Hari ini saya membeli sebuah Koran Kompas dari seorang pengantar koran yang saya temui ketika sedang berolah raga pagi. Dengan bersemangat saya bawa pulang dan membacanya sembari menikmati secangkir kopi susu.
Sungguh sesuatu yang mengasyikkan saat membaca dan membuka lembar demi lembar, mengingatkan masa masa remaja saya kala itu. Saat di mana informasi berita hanya bisa didapatkan lewat saluran televisi dan diperkuat oleh beberapa Koran Nasional yang beredar, seakan tidak dapat memenuhi dahaga kita akan berita berita yang terjadi di lingkungan sendiri maupun di luar sana.
Ayah saya dulu berlangganan harian sebuah koran nasional. Adalah momen menyenangkan dan ditunggu tunggu ketika kiriman Koran datang ke rumah. Biasanya rutinitas pekerjaan rumah dikerjakan dengan semangat 45 dengan satu tujuan yakni segera selesai dan duduk berleha-leha sambil membaca Koran ditemani peganan ala kadarnya.
Ini seperti sebuah momen perayaan atas selesainya pekerjaan-pekerjaan rumah yang diwajibkan di keluarga kami. Keseruannya adalah ketika momen tersebut bersamaan dengan ayah dan saudara saya, sehingga mau tidak mau kami harus berbagi. Ayah saya sebagai komandan saat itu akan membaca halaman sesuai dengan berita yang menjadi perhatiannya. Sementara saya dan saudara saya harus berbagi halaman yang lain secara bergantian.Â
Adalah menjadi tantangan tersendiri apabila berita yang saya baca ternyata bersambung ke halaman yang sementara dibaca oleh ayah atau saudara saya, ataupun sebaliknya. Mau tidak mau kami harus menunggu dengan sabar sambil membaca seluruh berita atau iklan apa saja yang ada di halaman yang sementara kami pegang.
Lembaran pertama yang menjadi hak baca biasanya sesuai dengan minat masing-masing, seperti ayah saya yang hobbi politik, atau saudara saya yang tertarik dengan berita olah raga, sementara saya biasanya mencari berita sosial budaya maupun umum lainnya. Sebuah peristiwa yang sangat menyenangkan dan menyimpan kenangan setiap saya membeli dan membaca koran.
Tak jarang, karena terbatasnya informasi yang tersedia pada saat itu, kami sering membaca tuntas semua berita di setiap halaman. Koran tersebut sampai bertumpuk tumpuk dalam gudang, namun sering kami gunakan lagi untuk tugas-tugas kliping dari sekolah.
Di era digital seperti sekarang ini, sudah sangat jarang kita mendapati orang membeli dan membaca Koran. Hampir semua media mau tidak harus mengikuti perkembangan teknologi, pola dan perilaku baca serta kebutuhan informasi yang sekarang harus serba cepat dan praktis.Â
Semua media perlahan-lahan bertransformasi memasuki era digital, mobile dan online, jika tidak ingin menjadi bagian dan sejarah masa lalu. Persaingan pun semakin ketat dan membutuhkan modal yang cukup banyak untuk bisa survive di tengah persaingan antar media.
Iklan tentunya tetap menjadi sumber supaya tidak mengalami lesu darah. Di satu sisi Iklan hanya akan masuk jika melihat rating pembaca yang tinggi. Di sinilah letak persoalannya.
Dengan space area penulisan terbatas serta perilaku membaca yang semakin memudar menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalis untuk menarik perhatian pembaca dan pemasang iklan dalam sebuah media. Judul berita menjadi sebuah kunci untuk menarik pembaca di mana kenyataannya sekarang  didapati bahwa masyarakat semakin malas untuk membaca dan mendalami sebuah tulisan.
Di sinilah celah yang biasa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak mematuhi kode etik penulisan dan hanya mengejar rating pembaca. Memanfaatkan clik bait atau judul singkat yang terkadang tidak sesuai dengan isi pemberitaan sebenarnya. Apalagi jika dilakukan dengan motif-motif dan kepentingan tertentu.
Pernah seorang kawan saya bertanya dengan heran, kenapa saya masih membaca koran sementara kita bisa mendapatkan berita dari berbagai media lewat sebuah handphone.
Mungkin dia merasa lucu melihat muka saya tertutup dengan koran dan sibuk membuka lembar- demi lembar koran dengan kertas yang cukup lebar. Namun bagi saya, membaca koran tetaplah memiliki rasa dan kesan tersendiri. Kita bisa dengan tuntas membaca berita maupun artikel tanpa harus mengambil kesimpulan langsung hanya dengan membaca judul yang ada.
Membaca dengan memegang koran menjadi sebuah momen ME TIME tanpa harus terganggu dengan pesan dari media sosial (WA, Facebook, Instagram) atau dering telpon yang masuk bertubi-tubi  saat kita sedang fokus membuka berita online. Di samping itu dengan membaca koran setiap akhir pekan membantu saya untuk mengasah nalar dan menjaga minat membaca saya.Â
Oleh karena itu, tradisi ini akan saya lakukan paling tidak setiap weekend walaupun hampir setiap hari dikirimkan tautan dari beberapa media yang sudah tersedia secara online.
Tujuan terdalam saya adalah mengenang masa-masa kebersamaan saya bersama Ayah yang sudah Almarhum 10 tahun yang lalu.
Salam Kenal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H