Mohon tunggu...
Ali Rahman
Ali Rahman Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat UMKM dan Aktivis Lingkungan Hidup

Aktif dalam upaya membangun komunitas UMKM naik kelas dan upaya pelestarian lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Kembalinya Stasiun Pondok Kopi

17 Juni 2024   18:55 Diperbarui: 19 Juni 2024   07:39 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perubahan dari Stasiun Klender Baru menjadi Stasiun Pondok Kopi akan menjadi sumber insight (sumber: foto pribadi)

Kawasan Pondok Kopi adalah tempat asal mula pengenalan tanaman kopi di Nusantara. Pada tahun 1696, Jenderal Adrian van Ommen, seorang komandan yang bertugas di Malabar Belanda, India, diperintahkan oleh Walikota Amsterdam, Nicholas Witsen untuk membawa bibit kopi Arabika untuk ditanam di Nusantara.

Bibit kopi ini kemudian diuji coba untuk dibudidayakan di lahan pribadi Gubernur Jenderal VOC Willem van Outhoorn di lokasi yang sekarang dikenal dengan sebutan Pondok Kopi, Jakarta Timur. Ternyata, bibit kopi tersebut tumbuh subur dan menghasilkan buah yang bisa dipanen. Biji kopi yang dipanen pertama kali di halaman rumah Sang Gubernur Jenderal tersebut selanjutnya dibawa ke Hortus Botanicus Amsterdam untuk di teliti dan dikembangkan sebagai sumber benih kopi nusantara.

Sayangnya penanaman kopi di kawasan Pondok Kopi ini tak berjalan mulus karena kebun kopi di kawasan tersebut dilanda banjir yang akhirnya merusak tanaman. Kemudian pada 1699, bibit kopi kembali didatangkan namun penanamannya diperluas sampai ke wilayah Jawa Barat. Mulai dari sini, kebun kopi semakin luas dan menjelajah berkembang ke banyak daerah di Indonesia. Tak disangka, ternyata para biolog di Hortus Botanicus Amsterdam kagum dengan kualitas kopi Jawa. Sehingga bagi para pecinta kopi di Eropa dan Belanda pada khususnya saat itu mengenal kopi dengan sebutan A Cup of Java.

Maka seiring berjalannya waktu daerah disekitar budidaya pertama kali tanaman kopi tersebut dihuni banyak penduduk baik orang Belanda maupun Pribumi dengan mendirikan banyak rumah/ pondok disekitar kawasan tersebut. Maka lahirlah istilah pondok kopi untuk penyebutan kawasan tersebut. Namun demikian secara resmi baru pada tahun 1982, Pemkot Jakarta Timur meresmikan nama Kelurahan Pondok Kopi tepatnya pada 17 Januari 1982.

Nama Adalah Spirit

Penamaan suatu tempat pastinya memiliki latar belakang dan spirit penting. Sehingga tidak salah kalau nama adalah doa, harapan dan inspirasi bagi yang mengetahuinya. Fungsi nama menjadi sangat strategis, sehingga banyak nama-nama daerah atau bahkan suatu negara mencerminkan kehendak spirit bagi warga negaranya. Semisal nama Sumedang salah satu kota di Jawa Barat yang berasal dari kata insun medal, insun madangan yang artinya kurang lebih aku lahir untuk memberikan pencerahan.

Atau nama salah satu perfectur di Jepang misalnya Kagoshima yang memiliki jukukan The Kingdom Of sweet potato, yang mencerminkan atau mem-branding sebagai kota/ wilayah penghasil utama ubi jalar di Jepang. Sehingga segala bentuk olahan mulai dari sochu, kue, keripik dan aneka kudapan tersebar dan dijual secara eksotis di sepanjang toko dan supermarket yang ada disana. Maka ekonomi tumbuh, wisata kuliner berkembang dan petani ubi jalar menikmati "cuan" yang berlimpah dan berkelanjutan dengan branding Kaghosima sebagai The Kingdom of sweet potato.

Oleh karena itu, betapa strategisnya penamaan suatu kota atau kabupaten atau publik area dengan menyematkan nama yang inspiratif bagi warganya. Tidak heran kalo ada ritual bagi sebagaian kalangan masyarakat dengan menyajikan bubur merah dan bubur putih serta aneka kudapan ketika memberikan nama bagi sang bayi yang baru lahir. Karena dari nama tersebut sang ayah-bunda menyematkan harapan, doa dan cita-cita agar sang bayi kelak menjadi "lalaki langit lalanang jagat" sehingga berguna bagi bangsa, agama dan rakyatnya.

Sebaliknya penamaan yang asbun (asal bunyi) dan tidak memiliki spirit maka sudah pasti tidak akan memberikan efek apapun apalagi inspirasi dan motivasi untuk berbuat yang terbaik. Bahkan barangkali dengan penamaan yang tidak bermakna maka akan memunculkan apatisme, vandalisme bahkan anarkisme sebagai akibat penamaan yang tidak pada tempatnya.

Mengembalikan Stasiun Pondok Kopi

Penulis hampir setiap hari menggunakan jasa stasiun kelender baru untuk memulai aktivitas. Rasanya ada yang kurang pas dengan melihat nama stasiun klender baru. Karena ada juga stasiun klender yang terselang satu stasiun yaitu stasiun Buaran. Kalo coba direnungkan penyematan nama baru pada kata klender barangkali sang empu nya berharap ada spirit baru atau barangkali hanya sekedar pembeda saja.

Kalo kita bayangkan namanya menjadi stasiun Pondok Kopi serasa ada insight baru bahwa dahulunya daerah tersebut pernah ada budidaya kopi, ada rumah gubernur jenderal belanda dan ada sejarah cikal bakal kopi yang saat ini menjadi salah satu komoditi yang sangat penting sebagai mesin ekonomi negara kita ataupun sebagai bagian yang sangat melekat dengan life style generasi sekarang.

Lantas ide muncul seandainya rumah sang gubernur jenderal yang katanya ada di daerah pondok kopi tersebut (heritage) dijadikan magnet wisata kopi di Jakarta maka akan muncul multiplier effect sebagai kawasan wisata kuliner berbasis kopi. Atau bahkan bisa dibuat musium kopi nusantara dengan menyediakan aneka kopi yang berasal dari kopi gayo, sipirok, madhaeling, java preanger, toraja, bajawa dan aneka kopi dari seluruh pelosok nusantara lainnya.

Berikutnya dibuat calender of event oleh dinas pariwisata atau oleh kementrian pariwisata terkait kopi. Misalnya festival barista, latte art dan aneka kuliner kopi yang khas dari setiap daerah. Rasanya tidak sulit untuk mewujudkan itu semua, karena tangan-tangan kreative generasi milenaial telah banyak buktinya.

Sekali lagi itulah insight hanya dari sebuah nama Stasiun Pondok Kopi. Jika inspirasi tersebut bisa diwujudkan, rasanya akan memberikan suasana baru yang nyaman kalo sepanjang atau di stasiun didesign coffee shop dengan ragam cerita masa lalu dan masa depan tentang kopi. Ekonomirakyat akan bergerak tidak hanya para pedagang kopi dan UMKM dikawasan wisata kuliner, tetapi juga para petani kopi di kaki gunung puntang, gunung tilu, sipirok atau bahkan petani kopi wamena akan merasakan berkah dari hadirnya kawasan wisata kopi heritage di daerah Pondok Kopi Jakarta Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun