu sebaliknya adalah cinta. Tetapi seperti rumi, bahkah ia mencari cinta itu di vihara, tidak ia temukan, mengira cinta itu bersembunyi dibalik kabah, juga tidak ia temukan, atau mungkin tersembunyi di heningnya tembok ratapan yehud, pun sama nasibnya.
Lantas siapa pencari hakikat itu? Apakah semua adalah Kemungkinan?
Jika semua adalah kemungkinan. Kata arman dani, aku selalu suka kata "Mungkin" karena ia tak perna memberi kepastian. Pada mulanya aku menganggap "Mungkin" adalah sikap pengecut dari keragu-raguan. Tapi belakangan aku percaya bahwa "Mungkin" aku bisa menyelamatkan sebuah hubungan yang pernah rusak. Berharap bahwa mungkin kita bisa memulai sesuatu yang baru, Berharap mungkin setelah semua yang terjadi aku bisa jadi lebih baik.
Eminus Dolere adalah tulisan yang mengecewakanku, arman dani menghilangkan kemungkinan itu dengan mengatakan jika pasangmu tidak memiliki perasaan serupa. Ia hanya akan jadi penjara. Dan rasa sakit yang kita syukuri keberadaannya.
Mungkin yang berisikan kesia-siaan telah selesai dituliskan, tapi adakah setiap orang bertanya tentang kemungkinan dari keabadian? Barangkali kamu harus memahami segala angka genap dihadapanku. Sementara aku bersetia pada segala keganjilan dipekaranganmu. "Kemungkinan" antara kita adalah bahasa yang susah dipahami oleh matematika.
"Mungkin" dalam keabadian sejatinya bukan keraguan, ia memiliki wujud serupa kepasrahan, misalnya aku berharap memilikimu, tapi "Mungkin" dalam sanubarimu masih tersimpan pengarapan lama yang itu bukan aku, lantas "Mungkin" aku memilikimu? Aku menjawab mungkin ! Memang tidak akan pernah kita tahu dimana itu letak sejatinya cinta.
Kita hanya merayakan keajaibannya memelalui Qais, dan merelakannya seperti zainudin. Namun Kekasih kita adala "Mungkin" itu sendiri. ia berada di tengah perjalanan antara keyakinan dan keraguan. Bahkan jikalau lebih ia adalah keabadian. Kata Helwa kalau kita takut dengan segala kemungkinan, caranya hanya satu; Berbalik yakin dan berserah.
Konon untuk menemukan keduanya, bisa kita lihat dari perjalanan seorang samurai bersama istri yang belum lama ia nikahi. Perjalanan dimulai sejak kapal laut yang mereka tumpangi berlayar keluar dari dermaga. Dengan cuaca yang buruk, seluruhnya berangkat dengan perasaan kehawasan. Sampai disebuah perjalanan yang tidak sedikitpun orang melihat pula, kapal mereka terombang ambing akibat ombak. Di kamar sang istri begitu khawatir dengan keselamatannya. Ia kemudian mencari sang suami, dan menemukan samurai tersebut berdiri di depan kapal dengan raut wajah yang begitu santai. Lantas sang istri pun bertanya ; Apakah Kamu tidak takut ? Kita ini baru selesai menikah, apakah kita akan berakhir di tengah laut terhantam ombak sedini ini ? Kemudian samurai tersebut mengeluarkan pedangnya dan menaruh pedang tersebut di leher istrinya, kemudian ia bertanya ; apakah kamu tidak takut bahwa pedang ini akan menebasmu saat ini juga ?
Istrinya kemudian dengan tersenyum dan mengatakan ; Bagaimana bisa kau akan menebasku, sedangkan kau adalah kekasihku. Setelah mendengar jawaban tersebut, samurai pun kembali letakan pedang tersebut di sarungnya, sambil tersenyum.